Seperti biasa jangan lupa vote ya💓
Selamat membaca
PERASAAN Trisya jadi tidak tenang setelah mengabaikan telepon dari laki-laki bernama Timothy.
Disini dia berada, tepatnya lokasi dibelakang kantin yang sangat sepi. Duduk dibawah pohon rindang dengan sebatang rokok terselip dijari cantiknya.
Dia sudah memperhatikan tempat ini beberapa hari terakhir, jarang sekali dia lihat ada siswa yang pergi kemari bahkan nyaris tidak ada. Padahal... ini lokasi strategis untuk sekedar bersantai atau menongkrong.
Trisya menyandarkan punggungnya dibatang pohon, menyesap rokoknya sembari merasakan sapuan halus sepoi-sepoi angin yang berhembus disekitarnya. Sejuk sekali rasanya.
Matanya pun terpejam mencoba menikmati kedamaian ini meski hanya sesaat. Perempuan itu menoleh ke belakang ketika timbul suara canda berisik dari segerombolan laki-laki serta suara hentakan keras ditanah.
Para siswa laki-laki yang baru selesai memanjat tembok itu pun terkejut kala ia menampakkan dirinya dari balik pohon.
"Kalian dari mana para badjingan?" Seru perempuan itu menyapa sekelompok laki-laki yang dia kenal.
Terlihat dari mereka yang kebingungan melihatnya disini, lalu salah satu dari orang disana menyahutnya dengan suara ketus. "Ngapain lo ada disini?"
Trisya spontan melirik kearah laki-laki yang berbicara barusan, lalu memutar bolamatanya malas. "Karena gue punya kaki. Mang napa? Tanah kakek lo?"
"Pergi lo!" Usir Lionel terang-terangan, mengibarkan aura permusuhan yang kental.
Melihat itu, Alsen langsung menengahi. "Eh, kalem, Nel. Gapapa lah kalo Tritty ke sini."
"Tridi? Apaan buset. Gambar?" Celutuk Arion heran.
"It's me, Trisya pretty." Perempuan itu menjelaskan dengan centil, tampak luar biasa percaya diri. Tapi ya memang cantik, sih.
"Udah kayak seni aja segala pake 3D. " Tambah Stefan geleng-geleng.
"Sirik lu. Cantik emang seni, keules." Timpal Trisya berdecih.
"Iye dah, serah lu. Semuanya aja bilang seni sekalian."
"Emang. Ini nih contoh orang yang sekolah otaknya ketinggalan dirumah." Semprot Trisya membuat yang lain tergelak, kali ini Arion lebih kencang. Terkecuali Lionel tentunya yang masih setia dengan wajah lempengnya.
"Biarin aja, Stef. Dia lagi ngomongin diri sendiri." Ujar Lionel melunturkan tawa diwajah mereka, lalu melenggang pergi bersamaan dengan hancurnya suasana disana.
"Maklumin ya, biasanya dia nggak gitu kok." Liam menepuk pundaknya pelan, lalu mengajak mereka semua untuk duduk diakar pohon besar itu.
"Emangnya si Squidward itu biasanya nggak gitu ya?" Tanya Trisya lantaran masih merasa sebal dengan aktor songong itu.
"Anjir, Squidward awokawok. Parah lu" Arion menepuk lengan Trisya pelan, merasa perempuan itu sungguh jenaka.
"Ya lagian. Karakternya mirip, pemarah mulu."
"Emang suka songong sih orangnya, tapi ga beneran songong juga." Alsen menambahi
"Lah, gimana maksudnya?"
"Karakternya tuh kaya yang percaya diri abis, tapi nggak licik. Justru gue agak kaget liat dia gitu ke lo, malah biasanya dia welcome dan suka bercanda juga. Lo abis ngelakuin sesuatu kali sampe dia sebenci itu." Liam malah memandangnya curiga yang berakhir mendapat geplakan dari perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abyss of Love [REVISI]
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ⚠️ : 🔞 ( harap bijak memilih bacaan) Jatuh cinta itu, seperti jatuh kedalam jurang yang dalam. Terjebak didalam lembah gelap tanpa penerangan. Kelam dan dingin. Sunyi dan sepi. Tersesat dijalan yang akan membawa perjalan...