Aku berdiri sendirian di tengah kamar setelah berpakaian. Dress biru langit panjang melekat tidak nyaman di tubuhku. Bagian bawahnya tidak mengembang, tapi cukup tebal dan berlapis-lapis. Lengannya sepanjang siku lalu membentuk cape hingga mencapai pergelangan tangan.
Di hadapan cermin, aku berdiri beberapa langkah mundur untuk melihat diriku lebih baik. Tanganku terangkat meraba dadaku. Potongan kerahnya kotak cukup rendah untuk menampakan tulang belikat.
Saat mandi tadi aku baru sadar kalau aku mengenakan kalung emas dengan bandul yang sama dengan bros yang ada dikenakan Yang Mulia Ettiene dan Dana. Bedanya di tengah bulan sabit di kalung yang aku gunakan tergantung batu berwarna hijau.
Seseorang menyisir rambutku yang sekarang super halus, menggulungnya lalu menusuknya dengan tusuk konde kayu yang mengeluarkan bau wangi. Di ujung tusuk konde itu tergantung hiasan dengan bentuk bulan sabit silver dengan tiga batu hijau kecil. Sisa rambut yang tidak bisa di gulung berjatuhan di kedua sisi wajahku.
Aku mulai merasa mual dan tidak enak setiap melihat bulan. Terlalu banyak ornament bulan di tempat ini.
Tanganku menarik tusuk konde dan melemparnya ke atas meja rias. Pita hijau yang tergeletak di atas meja aku tarik untuk mengikat dan menggulung ulang rambut merah sialan ini.
Aku mundur beberapa langkah dan berdiri di tengah satu sisi ruangan, berada di tengah sisi mesin tenun dan meja rias beserta lemari-lemari perhiasannya.
Di satu dinding kosong itu tergantung sehelai kain satin putih hingga hampir menjuntai ke lantai. Kain itu membentuk kotak seperti menutupi sesuatu.
Aku menarik kain itu hingga terjatuh ke lantai.
Kain putih itu membuka sebuah lukisan potret seorang wanita. Wanita yang mengenakan gaun hijau gelap panjang dengan rok mengembang berdiri agak menyamping menghadap kanan. Potongan kerahnya berbentuk kotak lebar yang menunjukan seluruh bagian atas dadanya. Lenganya berbentuk seperti balon sepanjang siku.
Wanita itu terlihat sangat mewah. Gelang-gelang tipis di pergelangan tangannya bertumpuk-tumpuk dengan perpaduan warna hijau, silver, dan merah. Anting di kedua telinganya berupa mutiara putih besar. Rangkaian mutiara juga menghiasi kepalanya, melingkar di kening terus kebelakang dengan bandul emas kecil yang lagi-lagi berbentuk bulan sabit. Rambutnya merah gelap, terikat sebagian ke belakang dan sisanya dibiarkan tergerai. Tangannya berada di depan perut menggenggam tiga tangkai bunga lily putih.
Tanganku meraba kalung di leherku. Aku melangkah lebih dekat untuk melihat. Kalungnya adalah kalung yang sama dengan yang aku gunakan. Kalung emas dengan bentuk bulan sabit dan batu sebentuk tetesan air berwarna hijau.
Aku berbalik hendak mengelilingi bagian ruangan yang lainnya aku mendapati bahwa ada partisi ruangan yang memisahkan sisi ruangan tempat tidur dengan sisi ruangan meja rias dan peralatan tenun.
Partisi itu terbuat dari tenunan kain yang didominasi warna biru. Bagian bawahnya berbentuk gelombang berwana gradasi biru seperti laut, bagian atasnya dengan tiga warna cokelat berbeda membentuk daratan dengan tiga gunung superposisi. Bagian paling atasnya berwarna biru malam. Di langit itulah ada bulan purnama berwarna putih di pojok kiri atas.
Bulan itu tidak tahu bagaimana terlihat bercahaya dan terang.
Aku berjalan lebih dekat ke partisi ruanganku dan saat itu aku dapat melihat bahwa bulan itu ditaburi pecahan halus swarovski yang membiaskan cahaya yang menembusnya.
"Bulan?" Tanganku kembali meraba kalung di dadaku. "BULAN!"
Aku menyadari sesuatu. Aku berlari memutari partisi untuk sampai ke jedela di dekat tempat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Keeper : Naserin Dante
Historical FictionBerhari-hari aku berakhir di Dermaga Lama karena salah naik bus untuk pulang. Berkali-kali aku berakhir di tempat yang aku tidak inginkan. Tempat di mana berdiri patung seorang pahlawan tempat aku tinggal sekarang. Malasan namanya. Seorang perompak...