🌷 FLASHBACK MOMENT || ARC 1

237 12 0
                                    

Kegilaan seorang Naufal Arendra yang sekarang ini terjadi hanya akibat hal kecil pada belasan tahun silam.

Ketika sekumpulan anak-anak lulusan SD yang baru saja selesai melaksanakan MOS berhamburan pergi ke kantin atau berkeliaran ke penjuru sekolah baru mereka, hanya tersisa dua orang yang menetap di kelas.

Salah satunya adalah Naufal yang selalu mengantuk di tiap keadaan. Lalu, satunya lagi seorang gadis berambut bondol. Ruby Catarina.

Tak kuat menahan kantuk, Naufal merebahkan kepalanya di meja dengan menjadikan lipatan tangan sebagai bantal.

Saat bersiap merasuk ke alam mimpi, perutnya tahu-tahu saja berbunyi cukup nyaring. Keroncongan. Dia belum makan apa-apa sejak berangkat ke sekolah.

Suasana kelas yang sepi tentu saja membuat bunyi perut Naufal dapat terjangkau oleh siswi yang duduk berjarak dua bangku di depannya.

Mustahil Naufal tak malu. Pipinya memerah. Rasanya dia ingin sekali menghilang dari muka bumi saking malunya pada gadis itu.

"Eh, lo lapar, nggak?"

Naufal terkejut. Suara halus tiba-tiba terdengar di dekatnya. Dia spontan terperanjat. Siswi yang tadi duduk diam di depan sana telah berdiri di samping bangkunya. Entah sejak kapan.

Gagap. Naufal kikuk. Bingung harus menjawab apa. Baru kali ini ada seorang cewek yang mau berbicara dengannya.

Ruby mengerti akan tingkah Naufal. Jadi dia tersenyum dan memperkenalkan diri terlebih dahulu supaya tidak terlalu canggung.

"Ah, gue Naufal. Naufal Arendra." Naufal menerima uluran tangan Ruby.

Ruby menyodorkan kotak bekal. Dia bilang, itu makanan yang dibawanya dari rumah. Naufal boleh memakan itu jika mau.

Karena saat ini, Ruby sedang tidak nafsu makan. Perutnya nyeri sejak pagi lantaran menstruasi. Alasan dia tidak berkeliaran di sekolah saat ini sebab takut pembalutnya bocor dan dirinya berakhir malu pada orang-orang satu sekolah.

Mendengar ocehan Ruby yang panjang lebar tanpa rasa awkward—terlebih membahas tentang hal seperti itu kepada cowok seperti dirinya membuat Naufal sedikit tersipu.

Namun, kantung mata yang menghitam di bawah matanya masih lebih jelas dibanding rona merah di pipi. Mata sayu Naufal juga tidak bisa banyak memberikan reaksi.

"Serius buat gue?" Naufal masih mempertanyakan.

Ruby mengangguk antusias. Dia mengacungkan jempol. "Dimakan, ya! Kotak bekalnya gak usah dibalikin juga nggak apa-apa, kok."

Gadis itu ngacir kembali ketempat duduknya. Memasang earphone ke telinga, lalu menyetel lagu jepang favoritnya yang berjudul Shinunoga E-wa. Ruby berharap suatu saat ada cowok yang mau menyanyikan dirinya lagu itu setiap hari.

Dari kursinya, Naufal masih terdiam. Matanya tetap terpaku menatap punggung kecil Ruby. Dia masih tak menyangka ada seseorang yang berbaik hati memberikannya perhatian.

Ah, ya.

Naufal telah salah mengartikan.

Ruby memberinya makanan, tapi Naufal pikir itu adalah bentuk perhatian.

Sejak hari itu, Naufal menyukai Ruby. Dia mencari tahu segala hal tentang gadis itu. Di mana rumahnya, orang tuanya, biodata, kisah hidupnya, dan lain-lain.

Kamar Naufal yang semula hanya ruangan suram berantakan, malah bertambah seperti kapal pecah ketika dirinya mengoleksi banyak foto paparazzi Ruby yang ia potret diam-diam.

"Cuma ini yang bisa gue lakuin, By. Gue nggak berani confess sama lo. Lo terlalu bersinar buat gue yang suram kek gini," ucap Naufal serak.

Dalam kamarnya itu, ia memandangi foto-foto Ruby yang ditempelnya di dinding. Kelopak matanya layu. Namun dari sana, terpancar riak obsesi yang kuat.

ALAVENDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang