Sore tadi, aku berpapasan dengan Celestine dan rombongan Amaryllis di gerbang Meramoon. Celestine mengatakan kalau dia akan ke kedutaan Amaryllis untuk mempersiapkan keluarganya yang akan datang membicarakan pernikahan kami. Celestine dan Elea maksudnya.
Sambil berlari memasuki gedung utama kerajaan, aku melepas tudung jelek yang tadi aku kenakan sebagai penyamaran.
Langit mulai gelap. Aku harus segera kembali ke kamar sebelum Menti, Dana atau orang lain curiga dan bertanya aku dari mana.
"Oi! Tidak punya mata!"
Baru beberapa langkah aku menaiki tangga Menara Barat, seseorang dari atas berlari dan hampir menabrakku. Itu Rhea.
Gadis muda itu berlari turun, hampir menabrak Ivy di anak tangga paling bawah. Sampai di lantai bawah, Rhea berbelok dan terus berlari keluar melalui pintu belakang.
"Kenapa anak itu?"
"Sepertinya Nona Rhea menangis."
Mungkin aku tahu kenapa dia menangis. Mungkin karena kejadian kemarin pagi soal lukisan dan Ibu Suri Haelyn.
Ya, aku mengerti kenapa dia menangis, tapi kalau aku di posisi dia, aku akan sadar diri kalau aku memang tidak diterima. Lalu jika aku berlaku seenaknya dan Ibu Suri marah, aku tidak akan kaget.
.
Malam itu Yang Mulia Ettiene memanggilku ke ruang kerja. Beberapa kali aku pernah masuk ke dalam ruang kerjanya. Ruangannya penuh dengan berkas-berkas laporan. Seluruh dindingnya tertutup rak yang juga berisi berkas.
Meja dan kursi kerja Yang Mulia Ettiene jelas terlihat mahal. Terbuat dari kayu yang kokoh, berat, dan diukir sedemikian rupa cantik. Di belakangnya ada jendela besar yang bagian tengahnya terdapat lambang bulan sabit dengan mozaik kaca biru.
"Duduk, Nak!"
Aku duduk di seberang meja Yang Mulia Ettiene.
"Beritahu Papah apa yang kau rencanakan, Elea!"
Aku melihat sekeliling ruangan. Kami hanya duduk berdua di sini.
Ada 2 pintu di sebelah kanan dan kiri ruangan, mengarah ke ruang rapat dan ke perpustakaan pribadi. Ada 1 ruangan lagi di sebelah perpustakaan yaitu ruang penyimpanan dokumen.
"Seumur hidupmu kau dipersiapkan untuk menjadi Ratu Meramoon, Elea. Saya sangat percaya padamu. Apapun rencanamu tentang pertunangan ini, beritahu Papah!"
Aku menghela napas panjang. "Boleh aku tanya sesuatu?"
Yang Mulia Ettiene mengangguk pelan.
"Kenapa Papah setuju dengan lamaran Celestine?"
Napas Yang Mulia Ettiene terlihat tertahan.
"Papah harusnya sadar, perdamaian sedamai apapun antara kita dengan Amaryllis itu hanya semu belaka. Sejarah itu akan berulang, Pah."
Seperti yang aku bilang kalau aku benar-benar mengikuti semua kegiatannya Elea. Termasuk banyak membaca buku. Buku sejarah yang mungkin sebenarnya Elea sudah khatam, aku baca cepat beberapa waktu lalu.
"Kenapa Papah setuju dengan lamaran mereka?"
"Lalu kenapa kau menerimanya?" Balas Yang Mulia Ettiene.
Kenapa Elea menerimanya?
"Yang Mulia-" Aku memperbaiki posisi dudukku. "Bukankah Papah bilang kalau Elea sudah seumur hidup Elea dibentuk untuk menjadi Ratu Meramoon? Bukankah kalian yang bilang kalau pertunangan ini akan mempererat perdamaian setelah kontrak kerja batubara? Bukankah kalian yang menimbang-nimbang kalau pertunangan ini adalah langkah yang baik bukan hanya untuk hubungan kita, tapi juga bagi rakyat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Keeper : Naserin Dante
Historical FictionBerhari-hari aku berakhir di Dermaga Lama karena salah naik bus untuk pulang. Berkali-kali aku berakhir di tempat yang aku tidak inginkan. Tempat di mana berdiri patung seorang pahlawan tempat aku tinggal sekarang. Malasan namanya. Seorang perompak...