“Itu kereta kuda Amaryllis?”
Saat kami sampai di pekarangan kerajaan, aku melihat kereta kuda kerajaan Amaryllis terparkir di salah satu spot khusus kereta kuda. Roda dan sebagian badan kuda dan badan kereta memiliki bercak-bercak kotor lumpur.
“Dari mana mereka? Kotor sekali.”
“Tidak tahu. Mereka datang juga untuk menyelesaikan urusan-urusan antar negara terutama di perbatasan selatan.” Jawab Kyle sambil lalu.
“Aku sudah muak mereka di sini.”
Menti menyambutku di depan pintu masuk, di bawah tangga besar menuju ruangan singgasana. Tudung abu-abu di kepalaku aku lepas dan aku berikan pada Menti.
“Nona dari mana saja?” Tanya Menti.
“Kenapa? Ada acara yang aku lewatkan?” Aku menolak untuk menjawab pertanyaan Menti.
“Yang Mulia Ettiene dan Nyonya Bertha meminta saya untuk bertanya pada Nona, mungkin Nona mau menemani Ratu Calantha, menantu, dan cucunya bermain di taman belakang?” Menti berbisik padaku.
“Tidak.” Aku menjawab tanpa rasa ragu. “Aku tidak mau.”
Aku tetap berjalan menuju Menara Barat bersama Menti yang tetap mengikuti. Mendekati tangga Menara Barat seseorang menabrakku dari arah taman belakang.
“Aduh!” Aku menunduk dan melihat seorang anak perempuan yang tidak aku kenal. Bukan anak-anak anggota kerajaan yang biasa aku lihat.
“Putri Melusine, maaf. Saya mohon maaf.” Dua orang wanita dewasa dari belakang menyusul bersama seorang anak laki-laki. “Nona Sera, minta maaf.”
“Minta maaf, Putri Melusine.” Anak perempuan itu berkata malu-malu lalu berbalik dan memeluk wanita di belakangnya. “Adrian!” Lalu dia berteriak pada anak laki-laki di dekatnya.
“Maafkan anak saya, Putri Melusine.”
“Oh-” Aku mengenali wanita satunya. Kakak ipar Celestine. “Ya. Tidak apa-apa.”
“Kau yang akan jadi bibi kami, kan? Pengantin Paman Cele?” Tanya anak laki-laki yang tangannya penuh tanah dan menggenggam suatu binatang di salah satu tangannya.
“Bukan. Aku calon Ratu Meramoon.” Aku merasakan Menti mencubit bagian belakang punggungku.
“Maaf atas kelakuan anak-anak saya.”
Semua anak yang fatherless begitu, kok.
Aku harap senyumku terlihat tulus. “Tidak apa-apa. Kembalilah bermain.”
“Bibi tidak ingin bermain bersama kami?”
Oh, kenapa anak laki-laki ini banyak omong, sih!
Menti mengusap punggungku.
“Bagaimana kalau aku menonton saja?”
Di sinilah aku sekarang. Duduk di salah satu bangku taman bersama kakak ipar Celestine. Beberapa meter di seberang, 3 anaknya bermain diawasi pengasuh dan pengawal. Tidak jauh dari kami Ratu Calantha duduk di kursi santai dengan mata terpejam bersama 1 pelayan yang memegangi payung dan 1 lagi mengipasinya.
Mereka benar-benar bisa seenaknya di sini? Maksudku, ini bukan tempat umum untuk dia berlibur.
“Kalian punya tempat yang sangat menakjubkan. Saya akan menghabiskan banyak waktu di taman cantik ini nanti. Iya, kan, Jemima?”
“Iya, Ma.” Kakak ipar Celestine menyahut singkat.
Aku menoleh. Mataku memicing heran mendengar kalimat kurang ajar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Keeper : Naserin Dante
Fiksi SejarahBerhari-hari aku berakhir di Dermaga Lama karena salah naik bus untuk pulang. Berkali-kali aku berakhir di tempat yang aku tidak inginkan. Tempat di mana berdiri patung seorang pahlawan tempat aku tinggal sekarang. Malasan namanya. Seorang perompak...