❃.✮:▹◃:✮.❃
Malam semakin gelap dan udara semakin dingin. Beberapa tenda telah didirikan. Kobaran api unggun pun bergemercik ria.Bisa dikatakan perjalanan mereka menuju gunung jagungal belum di mulai.
"Eeeeeeuuuuung~ felix ga bisa gerak loh ini" Rengek felix saat bobie melilitkan mantel di badan kecilnya.
Gimana enggak, satu dari mereka memakaikan mantelnya pada felix. "Biar makin hangat" Kata bobie semakin membenarkan posisi mantelnya.
Mendengar itu bibir Felix maju lima centi. "ini berlebihan. aku bukan tempat menyimpan mantel kalian!!" Rajuknya.
Lucy yang melihat keduanya, dia tertawa kecil dengan mendekat "Felix lucu tau, kayak kepompong. Cantik!"
"Aah~" Mata Felix tiba-tiba terbenam dan melengkung cantik "itu artinya, Felix akan jadi kupu-kupu"
Lucy yang sebelumnya berniat menenangkan felix, entah kenapa mimik wajahnya berubah menjadi rumit dan tentunya itu sulit untuk di jelaskan.
Bahkan bobie pun menelan ludah beratnya saat felix kembali berkata "itu berarti, felix bisa terbang ke langit"
"I...." Lucy menghela nafas sejenak "iya" Kemudian tersenyum yang sangat dipaksakan.
Sedang bobie telah memanglingkan wajah dan menjauh. Akan tetapi gendang telinganya mendengar tawa si kembar bungsu adiknya.
Hatinya menjadi sangat nyeri bersama sesak yang mulai memenuhi relung dada. "Enggak!" Innernya menguatkan diri menahan cairan mata untuk tidak keluar.
"Are you okay?" Tepuk Serena pelan di bahu sang kekasih.
Bobie melihatnya. Untuk sejenak, dia terdiam. dan tak lama, anggukan bersama kedipan lembut Serena dapatkan.
Tentu gadis itu tersenyum sangat teduh lantas memeluk sang kekasih untuk menyalurkan kehangatan. berharap mampu sedikit mengurangi kegelisahan yang menyelimuti bobie.
BRAKKKK!!!
Sontak! Semua orang dibuat kaget dengan gebrakan tersebut.
Suara itu tidak berasal dari pintu kendaraan atau mesin yang mengalami trouble.
Terdapat ruang isolasi berupa pondok atau gubug yang dapat para backpacker jumpai untuk beristirahat ataupun meneduh saat hujan turun.
Dan ya, suara gebrakan itu berasal dari pondok dimana hanafi yang saat ini berdiam diri di ambang pintu itu menjadi pusat perhatian.
Tak lama hanafi terlihat akan melangkah namun pergelangan lengannya di tahan oleh rheino yang ternyata juga berada di dalam pondok tersebut.
Keduanya bertemu pandang. Manik rheino mengatakan sebuah permohonan, dan itu sangat berbeda dengan mata hanafi yang justru menunjukkan rasa sakit.