🌷[ 34 ] ARC 1 : TRANSMIGRASI

354 37 0
                                    

Gisel berdiri di belakang Griffin yang berjongkok di bibir rooftop. Mereka sama-sama diam, tak ada yang mulai bicara. Sepasang kakak beradik yang asing itu tengah bergelut dengan pikirannya masing-masing.

"Kenapa ...?" Gisel lah yang pertama buka suara dengan kepala tertunduk dalam. "Kenapa lo kabur? Kenapa lo ga pernah balik ke rumah?"

Rasanya sakit sekali waktu itu. Saat Griffin pergi dan tak pernah kembali lagi. Gisel seolah kehilangan tameng pelindungnya. Hingga mengubahnya menjadi sosok yang haus kasih sayang terhadap orang lain.

Itu juga mengapa dia tidak bisa melepaskan Zion begitu saja. Itulah mengapa Gisel keukeh mengejar Zion walau dicampakkan berkali-kali.

Griffin berdiri, kedua tangannya menelusup di saku celana. "Emangnya siapa orang idiot yang butuh pelaku kriminal tinggal di rumah?"

Gisel meneguk kasar ludahnya. Kontan mendongak menatap punggung sang kakak.

"Tapi semuanya bisa dibicarakan ..." Suara Gisel mengecil. Ia ingin sekali mengatakan, bahwa tanpa Griffin, dirinya hancur. Gisel bahkan menjadi bodoh hanya demi mendapat cinta seorang laki-laki.

"Ga ada yang perlu dibicarakan." Griffin berbalik, menatap Gisel tanpa ekspresi. "Waktu itu, semua bukti mengarah ke gue. Gue terbukti bersalah. Gue ga bisa ngelakuin pembelaan."

Gisel menatap Griffin tanpa berkedip dengan sorot terluka.

Ketika Griffin disudutkan oleh keadaan, dia hanya bisa tercekat dengan mata membola. Griffin tak dapat mengelak dengan perbuatan yang tidak ia sadari. Sebelumnya, dia hanya pergi ke club mencari keberadaan temannya.

Tetapi, di sana dia malah diajak mabuk-mabukan sampai kehilangan setengah kesadarannya. Saat terbangun, Griffin telah berada di dalam kamar bersama seorang gadis yang tak ia kenal.

Gadis itu menangis pilu, dalam keadaan telanjang mencoba menutupi dirinya dengan selimut. Griffin hanya bisa terdiam, tak mengerti apa yang terjadi. Lalu di sepersekian detik, kamar itu digerebek.

Ada tiga orang pria mendobrak masuk. Dan salah satu pria itu adalah ayahnya sendiri.

Griffin lemas. Kala itulah, ia melihat Adryan menatap tak percaya ke arahnya. Dibalik sorot mata sang ayah, Griffin melihat riak kecewa yang amat mendalam.

Rasa bersalah seketika mengungkung Griffin. Dia membeku, tidak bisa menjelaskan apa pun. Yang ia pikirkan hanyalah, bagaimana kecewanya seorang ayah yang membesarkan anaknya dengan baik, tapi berakhir gagal hanya karena kesalahpahaman.

Griffin tak bisa berkata-kata dan memilih kabur dari situasi itu. Dia lari dari keadaan. Berubah menjadi pecundang. Itu karena dia tak sanggup untuk menjelaskan semuanya pada sang ayah yang mungkin sudah terlanjur kecewa.

"Makanya gue ga pernah balik lagi," tukas Griffin, mengakhiri ceritanya. "Papa nggak butuh anak sialan kayak gue."

Gisel mengepalkan erat kedua tangannya. Detik berikutnya ia maju, mencengkeram kerah jaket Griffin hingga membuat pemuda itu termundur beberapa senti.

Dengan tatapan berapi-api, Gisel menyentak, "TERUS KENAPA GAK LO JELASIN?! KENAPA LO BERLAGAK BISU?! GUE PERCAYA LO GAK MUNGKIN NGELAKUIN HAL KAYAK GITU! TAPI KENAPA LO MALAH LARI DARI KENYATAAN?!"

Griffin tak menyangka Gisel akan semarah itu mendengar ceritanya.

Gisel mengendurkan cengkeramannya, lalu dilepas begitu saja. "Sakit banget tau ..." Suaranya parau, rasa sesak menyeruak di rongga dadanya.

"Sakit banget ..." Air mata Gisel jatuh. "Selama ini lo selalu ngelindungin gue, lo bahkan janji untuk selalu ada di sisi gue. Tapi nyatanya, lo malah jadi pecundang. Lo kabur cuma karena takut ngejelasin yang sebenernya terjadi."

ALAVENDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang