22 - Trauma

141 8 0
                                    

"No! Papa sama Om Raffi tetap gak boleh berangkat!"

Arka kecil sedang mencoba menghadang pergerakan dua lelaki berbeda usia yang berencana pergi bertugas keluar kota. Ntah memiliki sebuah firasat yang kurang baik atau apa, Arka yang notabene selalu bersikap manis kala sang papa berpamitan, kali ini lebih bersikap rewel layaknya anak yang sangat takut untuk ditinggalkan.

"Arka, Sayang. Papa dan Om Raffi-nya kan harus kerja dulu. Nanti kalau kerjaannya udah selesai, baru mereka bisa main lagi dengan Arka." Mama Arka mencoba menenangkan. Namun, sang anak malah semakin berontak seperti kesetanan.

"Nda! Papa sama Om Raffi harus tetap di sini!"

Mama Arka cukup kewalahan, pasalnya Arka jarang sekali bersikap tantrum seperti sekarang ini. Teriakannya bahkan telah menarik perhatian orang-orang yang sedang berlalu lalang di bandara, juga turut membangunkan Raya kecil yang tengah tertidur pulas di pelukan sang mama.

"Mas, Dek, udah kalian langsung boarding aja. Biarkan aku yang urus Arka."

"No! Mama, no!" Arka mencoba memberontak dari dekapan sang mama. Benar-benar para orang tua di hadapannya ini, tidak bisakah mereka menuruti keinginannya sedikit saja?

"I love you, Sayang. Mas akan cepat pulang." Di tengah kegetiran sang istri dalam menahan tubuh Arka dalam rengkuhannya, Papa Arka berpamitan dengan melumat singkat bibir sang istri. Tidak lupa juga untuk berpamitan dengan sang putra. "Arka, jagoan Papa yang paling baik. Jaga Mama dulu, ya, Nak. Papa sama Om Raffi pamit dulu. Maaf kalau Papa gak dengerin apa mau kamu. Tapi, Papa benar-benar sayang sama kamu. Jaga Adik Raya juga, ya, Sayang. Kalian harus selalu akur."

Tantrum Arka seketika mereda. Ya, walau sikapnya hari ini terkesan kurang baik, tapi Arka sebenarnya adalah tipe anak yang super penurut. Setelah meminta rengkuhan sang mama untuk dilepaskan, Arka lantas memeluk erat tubuh sang papa.

"Arka itu gak mau kehilangan Papa. Jadi, Papa sama Om Raffi harus hati-hati, ya."

Papa Arka mengecupi setiap inci wajah putranya. Ia sangat bersyukur bisa memiliki buah hati yang cerdas juga baik akhlaknya seperti Arka Bintang Reftara.

"Papa janji kalau Papa akan selalu berhati-hati. Don't worry, Sayang."

Papa Arka segera memboyong Arka untuk turut berpamitan dengan sang paman. Ia menyerahkan Arka ke dalam gendongan adik iparnya untuk lantas dikecupi seperti halnya yang ia lakukan tadi.

"Om Raffi titip Adik Raya, ya, Sayang. Jaga dan ajak main Adiknya. Nanti pulang bertugas Om kasih hadiah."

Mata Arka tidak berbinar seperti biasanya. Ia hanya mengangguk patuh, tidak berani untuk protes apa-apa.

Setelah drama perdebatan berakhir damai. Ada hati Arka yang terus menerus was-was memerhatikan dua sosok lelaki yang perlahan menghilang ditelan kerumunan.

"Hati-hati Papa, Om Raffi! I love you so much!"

Semoga kalian baik-baik saja.
.
.

Melenceng dari Runway, Pesawat Jatuh Tewaskan 15 Penumpang

KORANBALIKPAPAN.CO - Kecelakaan pesawat terjadi di Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan, Jum'at (25/10) pagi. Lima belas orang dinyatakan meninggal dunia, dan dua puluh orang lainnya mengalami luka berat. Diduga pesawat Boeing 737-300 TransBorneo Air dengan nomor penerbangan TB3105 yang lepas landas dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai (DPS) Denpasar Bali menuju Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan mengalami kegagalan fungsi mesin/instrument engine.

Diperoleh informasi bahwa ada angin yang bertiup cukup kencang dari arah utara ke selatan dengan kecepatan 30 knots, sehingga mengakibatkan pesawat yang mengangkut 50 orang penumpang melenceng keluar dan jatuh di laut seputaran approach area runway 22. Jumlah penumpang dari data manifest diketahui berjumlah 44 orang dan 6 kru. Di mana dua orang dari total korban yang meninggal adalah pengusaha batubara yang cukup terkenal asal Balikpapan.

Setelah melihat koran yang tergeletak tepat di atas meja, Arka segera bergegas untuk membakarnya sampai habis. Karangan bunga untuk mendiang sang papa juga sang paman bahkan masih terus berdatangan. Pun berita yang tertera di koran malah akan semakin memperkeruh keadaan.

Kejadian nahas itu memang telah merenggut dua sosok panutan dalam hidupnya. Namun, ia tidak bisa jika harus melihat sang mama menderita sendirian. Ya, bagaimana tidak? Beberapa waktu yang lalu ia rasa dunia sang mama seketika runtuh kala mendengar kabar bahwa suami dan adik laki-laki yang amat dicintainya harus merenggang nyawa dalam sebuah kecelakaan pesawat. Arka tidak berani membayangkan seberapa terpukulnya jiwa sang mama yang seketika itu dipaksa untuk menerima semua kenyataan.

"Mas Arka. Ayo makan dulu, Mas." Umi Rum datang membawakan nampan yang berisi sepiring nasi juga ayam serundeng kesukaan Arka, tidak lupa dengan beberapa potong roti susu yang menggugah selera.

"Tolong simpan dulu aja, Umi. Arka mau ke Mama dulu." Dengan sopan Arka menolak tawaran asisten rumah tangga kepercayaan keluarganya.

Sudah hampir satu setengah minggu Mama Arka hanya mampu berdiam diri di kamar. Sama sekali tidak ada gairah kehidupan. Arka sangat takut saat membayangkan kalau ia akan kembali ditinggalkan. Mamanya sedikit demi sedikit harus segera bangkit, agar pikiran untuk meninggalkan Arka seorang diri itu bisa terhapuskan.

"Hai, Mama sayang. Mama lagi apa sekarang?"

Mama Arka tidak merespon apa-apa. Pandangannya hanya menatap lurus ke depan. Lingkar matanya sangat menggambarkan bahwa ia belum bisa tertidur dengan nyenyak.

"Hari ini kan Mama belum minum obat. Jadi, sebelum itu Mama makan dulu, ya, Ma."

Arka kecil yang bahkan belum genap berumur enam tahun sudah sangat berpikiran dewasa. Ia tidak ingin kesehatan sang mama terus menurun seperti beberapa hari ke belakang.

"Ma, makan dulu, yuk."

Melihat paras Arka yang sangat mirip dengan paras mendiang sang suami, membuat Mama Arka seketika histeris sambil menarik kuat kaus sang putra.

"Kenapa? Kenapa kamu malah pergi ninggalin aku sendiri di sini? Kamu egois! Kamu orang paling egois yang malah pergi bersama adik dan kedua orangtuaku! Untuk apa aku hidup di dunia ini tanpa kalian semua, hah? Aku sungguh gak siap dengan takdir yang sangat menyakitkan ini. Aku harus gimana sekarang?" Arka tidak kuat melihat jeritan syarat akan luka sang mama. Ia tidak boleh menjadi bocah egois, yang akan meninggalkan sang mama begitu saja. "Jawab, Mas! Jawab! Aku harus gimana sekarang?"

Dengan tenaga yang jauh lebih lemah dari sang mama, Arka kecil langsung memeluk tubuh itu erat.
"Tenang, ya, Ma. Tenang. Mama gak sendiri di sini. Ada Arka, Adik Raya, Tante Meta, dan bahkan Allah gak pernah jauh dari Mama. Jadi, tugas kita sebagai orang tersayang Papa di sini adalah mendoakan mereka yang udah duluan berkumpul di sana." Arka mencoba menatap netra sang mama. "Mama percaya Arka, 'kan? Arka sangat-sangat sayang sama Mama. I love you, Mama."

Ntah, mental Arka yang tumbuh terlalu cepat atau bagaimana. Tapi, bocah itu bahkan tidak mau menunjukkan kesedihan apapun di depan sang mama. Seperti terpatri dalam hatinya, kata-kata terakhir yang diberikan oleh mendiang sang papa bahwa ia harus menjaga juga melindungi orang-orang terkasihnya.

▪▪▪

"Ya, trauma memang ada. Tapi, hatinya haruslah tetap sekuat baja."

Vote dan comment itu perlu, see u


Chorim

The Perfect PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang