Selamat membaca
Grep.
Trisya terkesiap ia badannya tertarik ke samping—lebih tepatnya di tarik ke sebuah lorong sepi.
Gadis itu mengerutkan kening dengan wajah yang ingin marah sebelum memudar berganti dengan raut kebingungan penuh.
"Lho, Lionel? Kenapa lagi?"
Awalnya dia kira geng pembully, ternyata malah laki-laki tinggi dengan wajah flat itu.
Entah perihal apa laki-laki itu balik lagi untuk menemuinya tetapi Trisya justru emandang dengan kecurigaan, menyipitkan mata.
"Jangan bilang lo mau nembak gue?"
Dengan tangan berkacak dipinggang, laki-laki itu sempat tercengang mendengar penuturan blak-blakan tidak berdasar itu.
"Pede banget, sih. Kaya selevel aja sama gue." Hardiknya dengan mata tajam. "Gue mau nagih jaket gue."
Jantung Trisya mencelos ditempat. Ia jadi paham bagaimana rasanya jadi Selna yang dipermalukan.
Gadis itu berdeham, menetralkan rasa malunya. "Sombong banget sih. Jangankan selevel, nggak selevel aja gue masih nggak mau sama lo."
Lionel mengusap alisnya, lalu mendongak rendah. "Yaudah sih, anak kecil aja tau lo bohong. Sini jaket YSL gue!"
Dengan wajah masam gadis itu menjawab. "Lupa."
"Lupa apa pura-pura lupa?"
"What the f—!! Lupa beneran lah, ngapain juga pura-pura. Nggak segabut itu juga gue. "
"Bisa aja begitu. Lo mau bikin gue lupa sama jaket gue biar beralih hak milik. Kalau lo berpikirnya begitu, mending simpen lagi sih ide murahannya. Akan gue tagih terus."
Trisya tertegun, tak mengira Lionel akan menyangka begitu.
"Baru tau orang level kalangan atas kalo minjemin barang ternyata masih dimintain, kirain bakal beli baru lagi, kan uangnya banyak tuh. Kalo kek gini nggak beda jauh lah ya sama kalangan middle class. Tapi lo tenang aja, gue balikin kok. Gue nggak minat juga sama jaket lo." Gantian Trisya yang bikin Lionel merasa tertohok.
Laki-laki itu berdeham. "Ngetes doang sih tadi. Nggak usah dibalikin juga terserah gue nggak peduli. Dibalikin juga bakal gue buang. So, ambil buat lo aja. Kapan lagi punya jaket 200 juta ya kan? "
Trisya melotot kaget, lalu berusaha mengembalikan ekspresinya biasa saja. Siapa sangka harganya bakal dua ratus juta hanya untuk jaket. Barang branded yang Trisya punya juga harga yang paling mahal malah dibawah seratus juta.
"Dibilang gue nggak minat sama jaket lo."
Lionel terkekeh sinis. "Jangan sok sokan. Dari harga aja, jaket gue udah menggiurkan. Bohong besar kalo lo nggak punya minat sama barang mahal."
Trisya mendesis pelan. Perasaan kemarin saat menolongnya, Lionel tidak semenyebalkan seperti saat ini.
"Sori aja. Jaket lo nggak semahal harga diri gue yang udah lo remehin."
Tatapan rendah serta smirk yang mengejek itu benar-benar meremehkannya. "Emangnya harga diri lo berapa? Kalau disuruh pilih lo atau jaket gue, orang-orang juga pasti bakal pilih jaket gue."
Fuck. Trisya memandang Lionel penuh rasa geram. Laki-laki itu benar-benar menginjak-injak harga dirinya.
"Lebih baik daripada lo. Lo aktor kan, dibayar buat ngelakuin acting apa aja. Kalau disuruh ciuman sama digrepe-grepe juga jatuhnya udah murahan. Berarti bibir lo ada harganya dong. Mana udah dicoba ganti-gantian lagi. Seenggaknya gue belum tersentuh." Trisya membalas dengan senyum kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abyss of Love [REVISI]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ⚠️ : 🔞 ( harap bijak memilih bacaan) Jatuh cinta itu, seperti jatuh kedalam jurang yang dalam. Terjebak didalam lembah gelap tanpa penerangan. Kelam dan dingin. Sunyi dan sepi. Tersesat dijalan yang akan membawa perjalan...