Aku memajang lukisan di atas meja, membiarkannya terkena sinar matahari dari jendela.
Dari siang hingga sore membaca buku harian Elea. 1 buku lagi aku habiskan membacanya. Pada dasarnya, buku ini Elea tulis untuk ibunya. Seolah-olah ibunya ada di sini dan bisa mendengar ceritanya.
Menceritakan bagaimana dia merindukan sosok ibunya. Merindukan masakan ibunya. Merindukan ibunya menyisir rambutnya. Merindukan mereka makan bersama di toko roti langganan. Merindukan berlatih berkuda dan bela diri bersama. Merindukan nyanyian pengantar tidur ibunya.
Yang Mulia Ettiene tetap menjadi sosok ayah yang sempurna bagi anak-anaknya walau tanpa istri. Walaupun begitu ada waktu-waktu tertentu dimana Elea harus menarik ayahnya dari ruang minuman untuk kembali ke kamar karena terlalu mabuk dan menangis sesegukan tidak karuan.
Adakalanya Yang Mulia Ettiene bersujud di kaki Elea dalam keadaan mabuk dan meminta maaf kalau selama ini dia tidak bisa menjadi ayah yang baik dan memenuhi kasih sayang akan ibu pada Elea dan Liam.
Elea masih terlihat terpuruk setelah bertahun-tahun kepergian ibunya. Menyembunyikan keterpurukannya lebih tepatnya. Dia harus bertingkah seolah dia baik-baik saja untuk membuat papah dan adiknya tetap hidup.
Well, aku mengerti kenapa. Secara fisik Elea sangat mirip dengan Ratu Melusine. Dan aku yakin secara sifatpun begitu.
Bagaimana mereka bisa salah menulis sejarah Ratu Melusine dan mengatakan kalau dia tidak menikah?
Setelah makan malam aku langsung kembali ke kamar. Sambil lewat, aku melongok ke bawah, ke arah tengah bangunan yang terbuka. Di bawah ada taman kecil dengan kolam dan air mancur di tengahnya. Sinar rembulan jatuh langsung menyinari bagian tengah bangunan.
Tidak seperti kemarin dimana lilin-lilin dan lampu minyak menyala di penjuru kamar, aku sudah meminta Menti dan pelayan lainnya untuk mematikan semua api-api itu dan menyisakan beberapa untuk aku matikan sendiri.
Aku kembali duduk di jendela teluk untuk membaca buku ke-4 ditemani lampu minyak yang aku gantung di atasku. Melihat cahaya bulan yang membentuk garis batas di laut sana masih membuat aku terpesona.
Satu kali dentang lonceng terlewati dan aku sampai di akhir buku ke-4. Saat itulah aku tahu kalau Yang Mulia Ettiene hendak menikahi seorang janda beranak satu. Hal itu diungkapkan saat makan malam bersama seperti biasa. Di hadapan nenek, kakek, Elea, dan Liam.
Elea pikir setelah bertahun-tahun dia tidak perlu lagi menyeret papahnya dari ruang minuman. Elea pikir setelah bertahun-tahun akhirnya dia tidak akan lagi mendengar dan melihat ayahnya menangis merindukan istrinya setengah mati. Elea pikir setelah bertahun-tahun dia tidak perlu lagi datang ke kamar Liam malam-malam karena pengawal atau pengasuh bilang kalau Liam menangis dan berteriak.
Elea pikir setelah bertahun-tahun dia akan kembali merasakan apa itu ibu.
Tapi...
'Bagaimana bisa Papah berpikir untuk menggantikan posisi Mamah sebagai istri, ibu, dan Ratu Sonoma dari Meramoon? Bagaimana bisa ada wanita yang berpikir bahwa dia mampu menggantikan posisi mendiang Ratu Ellesya Melusine Sonoma sebagai istri, ibu, dan Ratu Meramoon?'
..itu yang tertulis di pojok bawah lembar akhir buku ke-4.
Aku memangku buku harian Elea dengan perasaan kosong. Papa dan Mama bercerai atas dasar prinsip hidup. Menganggap bahwa mereka sudah tidak bisa lagi berjalan berdampingan di jalan yang sama karena ada pertigaan yang membuat mereka pisah arah. Pertengkaran dan perebutan hak asuh yang tidak perlu juga menambah tegang hubungan mereka. Aku bahagia saat Mama menikah lagi dan bahagia dengan pernikahaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Keeper : Naserin Dante
Historical FictionBerhari-hari aku berakhir di Dermaga Lama karena salah naik bus untuk pulang. Berkali-kali aku berakhir di tempat yang aku tidak inginkan. Tempat di mana berdiri patung seorang pahlawan tempat aku tinggal sekarang. Malasan namanya. Seorang perompak...