Aku datang pagi-pagi, lebih pagi dari biasanya. Satu cup kopi aku bawa disatu tangan sementara satu tangan lainnya menggenggam ponsel dan kartu pegawainya sekalian. Belum banyak orang yang datang bahkan satpam shift malam masih ada.
Seorang satpam yang semalam berpapasan denganku dan Ellie di lantai empat berjalan cepat ke arahku. Aku mengabaikannya dan tetap berjalan menuju lift hingga satpam itu harus berjalan mengikutku.
"Miss baik-baik saja, kan? Apa yang terjadi? Saya minta maaf, saya tidak ada di dekat ruangan semalam." Satpam itu menunduk dan bicara dengan suara yang berbisik rendah.
Aku mendengus. "Memang kau bisa apa kalau ada di dekat ruangan bajingan itu?"
"Maaf, Miss."
Pintu lift terbuka. Aku masuk ke dalam lift dan menahan pintunya. "Kembalilah! Kau harus bersiap-siap untuk pulang, kan?"
Ruang kerja yang aku tempati berisi tiga meja kerja. Satu dinding kaca penuh menuju taman tengah antar gedung. Ketiga meja membelakangi dinding kaca. Di hadapan meja ada lemari besar tempat penyimpanan dokumen dan lemari penyimpanan barang pribadi.
Aku menempati meja tengah, di sebelah kanan meja Ellie dan di sebelah kiri milik senior kami, Kak Gerald.
Selama satu jam, aku hanya duduk memandangi layar komputer yang menampilkan laporan yang baru dikirim anak-anak magang. Satu jam itu tidak satu katapun aku baca. Kata mereka laporan ini harus mereka kirim ke dosen dua hari lagi sebagai tugas kuliah.
Tiga puluh menit kemudian, Ellie datang hampir bersamaan Gerald. Aku sadar mereka berbicara padaku. Ellie yang bertanya apakah aku baik-baik saja, kapan aku sampai kantor, apakah aku sudah sarapan, kapan laporan anak magang selesai diperiksa. Gerald mengatakan tumben aku datang pagi-pagi sekali, dia menawarkan aku donat.
Tidak ada satupun jawaban dan tanggapan yang aku berikan. Aku masih diam memandangi layar komputer.
"HEI!"
Aku tersentak kaget ketika kursiku ditendang dengan keras. Mataku melotot berbalik pada Ellie. "APA?"
"Kamu membuatku takut. Kamu tidak tidur semalaman?"
Aku menghela napas, memperbaiki posisi dudukku, dan menarik cup kopi yang sudah dingin.
Pintu ruangan terbuka. Gerald kembali membawa sekotak donat dan kopi untuk dirinya sendiri. Di belakangnya mengikut seorang pria lain. Kotak donat berisi enam itu diletakkan di atas mejaku.
"Hot news!" Reno berkata dengan semangat sambil menyeret kursi di pojok ruangan ke tengah-tengah. "Si Val datang dengan kepala diperban, diantar ibunya seperti anak sekolah dasar yang baru selesai bertengkar dengan teman sekelasnya."
Ellie menoleh padaku dan memandangku horror. Keadaan menjadi sunyi. Gerald dan Reno ikut menoleh padaku karena Ellie memandangku dengan raut menuntut.
"Ibunya harus bersyukur yang diperban kepalanya, bukan lehernya yang hampir putus. Toh, kepala itu tidak berguna, tidak ada isinya."
.
BAJINGAN!
Lewat pukul sepuluh, semua petinggi lab lantai empat dikumpulkan di dalam ruang rapat. Orang-orang dibuat kaget karena di ruang rapat lantai lima itu duduk beberapa petinggi perusahaan. Kepala HRD, wakil direktur 1, kepala hukum perusahaan, Val, dan ibunya duduk di dalam ruang rapat sekalian.
Orang-orang mungkin terkejut dengan rapat tiba-tiba itu, tapi aku tidak sama sekali.
Di salah satu kursi itu, aku melihat satu orang dari lab human respondent duduk di dekat kepala meja. Lab yang ada di gedung lain.
Benar kata Reno, kepala Val diperban membuat kepalanya terlihat lebih besar. Aku hampir mendenguskan tawa jika Gerald tidak mencengkram tanganku tiba-tiba.
Val membuka rapat dengan pidato basa-basi berantakan seperti disampaikan oleh orang mabuk. Dari tempatku duduk, aku dapat melihat kalau Nyonya Rouno dan kepala departemen hukum memandangiku tajam.
"Rapat mendadak kali ini saya hanya ingin menyampaikan kalau kepala lab empat, Naserin Dante akan digantikan oleh Kristian Andrew dari lab human respondent."
Selesai Val berkata seperti itu, peserta rapat langsung berbisik-bisik. Reaksi kaget yang sama dari orang-orang, kecuali aku. Setelah kejadian tadi malam, aku tidak akan terkejut atas apapun yang akan terjadi hari ini.
"Dan Naserin akan dipindah menjadi kepala cabang Rhovartice Pharmacy di Moondeline."
"SORRY?!" Aku refleks berteriak.
Apapun yang akan terjadi hari ini aku tidak akan heran dan mempertanyakan 'kenapa', tapi dipindah ke tempat lain adalah hal yang berbeda.
Val mengangkat sebuah amplop putih di tangannya, dia meletakkannya kasar di hadapanku. "Surat transfer."
Aku buru-buru membuka amplop itu dan segera melihat tanggal yang tertera. Satu minggu. Hanya dalam satu minggu aku harus pindah.
"Tidak bisa secara mendadak dan tanpa diskusi seperti ini. Saya tidak mendapat info apapun dari departemen human resource. Saya tidak ditanyai pendapat dan kesediaan." Aku memasukan kembali surat ke dalam amplop dan melemparnya ke hadapan Val.
Val duduk dengan santai, melipat kaki, dan menyandarkan punggung. Kedua tangannya bersandar di lengan kursi dan terlipat ke atas pangkuan. Val mendelikkan bahu. "Sudah keputusan. Suratnya juga sudah terbit. Kau belum menghabiskan masa baktimu setelah program magister, jika kau menolah tugas akan ada denda yang harus kau tanggung."
Kepala departemen hukum mendorong beberapa lembar kertas ke hadapanku tanpa sepatah katapun.
Aku melirik kertas putih berisi surat kesediaan dan tanda tanganku di atasnya. Tanpa membacanya aku tahu berapa angka yang tertera jika aku mengundurkan diri atau menolak tugas dari perusahaan.
"Surat ini saya tanda tangani di hadapan Tuan Rouno, karena saya tahu saya bekerja untuk orang-"
"Ya, tapi sekarang Val adalah perpanjangan tangan dari Rouno. Surat itu tetap berlaku atas nama perusahaan bukan Rouno." Ibu Val duduk dengan anggun dan mahal di samping Val.
"Ya, karena saya tidak tahu kalau Tuan Rouno hanya memiliki satu ahli waris yang idiot dan cabul seperti ini!" Lembaran surat di hadapanku aku lempar ke hadapan Val. "Begini juga caramu memindahkan Violin ke Rhovartice pusat negara lain? Karena dia menolak untuk Anda gerayangi dan memuaskan nafsu bejat binatangmu itu?"
Violin adalah salah satu peneliti bagian human respondent terbaik yang pernah bekerja sama denganku. Suatu hari aku mendapat kabar kalau Violin dipindahkan ke lab pusat di negeri seberang.
"Science Center University salah satu mitra terbesar yang kita miliki, bagaimana jika mereka tahu kalau perusahaan yang bekerja sama dengan mereka sering memanggil mahasiswa dan mahasiswinya ke ruangan pribadi pemilik perusahaan menghabiskan beberapa waktu ntah untuk apa."
Mata Val memerah marah, melotot jelas ke arahku.
"Seperti ini cara Anda mendepak dua mahasiswi dan satu mahasiswa bulan lalu dengan alasan mereka tidak menghargai disiplin kerja perusahaan? Seperti ini cara Anda memberi nilai tinggi pada mahasiswi tolol yang hanya bisa cengangas-cengenges di lab empat itu?"
Hawa di ruang rapat menjadi super dingin. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Wajah tegang dan kebingungan terlihat dari setiap orang yang ada di ruangan, termasuk Val, ibunya, dan kepala departemen hukum.
"Perempuan biadab tidak tahu malu. Program magistermu yang kami biayai penuh-"
"Anda harusnya bersyukur hanya kepalanya yang diperban, bukan arteri karotidnya yang dijahit."
Aku marah bukan main setiap mengingat bagaimana binatang itu menyentuhku kemarin malam. Aku marah bukan main setiap mengetahui apa-apa saja yang sudah dia perbuat, rumor-rumor menjijikan yang beredar. Aku marah bukan main melihat bagaimana bisa dia berlaku semena-mena menggunakan kekuasaannya pada orang-orang dibawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Keeper : Naserin Dante
Historical FictionBerhari-hari aku berakhir di Dermaga Lama karena salah naik bus untuk pulang. Berkali-kali aku berakhir di tempat yang aku tidak inginkan. Tempat di mana berdiri patung seorang pahlawan tempat aku tinggal sekarang. Malasan namanya. Seorang perompak...