Hal pertama yang terlintas di pikiranku ketika turun dari kereta kuda adalah laut. Bau asin laut yang terbawa angin membuatku menyadari jika kami semakin dekat dengan laut.
Kepalaku menoleh ke belakang dan mendongak. Puncak tertinggi Moon te Raina adalah kerajaan Meramoon. Berdiri kokoh dan megah dengan batu-batu putih dan abu-abu. Menara-menara tinggi dan atap kubahnya terlihat menakjubkan.
"Putri Melusine."
Aku menoleh dan mendapati seorang wanita tua baru saja keluar dari toko bunga. Seorang pengawal mencegah wanita itu mendekati lebih jauh.
Rasanya aku harus bersikap sedikit lebih Elea untuk bisa bertahan hidup di sini. Belum sampai peperangan bisa-bisa aku sudah mati karena rakyat Moon te Raina tahu aku bukan Putri Kerajaan mereka.
Kaki Elea berjalan mendekat tanpa aku sadari. Terasa seperti muscle memory kebiasaan Elea untuk beramah-tamah dengan rakyat Moon te Raina.
"Selamat pagi, ibu." Aku berkata basa-basi sambil mengulurkan tangan.
Wanita yang mengenakan dress cokelat selutut dan apron kuning pudar yang memiliki bercak basah itu menjabat tanganku dengan senang hati. Senyum lebar di wajahnya masih terus terpasang sambil berbasa-basi.
Toko bunga ini cukup luas, dua bangunan menjadi satu. Hampir 8 meter lebarnya, dengan 3 tingkat ke atas. Aku tahu kalau tempat ini bukan hanya untuk membuka toko bunga, tetapi juga sebagai tempat tinggal pemilik dan keluarganya.
Bagian depan toko dipenuhi dengan ember-ember besar berisi campuran air untuk tempat berbagai macam bunga dan daun-daun. Ada satu bangku kayu panjang di depan toko, dikelilingi oleh bunga-bunga yang siap dikirim ke rumah-rumah pembeli.
Kami melangkah memasuki toko. Bagian dalam cukup luas, mungkin 8 meter lagi ke belakang dan masih ada sisa lahan kosong di bagian belakang. Ada tangga di sisi kiri bangunan setelah memasuki pintu. Di bawah tangga itu ada meja kerja dan counter untuk menyambut pembeli.
Bagian dalam toko juga dipenuhi ember-ember berisi campuran air untuk berbagai macam bunga dengan wangi dan warna khas mereka masing-masing.
"Selamat datang, Putri Melusine." Seorang pria datang terburu-buru sambil membersihkan tangannya dengan lap basah dan mengeringkan tangannya dengan apron yang dikenakan.
Aku melihat sekeliling toko. Di sekeliling meja kerja ada 2 orang wanita muda dan seorang pria yang membungkuk untuk hormat pada Elea. Aku mengangguk sekilas. "Kalian terlihat sedang sibuk, sepertinya aku datang diwaktu yang tidak tepat."
"Kami sudah hampir selesai. Tinggal menunggu kurir datang." Pria yang aku yakini itu adalah suami ibu yang menyambutku di depan toko tadi buru-buru menjawab.
Aku mengangguk pelan. "Sudah ada yang bisa dipanen di belakang?" Tanyaku sambil menunjuk kebun bunga di belakang toko. Lahan kosong itu ditanami berbagai macam jenis bunga.
"Sebagian besar sudah siap untuk dipanen. Kalau Putri mau ke belakang, saya ambilkan guntingnya."
"Tidak perlu. Aku hanya ingin melihat-lihat. Kalian bisa lanjutkan pekerjaan kalian."
Uh waw. Aku merasa tidak perlu meminta izin dengan embel-embel yang Elea miliki.
Kebun di belakang tidak begitu luas mengikuti lebar bangunan toko dan 4 meter ke belakang. Ada beberapa raised bed yang dipenuhi tanaman berbunga. Di ujung dekat dengan pagar kayu tinggi, bermekaran bunga matahari berukuran kecil. Ada bunga mawar, carnation, peony, hydrangea, dan garbera. Semak hydrangea 3 warna itu berbunga dengan sangat lebat.
Di atas teras ada 2 pot besar yang ditumbuhi semak dog wild rose warna merah muda dan ungu. Berbunga banyak dan merambat ke atas.
Aku melangkah masuk kembali ke dalam toko. Kyle berdiri bersama seorang pengawal lain di sebelahnya tidak jauh dari pintu belakang. Ivy duduk tidak jauh dari meja kerja dan buru-buru berdiri saat melihatku masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Keeper : Naserin Dante
Tarihi KurguBerhari-hari aku berakhir di Dermaga Lama karena salah naik bus untuk pulang. Berkali-kali aku berakhir di tempat yang aku tidak inginkan. Tempat di mana berdiri patung seorang pahlawan tempat aku tinggal sekarang. Malasan namanya. Seorang perompak...