🌷[ 08 ] ARC 1 : TRANSMIGRASI

774 52 0
                                    

"Harus berapa kali gue bilang, kalo lo berani macem-macem sama Icha, gue ga akan segan main tangan!" Zion menatap tajam Gisel yang saat ini sedang ia cengkeram pipinya.

Bukannya mencoba melepaskan tangan Zion dari pipinya, Gisel justru diam saja. Dengan berani ia membalas tatapan berapi-api cowok itu.

"Semakin lo ngancem gue, semakin gue bersemangat buat bully cewek sialan itu," balas Gisel tak gentar.

Zion mendesis. Mengancam Gisel sama halnya seperti menyiramkan bensin ke dalam api. Gadis itu malah makin tertantang. Nyalinya tak akan ciut hanya dengan pelototan nyalang.

"Zion! Apa-apaan, sih, lo!" Dari pintu kelas, seorang gadis berwajah sama persis seperti Zion datang bersama gadis lainnya.

Itu adalah kembaran Zion, Ziana Violetta. Sementara gadis satunya adalah Helen Camilia.

Cengkeraman tangan Zion lepas. Ia beralih menatap adik kembarnya itu sembari bersidekap dada. "Apa? Lo mau belain dia lagi? Gila lo! Yang kembaran lo siapa, dah?"

Ziana berdecih sinis. "Emang lo masih nganggep gue kembaran? Kalo iya, seharusnya lo ga merendahkan martabat keluarga kita dengan deket sama cewek udik dan miskin itu!"

"ZIANA!" Zion murka, satu kelas bergema oleh suaranya. Seluruh murid yang ada di sana refleks tutup telinga. Siapapun tahu, Zion paling tidak suka ada yang menjelek-jelekkan Daisha.

"Oh, berani lo ninggiin suara lo ke orang yang lo anggep kembaran cuma karena cewek udik?" sarkas Ziana, lalu membuang muka, tak cukup percaya dengan perilaku Zion.

Zion mengatur nafasnya. Saking emosinya, ia sampai kelepasan terhadap saudarinya sendiri.

"Udah, sih, Zi. Aduin aja sama mami lo. Biar kapok dia." Helen di sebelah Ziana mengompori.

"Ga usah ikut campur lo!" ceplos Zion. Karena muak berlama-lama di kelas ini, ia pun melenggang keluar begitu saja.

Di luar pintu, rupanya ada Reja yang sedang menguping keributan tadi. Dia bersandar dengan kedua tangan menelusup di saku celana, dan kaki yang menyilang.

Zion meliriknya sebentar, lantas melanjutkan perjalanan dengan acuh tak acuh.

Aura Reja menggelap, ia mengeluarkan tangannya dari saku dan mengepalkannya dengan kencang. Meski diam, tapi sorot mata Reja yang tajam tak lepas dari punggung tegap Zion yang semakin menjauh.

Berani-beraninya si brengsek itu menyakiti Gisel.

Gisel yang jiwanya merupakan jiwa Ruby. Reja pasti akan membalas cowok itu nanti.

"Lo? Ngapain di sini?!" Ketika Gisel bersama kedua temannya keluar kelas, ia langsung mendapati keberadaan Reja di sana.

Seperti biasa, wajah Gisel selalu tidak santai saat berhadapan dengannya.

"Sel, lo ... ngomong sama dia?" Helen ragu-ragu bertanya, menilik penampilan Reja dari bawah ke atas.

Bagi gadis-gadis primadona seperti mereka, berandalan hanyalah orang-orang kelas rendahan yang tak pantas diajak bicara.

"Tau, ih. Mending jangan dilanjutin, entar lo diapa-apain lagi sama dia," timpal Ziana.

Reja bukan tak emosi mendengarnya. Bisa-bisanya dua gadis sok tahu ini berkata begitu. Padahal ia susah-susah datang ke dunia novel ini untuk melindungi Gisel. Tetapi malah difitnah seperti itu.

Namun, sebisa mungkin Reja menyimpan ekspresi dan emosinya. Jangan sampai ia kelepasan kalau tak mau Gisel semakin menjauhinya. Mulai sekarang, Reja harus membangun image yang baik agar Gisel tidak membenci keberadaannya. Ya, itulah misi pertamanya di sini.

ALAVENDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang