🌷[ 24 ] ARC 1 : TRANSMIGRASI

408 40 0
                                    

Reja mengantar Gisel ke rumah. Memarkir Yamaha XSR 155 kesayangannya di pekarangan rumah ini seperti biasa. Cowok itu mengekori langkah Gisel, ikut masuk.

"Mama?" Gisel bersuara.

Di ruang tamu, kedua muda-mudi itu melihat seorang wanita sedang duduk di sofa menonton acara tv.

"Loh, Gisel? Udah pulang. Sama Rei, ya?" Azana tersenyum sampai matanya menyipit, gembira dengan kedatangan mereka.

Sebelumnya, Gisel memang sudah menceritakan tentang Reja dan anak-anak Trevor pada Azana. Jadi, wanita itu tidak kaget.

Azana tidak terlalu membatasi pergaulan Gisel. Dengan siapa dia dekat dan berteman, itu terserah pada anaknya. Asal menurut Azana baik, dirinya tidak akan mencegah.

"Malem, Tante," sapa Reja, ramah.

Azana sumringah, ia mendekati Reja dan mengunyel-unyel pipinya. Cowok itu pun pasrah saja. "Malam juga, Calon Mantu. Gimana hari ini? Gisel nggak ngapa-ngapain, kan? Apa dia berulah lagi?"

Mendengar namanya disebut, Gisel menyeletuk berapi-api, "Kok Gisel, sih?! Emang Gisel kenapa?"

Reja terkekeh kecil, menggeleng. "Gak ada apa-apa, kok, Tan. Gisel baik, kan pawangnya saya."

Azana manggut-manggut, mempersilakan Reja duduk. Mereka terlibat obrolan panjang, sementara Gisel di dapur mempersiapkan makan malam yang dibeli mamanya dari kafe.

Di luar, Kenan sampai di teras. Melihat terdapat motor hitam parkir di pekarangan, dia langsung tahu bahwa Reja ada di rumah ini. Cowok itu urung masuk. Berbalik badan hanya untuk pergi lagi dari rumah ini. Tujuannya sekarang adalah rumah Daisha.

Begitu makan malam siap, Gisel menghidangkannya di meja makan. Ketiga orang itu bersiap makan ketika pintu rumah tiba-tiba terbuka lebar tanpa ada suara ketukan terlebih dahulu.

"MALING, YA?!" Azana reflek berdiri, mengangkat garpunya tinggi-tinggi untuk mengancam orang yang masuk sembarangan ke rumahnya ini.

Seorang pria, anak rambutnya panjang hingga menjuntai menutupi mata. Melangkah masuk lebih dalam, mendekati meja makan untuk ikut bergabung.

"Astaga, ganteng-ganteng gini dibilang maling." Ia garuk-garuk kepala, sambil menatap hidangan di meja makan.

Azana mencebik, kembali duduk. "Dih, pede banget! Padahal udah banyak keriputnya di muka," ejek wanita itu.

"Kenapa, sih, nggak diketok dulu?! Untung mama nggak langsung lempar garpunya." Gisel mengomel galak.

Reja melongo melihat interaksi tiga orang itu. Ia merasa bingung. Siapakah lelaki asing yang baru datang ini? Kenapa bisa langsung akrab?

Jangan-jangan ...

"Aduh, piring Papa mana? Masa pulang-pulang malah disambut pake garpu tajem?"

... Papa Gisel.

Tuh, kan. Benar dugaan Reja.

Tetapi, ia tak pernah menyangka Gisel memiliki sosok ayah yang seperti itu. Selama ini, dalam bayangannya, ayah Gisel adalah seorang pria berdasi yang tegas dan berwibawa. Sangat dipatuhi dan dihormati. Siapa sangka malah sangat jauh dari kenyataannya?

"Ambil sendiri," ceplos Azana, melipat lengan di depan dada. "Udah masuk-masuk kayak maling, masih mau ngerepotin?"

Adryan-Papa Gisel-mengeluh. "Jahat banget, sih. Kan papa kepala keluarga. Harusnya dilayani dengan sepenuh hati."

Pandangan Adryan beralih pada Reja, baru menyadari keberadaan cowok itu. "Loh, kamu siapa? Pacar Gisel, ya?"

Reja terkesiap dan menggeleng kencang. "A-anu, Om ..."

Adryan menyipitkan matanya, mendekatkan kepalanya pada Reja. Mengamati anak muda itu dari bawah ke atas dengan sorot yang serius. Tampak seperti berandalan.

Ada empat lubang tindik di masing-masing telinga, serta satu di bibir bawah. Rambutnya yang agak gondrong dikuncir ke atas, dan pakaiannya hitam-hitam.

"Wow, macho bin sangar!" puji Adryan tak terduga. Ia beralih pada anaknya. "Nemu di mana spek cowok semacam ini, Nak?"

Gisel mendengus. "Banyak tanya Papa, ih. Mau makan nggak? Kalo ngga, mending minggat lagi sana!" usirnya.

Adryan berpaling ke arah Reja, sambil lalu menunjuk Gisel dengan satu tangan. "Liat dia, Nak. Cuma berandalan macem kamu ini yang bisa naklukin cewek galak kayak dia. Selamat, ya, kamu berhasil!"

Tangan Reja dijabat, digerakkan ke atas ke bawah. Kata Adryan lagi, "Oke, kamu lulus sebagai calon mantu saya. Jaga Gisel baik-baik!"

Azana dan Gisel dibuat geleng-geleng kepala dengan kelakuan pria itu. Gisel bahkan sampai memijat pelipisnya sendiri.

"Kenan ke mana? Kenapa belum pulang?" Adryan duduk, mengedarkan pandangan mencari sosok jangkung Kenan. Tapi tak ditemukannya.

Azana mengedikkan bahu, tidak mau tahu menahu.

Setelah makan malam, Adryan menyisir rambut gondrong Reja dan mengepangnya. Reja hanya bisa pasrah dipermainkan seperti itu oleh ayah Gisel. Mereka jadi terlihat seperti sepasang anak dan ayah yang akur.

"Gue baru tau ada ayah macem ini." Meski kelihatan anteng begitu, dalam hatinya Reja membatin lesu.

Untunglah Gisel datang dan menggetok puncak kepala Adryan sehingga membuat lelaki itu menghentikan kegiatannya mendandani Reja.

"Aduh, Gisel, kenapa Papa dipukul?" Adryan mengusapi kepalanya. Sedangkan Reja sedikit tercengang dengan perbuatan Gisel.

"Bisa-bisa Papa dikira ODGJ sama Rei. Mending ngelakuin hal normal, deh, kayak orang tua-orang tua pada umumnya," nasihat Gisel, memasang raut geram.

Adryan melambaikan tangan tak peduli. "Ini urusan lelaki. Kamu mana paham?"

Dug!

Sekali lagi, Gisel menggetok kepala ayahnya. "Urusan lelaki macam apa itu? Lagian, udah malem, Rei mau pulang. Awas aja besok digangguin lagi!" peringatnya dengan tatapan tajam.

Bibir Adryan sedikit terbuka, sumringah. "Berarti Rei besok ke sini lagi? Hm, bagus-bagus. Papa jadi ada temen."

Gisel menendang bokong Adryan hingga ayahnya itu menjerit. "JANGAN NGACO!!" teriak gadis itu.

Reja pun dibiarkan pulang. Dalam kondisi kebingungan memikirkan bagaimana sifat keluarga Gisel yang cukup jauh dari perkiraan perkiraannya.

Secara tidak sengaja, Reja telah menjadi kesayangan ayah dan ibu Gisel. Penting atau tidak, itu telah mempermudah misinya dalam melindungi Gisel hingga tenggat waktu yang tersisa.

Esok pagi di sekolah, Gisel menceritakan keadaan keluarganya pada Reja. Ia juga meminta maaf karena perilaku ayahnya yang mungkin terlihat aneh. Namun, Reja justru menggeleng. Ia malah senang karena diterima baik di keluarga Gisel walau dirinya adalah seorang berandalan.

"Papa lo nggak aneh, kok. Malahan unik. Mama lo juga baik banget," puji Reja, tulus dari hati. Mereka sedang berada di balkon lantai dua, bersandar pada dinding pembatasnya.

Gisel tak menjawab apa-apa. Tetapi sejujurnya, ia senang ada yang memuji keluarganya.

"Jadi, di rumah lo cuman ada Om Adryan, Tante Azana, Kenan, sama lo doang?" tanya Reja, pandangannya sekilas teralih dari taman belakang sekolah ke wajah Gisel.

Gadis itu masih diam, lantas menggeleng. Wajahnya tampak enggan, tapi mulutnya mulai bercerita.

"Sebenernya gue punya kakak kandung cowok. Dia lebih tua dari lo dua tahun," ungkapnya. Rautnya terlihat muram ketika mengatakan itu.

Menyadari perubahan ekspresi wajah Gisel, tentulah Reja jadi penasaran. "Terus, dia di mana?"

Reja tak pernah tahu kalau Gisel punya kakak laki-laki. Kalau memang termasuk figuran, kakak Gisel tidak pernah disebutkan oleh Tiara sebelumnya.

Helaan nafas lesu Gisel terdengar. Ia menoleh, membalas tatapan Reja. "Dia kabur dari rumah, dan nggak pernah balik lagi."

Reja sedikit tercengang. Refleks bertanya, "Kenapa?"

Wajah Gisel tertunduk, mengamati taman di bawah. "Dia ngehamilin cewek. Makanya kabur."

___________

ALAVENDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang