twenty three

124 13 0
                                    

VOTE SEBELUM MEMBACA
Selamat membaca


MELIHAT itu Trisya sampai tercengang takjub. Rasa takutnya memudar berganti rasa kagum melihat pemandangan luar biasa indahnya.

Sangat indah membuatnya menoleh kearah laki-laki itu penuh rasa haru. Merasa beruntung bisa melihat keindahan seperti ini didunia.

Melewati semak-semak yang sudah seperti pagar pembatas itu, Trisya seolah terlempar kedunia fantasi. Daerah yang tadinya hutan liar berganti menjadi hutan yang penuh keindahan, apalagi cukup bersih dan terawat.

Rumput yang menjadi alasnya berpijak pun seperti sengaja ditanam dengan rumput gajah mini, penerangan disana langsung dari sumber cahaya bulan karena sudah tidak ada lagi pohon-pohon besar yang mengelilingi. Ditambah juga penerangan remang-remang kekuningan dari tiang lentera yang berdiri disana.

"Tempat ini... lo yang rawat?" Trisya memandang Lionel dengan kagum.

Laki-laki itu mengangguk dengan wajah bangga.

"I can't say a word. It's the most beautiful sight I've ever seen."  Gumam gadis itu.

Mata Trisya bersinar kagum. Decakan-decakan yang mengumpamakan keindahan itu tidak henti keluar dari mulutnya.

Gemersik air terjun pendek serta sungai jernih yang mengalir deras itu membuat tempat itu berisik alias tidak sunyi. Suara air yang jatuh ke permukaan batu juga terdengar seperti terapi alami.

Trisya mendongakkan kepalanya dengan senyum yang terlukis indah sejak tadi. Senyumnya itu tidak bisa luntur sejak pertama melangkah kemari. Ribuan kunang-kunang berterbangan diatas kepalanya menyinari gelapnya malam.

Tak hanya sampai disana, terdapat juga beberapa jenis tumbuhan unik nan langka yang entah itu tumbuh secara alami atau ditanam oleh Lionel.

Ini lebih dari sekedar kata luar biasa.

Mau bilang dunia seperti ini hanya ada difiksi, tetapi dia sendiri melihatnya didunia nyata.

Dia menoleh pada Lionel, mengulas senyum paling tulus yang dia miliki. "Thanks. Bener-bener makasih udah mau bawa gue ke tempat seindah ini. Berkat lo juga, gue bisa lihat kunang-kunang yang pernah gue mimpiin. Makasih udah mau bantu gue mewujudkan itu."

Lelaki itu hanya mengangguk tipis dan juga tersenyum samar.

Trisya lanjut mengaggumi tempat itu dengan berlebihan, tempat yang memang patut dikagumi secara brutal. Keindahan yang membuat siapapun lupa untuk mengabadikannya lewat kamera saking indahnya.

Gadis itu semulanya duduk tanpa alas diatas rumput hijau tersebut, tapi selang beberapa menit dia berbaring diatas rumput basah terkena embun malam.

Biasanya Trisya risih saat pakaiannya kotor atau basah, namun kali ini ia mau menikmati malam indah ini seolah tidak mau mempedulikan masalah apapun yang sedang terjadi.

Lionel pun mengikutinya sehingga mereka baring bersebelahan menatao langsung bintang-bintang bertaburan dilangit malam. Ribuan kunang-kunang yang berterbangan terlihat seperti setitik cahaya yang bergerak sendiri.

Trisya berusaha menggapai setitik cahaya kecil itu ketika terbang didekatnya. Dia tertawa pelan saat si kunang-kunang malah terbang menjauh seakan tengah menggerutu kesal padanya.

Abyss of Love [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang