"Lo di mana?" tanya seseorang sesaat setelah Arka berhasil memasangkan airpods ke telinganya.
"Gue di bumi, Kel," candanya yang berujung dengan dengusan di seberang sana.
"Arka, serius! Dari tadi gue muter-muter kabin buat nyariin lo doang tau, gak?"
Sedikit mengendurkan airpods yang dipakai. Arka memuji teriakan Kelly yang masih bisa terdengar sangat melengking, meski hanya melalui sambungan telepon.
"Gue di mobil, Kel. Mau pulang. Kenapa?"
Lagi-lagi sebuah dengusan dikeluarkan oleh pramugari cerewet yang saat ini sedang melakukan sambungan telepon dengannya.
"Jahat banget, sih! Sebelum berangkat kan gue udah bilang, "Arka pulang bareng" masa sekarang lo malah ninggalin gue?"
Pikiran Arka langsung melalang buana ke sebelum mereka melakukan take off pagi tadi. Benar, ia telah mengiyakan saat Kelly memintanya untuk pulang bersama. Tapi-- ia menepuk jidatnya pelan. Ia melupakan hal itu. Pasti sebentar lagi perempuan cerewet, berdarah Tionghoa itu akan mengeluarkan sumpah serapah untuknya.
"Ehm ..., Kel?"
"Apa?" Kan, perempuan itu sudah memulai serangan dengan mulut pedasnya.
"Tunggu, ya. Gue puter balik bentar."
"Gak usah! Gue bisa pulang sendiri!"
Arka menggaruk tengkuknya. Kelly mirip Bulannya jika sedang merajuk seperti itu.
"Sttt ... ah, gak usah ngambek. Gue puter balik sekarang. Lo tunggu gue. Jangan ke mana-mana. Ini udah malem."
Tidak ada sahutan, Arka refleks melirik dasbor mobilnya yang masih tersambung panggilan dengan Kelly.
"Kel?"
"Iya, jangan lama-lama!" Perempuan itu akhirnya menyahut, membuat Arka lega setelahnya. Ia memang tipe lelaki yang tidak suka jika harus membiarkan perempuan berkeliaran seorang diri di tengah malam. Tidak memandang siapa, karena baginya perempuan adalah makhluk Tuhan yang paling berharga.
"Tunggu, ya. Gue puter balik bentar."
Kelly hanya menggumamkan kata hati-hati, lalu memutuskan sambungannya dengan Arka. Arka yang paham akan tabiat perempuan itu, hanya menghela napas. Ia cepat memutar arahkan mobil biru metaliknya kembali ke bandara Soekarno-Hatta.
.
.
Reina mengerang saat seorang copet berhasil lolos dari bekukannya. Malam ini ia berjaga seorang diri di sekitaran jalan terminal 3 Bandar Udara Seokarno-Hatta, karena Marshal dan beberapa anggota lainnya sedang izin menyelesaikan misi rahasia mereka.Tanpa menunggu lama, Reina segera meraih Handy Talky miliknya yang berada tepat di atas pinggang.
"Kontek ... kontek ...."
"Oke, yang kontek silakan masuk. Ganti ..."
"Selamat malam, Marshal. Ganti ...."
"Ganti kembali. Operator siapa, mohon dibongkar. Ganti ...."
"Saya, Reina. Ganti ...."
"Oke, selamat malam, Ndan. Mohon diberitahu 10-2? Ganti ..."
Reina menghela napas. Sebaiknya Marshal cepat kembali ke sini.
"10-2 di jalur terminal 3 Soetta. Ganti ..."
"Terminal 3? Ganti ...."
"Korek ... 10-14 Anak Kijang di sini. Ganti ...."
"Oke. Saya segera ke sana. Ganti ...."
"Baik. Saya tunggu, 8-6. 8-1-3," tutup Reina yang kembali menyimpan Handy Talky miliknya ke atas pinggang.
Ia merengut, merutuki dirinya sendiri. Seharusnya tadi ia berhasil membekuk copet liar tersebut. Ah, kenapa juga roknya harus mempersulit!
Saat Reina terus merutuk. Ia tak menyadari ada seseorang tengah berlari tepat di belakang tubuhnya. Menghantam, hingga membuatnya limbung jatuh ke bawah paving block.
"Astagfirullah!"
"Maaf, saya sedang buru-buru." Suara berat milik sang pelaku, membuat Reina mendengus tidak terima. Enak saja, memang lutut dan bokongnya tidak sakit apa?
"Buru-buru sih buru-buru, anda pikir paving block kasur? Badan saya sakit! Anda enak saja bicara seperti itu."
"Maaf," kata si pelaku sambil menjulurkan tangannya di hadapan Reina. Pun perempuan itu langsung menggelengkan kepala. "Tidak, terima kasih. Saya bisa sendiri." Ia lalu bangkit, dan menunduk untuk merapikan kembali roknya.
"Sekali lagi saya minta maaf. Lain kali mungkin akan lebih berhati-hati."
"Oh, harus!" Reina mendongak, terkejut saat netranya malah melihat sosok Arka, lelaki yang tempo hari dilihatnya.
"Ada lagi yang terluka?" tanya Arka ingin memastikan bahwa Bulannya memang baik-baik saja.
Menggeleng, Reina segera membuang muka ke lain arah. Dari sekian banyak orang, kenapa harus bertemunya dengan Arka? Perasaan jelas bandara ini tak sesempit yang ia kira.
Arka terdiam dengan mata yang tak lepas mengamati gerak-gerik Reina. Jika boleh jujur, mungkin sedari tadi ia sudah memeluk tubuh Bulan di hadapannya. Pun perempuan yang amat dirindukannya itu kini hanya tertunduk gugup, tak mau bersitatap dengannya.
Menautkan jemari, Reina bergumam.
Ya Allah, ada badai lewat, kek. Biar Rei kebawa.
"Arka!" Interupsi seseorang membuat Reina maupun Arka menoleh. Terlihat seorang pramugari cantik, sedang menyeret koper mininya datang menghampiri.
"Lama banget, sih! Keburu jamuran gue tau, gak?" hardiknya, dibalas Arka dengan senyuman.
Hati Reina mencelos, betapa serasinya kedua insan berbeda jenis di depannya ini. Satu profesi, satu frekuensi juga mungkin.
"Gue perlu waktu buat puter balik, Kel."
"Ya, tapi lama! Gue kesel nunggunya."
Reina menunggu respon apa selanjutnya dari Arka. Pun lelaki itu tetap menyunggingkan senyum andalannya, seperti memang sudah terbiasa.
"Iya, maaf. Yang penting kan gue udah ada di hadapan lo sekarang."
Arka refleks atau sengaja Reina tidak tahu. Yang jelas hatinya sakit saat melihat lelaki itu mengacak-acak rambut pramugari di depannya gemas, persis saat ia mengacak rambutnya dulu.
"Diem, ah! Kusut rambut gue."
Ya Allah, Marshal di mana, ya?
Arka terkekeh, sedikit panik saat sudut matanya tidak menangkap bayangan sosok Bulannya. Reina ke mana?
"Cari apa?" tanya Kelly melihat wajah was-was Arka.
Tidak menjawab, dan malah membalikan badan, Arka berlari pelan menyusuri paving block.
"Arka, ngapain sih?"
Arka mengacak rambutnya kesal. Seharusnya tadi ia tahu ke mana perginya Reina. Pasti sekarang, Bulannya itu akan berpikiran yang tidak-tidak tentangnya.
"Arka, I tell you!"
Arka tersenyum masam. Tidak bisa terbayangkan jika ia harus kembali dijauhkan oleh Bulannya.
▪▪▪
"Jangan sampai!"
Explanation:
10-2: Mengerti/Berada di--
10-14: Informasi
Anak kijang: Pencuri
8-6: Dimengerti
8-1-3: Selamat bertugas.
Untuk informasi lebih jelas, boleh searching lagi di google. Jadi, mohon maaf bila ada kesalahan.Chorim,
Vote dan commentnya saya tunggu
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Pilot
RomanceBagaimana setelah kau memutuskan untuk pergi? Adakah yang kau rasa berbeda setelah hari-hari kita tak menemukan tawa lagi? Ah, mungkin hanya aku yang merasakan ini seorang diri. Ya, aku telah menetapkan hati. Jika kau pergi, aku pun lari. Namun, jik...