thirty three

65 7 0
                                    

Selamat membaca

SEORANG gadis menghela nafas seraya menepuk punggung gadis berambut lurus yang sudah sejak tadi menangis, diam tanpa mau memberitahukan alasannya.

Trisya menggaruk pelipisnya, pun kebingungan harus melakukan apa terhadap Mona yang tidak bisa ia pahami kali ini.

"Udah dong, Mon. Lo kenapa? Coba cerita dulu." Gadis itu menyentuh kepala Mona yang tengah duduk meringkuk, menyembunyikan wajahnya.

"Lo kena marah bokap lo ya?"

"ATM lo disita?"

"Atau mobil lo mau dijual?"

Semua pertanyaan yang dilontarkan Trisya itu tidak dibenarkan oleh Mona lewat gelengan kecil. Gadis yang menangis itu mendongakkan wajahnya, memperlihatkan wajah kacaunya serta hidungnya yang memerah.

"Uh, sayangku!!" Trisya langsung memeluk sahabatnya, mencoba menguatkannya meski entah apa masalah yang dimiliki Mona. Gadis itu sama sekali tidak membuka suara.

Menjelang malam tadi, Mona berkata ingin kerumahnya karena ingin bercerita. Namun begitu sampai, perempuan itu langsung diam-diam menangis dikamarnya yang bahkan baru Trisya sadari setelah beberapa menit.

Mona menangis semakin keras ketika Trisya memeluknya. Ia balas memeluk sahabat kecilnya itu tidak kalah erat sambil menumpahkan air mata.

Ketika pelukan itu terurai, Mona mengusap matanya, ia menunduk pelan. "G..gue..."

"Iya. Lo kenapa?" Trisya bertanya pelan, tapi raut wajahnya sungguh sangat tidak sabar untuk ingin tahu.

"G...gue—"

"Mon, lo bukan mau bilang lo hamil kan?" Trisya memekik keras, memandang Mona dengan tatapan horor.

Mendengar itu, Mona langsung memberi geplakan keras pada lengan atas Trisya membuat perempuan itu langsung mengaduh.

"Jangan sembarangan! Gini-gini gue ngga seliar itu." Teriak Mona disela-sela isak tangisnya.

"Halah, itu cuma karena lo belum punya pacar aja." Cerocos Trisya membuat Mona mendelik kearahnya dengan mata yang masih penuh air mata.

Mona menghembuskan nafasnya, tubuhnya melesu mengingat hal yang membuatnya menangis. Dia mengapus air matanya yang lagi-lagi terjatuh dengan kasar.

"Tadi sore pas pulang sekolah gue liat Stefan dijemput sama cewe. Iya gue tau, gue ngga berhak cemburu gini. Tapi gue cuma—ah gatau gue sedih aja liatnya. Dia salah satu temen cowo gue yang bener-bener care, and i think we're get closer. Enak aja ngomong sama dia, gue ngerasa klop. Gue pikir dia bakal jadi temen terdekat gue setelah lo, Cel. But then I feel I started to falling in love with him. " Mona mengakui bersama tangisannya yang mulai mereda seiring dia bercerita.

"Gue tau gue salah, but love isn't a mistake, right?  Mungkin gue aja yang terlalu baper, Stefan juga nganggep gue ngga lebih dari temen. Tapi gue punya sebersit harapan sama dia. Kalau dia ngga suka gue, gue bakal bikin dia suka gue. Tapi semua itu lenyap ketika gue liat dia punya cewe. Then, I feel broken. He has a girl? I didn't imagine that in my head before, Celine." Mona bercerita dengan luapan emosinya. Matanya kembali banjir disusul bahunya yang bergetar kembali.

Abyss of Love [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang