Kantor polisi Moondeline berada di dekat jembatan lama. Sesuai arahan Delia, aku naik dari halte terdekat, naik bus nomor 7, turun di halte sekolah dasar lalu berjalan kaki hingga kantor polisi. Bus yang membawaku tidak lebih besar setengahnya dari bus umum di Caverdyn.
Moondeline jelas bukan kota yang miskin. Jauh dari kata kekurangan. Mereka memiliki segalanya dan fasilitas yang memadai.
Aku cukup terpana bahwa kota ini tidak sepi, tapi tenang dan orang-orang terlihat santai. Hanya butuh waktu kurang dari lima belas menit untuk aku sampai di halte Sekolah Dasar Umum Moon de Raina. Tidak sampai lima menit untuk berjalan menuju kantor polisi.
Dari tampilannya aku tahu bahwa sebagian gedung kantor polisi adalah bangunan lama.
Mungkin ada aturan di kota ini untuk tidak mengecat tampilan luar gedung dan bangunan dengan warna mentereng. Selain batu terbuka, bagian luar gedung-gedung pasti dicat dengan warna putih gading, kuning pudar, cokelat susu, atau abu-abu muda.
Kalaupun ada bangunan selain warna tadi pasti didominasi nuansa kayu. Masih banyak bangunan-bangunan berdinding kayu kokoh di sini.
"Permisi! Saya mau buat laporan kedatangan dan izin tinggal." Aku menghampiri meja terdepan saat memasuki kantor polisi. Map berisi berkas-berkas aku berikan pada polisi di balik meja.
"Turis?"
"Bukan."
"Antrean nomor lima. Silakan!" Pak polisi di balik meja memberikanku kertas.
Aku duduk di ruang tunggu. Dua TV yang digantung di depan ruang tunggu menunjukan nomor antrean dan keperluan apa yang kita butuhkan. Laporan kedatangan dan izin tinggal sudah berada pada nomor 3.
Tidak banyak orang di tempat ini. Antrean yang berjalan hanya laporan kedatangan dan pembuatan SIM.
Sepuluh menit kemudian dua orang keluar dari salah satu ruangan lalu antreanku dipanggil bersama antrean nomor 4. Seorang wanita seumurku berdiri dan masuk ke dalam ruangan. Aku mengikutinya.
Ada dua meja di ruangan itu, wanita tadi menduduki salah satu meja dan aku menuju ke meja satunya. Polisi di balik meja kerja membuka map sambil bolak-balik mengetik di komputer.
"Atas nama siapa?" Tanya polisi itu.
"Naserin?"
Aku berbalik ketika seseorang menyebut namaku. Polisi yang ada di seberang meja dan meja sebelah buru-buru berdiri dan memberi hormat.
"Serin, kan?" Seorang pria bertubuh besar berjalan masuk ke dalam ruangan dan mendekatiku.
Aku mengangguk ragu.
"Oh." Dia berdiri di belakang kursiku dan menepuk-nepuk bahuku. "Kau sudah besar. Apa kabar? Sehat, kan? Kau bangun! Cari pekerjaan lain, biar saya yang melayani keponakan saya." Titahnya pada polisi di seberang meja.
Pertama kali bertemu dengannya saja aku memang sudah besar.
Wanita di sebelahku selesai dalam waktu lima belas menit, sedangkan aku masih duduk lebih dari dua puluh menit setelah dia pergi.
Patrick, Om Patrick mengajak ngobrol panjang lebar, bercerita tentang dia dan ayah dulu, bertanya ini dan itu tentang kehidupanku.
Empat puluh lima menit kemudian aku sudah mendapatkan izin tinggalku dan mereka sudah mencatat kedatanganku di Moondeline.
Om Patrick mengantarku keluar.
"Kamu tinggal di mana?"
"Daerah jalan Evermoon dua." Aku tidak menyebutkan tempat yang akurat tempat aku tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Keeper : Naserin Dante
Historical FictionBerhari-hari aku berakhir di Dermaga Lama karena salah naik bus untuk pulang. Berkali-kali aku berakhir di tempat yang aku tidak inginkan. Tempat di mana berdiri patung seorang pahlawan tempat aku tinggal sekarang. Malasan namanya. Seorang perompak...