Dari atas geladak kapal baru terlihat kalau kapal Malasan memiliki 1 pasang meriam di bibir geladak. 1 di sebelah kanan dan 1 lagi di sebelah kiri. Geladak atau dek kapalnya dipenuhi drum dan peti kayu di sudut-sudut, ditumpuk dan diikat satu sama lain.
Lantai paling tinggi di dek kapal adalah tempat kemudi.
Anak buah Malasan menyediakan tempat duduk di bawah tangga menuju lantai kemudi.
"Kalian yakin tidak ingin minum?" Malasan sebagai tuan rumah menawarkan kami ini dan itu.
"Tidak!" Kyle yang dari tadi menolak semua tawaran Malasan.
"Jeruk peras dingin?"
"A-" Aku mau.
"Tidak, terima kasih. Putri Melusine tidak suka jeruk." Ivy buru-buru menjawab.
Elea tidak suka jeruk? Seluruh ruangannya selalu wangi kulit jeruk.
"Baiklah, air mineral kalau begitu." Malasan menghilang di balik pintu.
"Dia bertingkah seperti menyambut teman, bukan Putri Melusine dari Meramoon."
Kyle seperti memiliki tensi tersendiri pada Malasan. Berbeda dengan Ivy yang lebih tenang. Atau karena dia perempuan. Semua perempuan muda menyukai Malasan dan kharismanya.
Beberapa saat kemudian Malasan kembali membawa 4 gelas air mineral bersama dua orang temannya. Selalu 2 orang yang sama, perempuan maskulin dan laki-laki bertubuh besar.
"Silahkan duduk! Maaf seadanya saja. Padahal kalau kalian mau masuk kami memiliki ruang tamu yang proper di dalam." Malasan meletakkan nampan berisi gelas air mineral di atas peti kayu.
Teman Malasan membungkuk hormat padaku. Sikap mereka berbanding terbalik dari Malasan yang kata Kyle seperti menyambut teman, bukan Putri Melusine dari Meramoon.
"Izinkan saya memperkenalkan dua awak kapal terbaik saya, Saher dan Shandy."
Teman wanita Malasan menekuk lututnya. "Sahera Declan. Senang bisa bertemu Putri Melusine langsung." Senyumnya lebar, dari tadi dia terlihat senang dan bersemangat saat melihat Malasan membawa aku naik ke atas kapal.
"Shandiya Declan, Putri." Teman prianya lebih kikuk.
"Jadi apa yang bisa saya bantu?" Tanya Malasan setelah kedua temannya pergi.
Aku berpikir sebentar. Berpikir apa yang sebenarnya tujuanku menemuinya. Sekarang Malasan duduk di seberangku, dibatasi oleh peti kayu.
Oh, My Days! Ini gila.
Apa ini benar-benar terjadi dalam hidupku? Sosok yang beberapa waktu lalu aku lihat dalam bentuk patung, lukisan, dan kisah-kisah hebat yang terdengar dibuat-buat kini ada di hadapanku.
Apakah aku memandangnya terlalu lama?
Dengung itu masih ada. Samar-samar di telingaku. Aku tahu dia juga sama.
"Saya beberapa kali mendengar cerita tentangmu." Akhirnya aku memulai dengan baik dan formal. "Kau melakukan banyak hal di lautan."
"Tidak banyak. Hanya beberapa tindak kriminal kecil."
Aku tahu aku benci senyumnya, raut wajahnya, tatapan matanya.
"Saya ingin tahu seberapa kuat armada lautmu?"
Dan aku benci tawanya.
Malasan tertawa pelan. "Armada laut kedengarannya berlebihan. Kami hanya kelompok pedagang kecil baik hati yang kebetulan melihat penjualan budak ilegal. Saya harap itu bagian dari salah satu cerita yang Anda dengar."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Keeper : Naserin Dante
Historical FictionBerhari-hari aku berakhir di Dermaga Lama karena salah naik bus untuk pulang. Berkali-kali aku berakhir di tempat yang aku tidak inginkan. Tempat di mana berdiri patung seorang pahlawan tempat aku tinggal sekarang. Malasan namanya. Seorang perompak...