VOTE SEBELUM MEMBACA
HAPPY READING***
Trisya duduk diakar pohon, tempat sejuk yang disebut basecamp oleh Liam dan kawan-kawan.
Jam pelajaran ini Trisya lebih memilih keluar kelas karena memang sedang jam kosong. Dia sendirian karena Mona sudah berlayar ke pulau kapuk.
Agak memalukan untuk diungkapkan tetapi Trisya malah berharap bertemu dengan Lionel seperti terakhir kali.
Sepertinya dia memang sudah gila. Tolong siapapun ingatkan dirinya yang pernah membenci laki-laki itu separuh hati, tetapi sekarang malah mengharapkan keberadaannya.
Hening melanda dalam waktu yang lama. Dia hanya bersandar sembari membaca lembar demi lembar isi novel yang ia sudah ia ketahui alurnya.
Selama membaca sepuluh menit, dia meletakkan novel tersebut dipangkuannya. Tidak tahu mengapa justru Lionel terlintas begitu saja didalam kepalanya.
Dia tidak sedang jatuh cinta bukan? Ah, ayo lah. Jangan bercanda, ini tidak mungkin
"Hai," Baritone itu menyapanya dengan mendadak membuat jantung Trisya hampir meledak karena terkejut.
"Aaaa." Gadis itu benar-benar tersentak nyaris jantungnya mencelos keluar. Mengusap dada mencoba mengatur organnya yang masih shock.
"Segitu banget kagetnya." Lionel terheran-heran.
Wajah luka lebam yang ia dapatkan pagi tadi masih membekas jelas. Babak belur itu bahkan tidak terlihat sebagai kecacatan fisik ketika ada diwajahnya.
"Iya lah, bego! Bayangin aja lo lagi mikirin orang terus suaranya muncul, pake acara mendadak lagi." Cemoohnya, tetapi cukup didalam batin.
"H..hah iyaa. Soalnya lagi ngelamun." Trisya sedikit gugup menjawab Lionel. "Lo juga kenapa selalu dateng tanpa suara."
"Lo aja yang terlalu fokus sama isi kepala lo. Emangnya lagi mikirin apa sih?"
"Mikirin lo." Tentu saja Trisya menjawab didalam hati.
"Lagi mikirin utang nih. Lo mau bayar ngga?"
"Boleh, tapi ada syaratnya. Simpel kok." Lionel berbicara dengan wajah serius bak orang benar. Dia melanjutkan, "Tinggal kirim foto lo tapi sambil pegang KTP yah."
Trisya yang tadinya sudah melotot serius, sekarang melesukan kelopak matanya menatap laki-laki itu dengan malas.
"Itu mah lo pinjolin! Sama aja bohong bayar hutang pake hutang."
Lionel tertawa menampilkan deretan gigi rapihnya, matanya melengkung seperti sedang terpejam membuatnya tampak indah. Trisya bahkan terkesima melihatnya.
Perempuan itu kemudian ikut tertawa juga karena mata Lionel yang menyipit ketika tertawa. "Ketawa, Ken, bukan tidur."
Lionel langsung menolehnya dengan sisa-sisa tawa. "What? You called me Ken?"
Trisya mengangguk. "Ken for Khenan."
"... gue lebih suka." Sambungnya. "I mean sayang aja nama sebagus itu nggak kepake 'cause you're often called by your middle name, right?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Abyss of Love [REVISI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ⚠️ : 🔞 ( harap bijak memilih bacaan) Jatuh cinta itu, seperti jatuh kedalam jurang yang dalam. Terjebak didalam lembah gelap tanpa penerangan. Kelam dan dingin. Sunyi dan sepi. Tersesat dijalan yang akan membawa perjalan...