Atsumu terdiam mendengar perkataan Osamu. Otaknya memproses apa yang Osamu katakan dengan lambat. Hingga akhirnya dia bisa menarik satu kesimpulan.
"Mamah Papah?" dua kata itu lepas dari mulutnya dengan ringan.
Osamu menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan dan menatap langsung ke mata Atsumu yang memancarkan rasa tak percaya itu dengan tatapan serius dan yakin.
"Iya."
"Kamu jangan bohong Sam. Papah meninggal aja karena kecelakaan. Bukan di bunuh orang."
Osamu mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk menahan emosinya. "Kamu kira kecelakaan gak bisa di sabotase?"
"Gak bisa diatur?"
"Bisa Tsum... Bisa.... Yang nabrak mobil Papah malam itu bawahannya."
"Yang dateng buat ngebunuh Mamah di rumah itu bawahannya." Osamu menghela nafas sekali lagi dan perlahan tatapannya melembut. "Kamu ngeliat sendiri, kan?"
"Mamah dibunuh di depan mata kamu, kan?"
"Tapi ini gak masuk akal Sam!" Atsumu meninggikan suaranya kali ini. "Gak masuk akal sama sekali! Ngapain dia mau bunuh Mamah Papah?! Terus kenapa mereka gak mau bunuh kita?!" Atsumu berkata dengan terengah-engah.
"Dia punya organisasi gelap Tsum. Dia ngumpulin anak-anak kecil buat dijual lagi atau dia latih buat di jadiin bawahannya." jawab Osamu dengan pelan.
"Dan dia ngerencanain buat jadiin aku anak buahnya dan kamu dijual." Osamu berkata, kali ini dengan nada seriusnya.
Tangan Atsumu yang sedari tadi mencengkram kuat kerah Osamu seketika langsung terjatuh bebas mendengar perkataan Osamu.
Dijual?
Dirinya?
Oleh orang yang bernama Arito itu?
Kenapa?
"Sam.... Aku gak suka dibohongin." Atsumu berujar dengan lirih dan suara yang serak sambil menundukkan kepalanya. Menatap ranjang rumah sakit itu dengan tatapan kosong dan tak percaya.
"Dan aku gak suka ngebohongin kamu Tsum...." balas Osamu dengan lembut.
"Tapi kenapa kita masih tetap sama-sama kayak gini? Kamu bilang aku mau dia jual, kan? Kenapa aku masih bisa sama kamu?"
"Kenapa?" Osamu mengulang dengan pelan. "Karena aku bikin perjanjian sama dia. Kalo dia jual kamu aku gak mau jadi bawahan dia."
Atsumu kembali mengangkat kepalanya dan menatap Osamu. "Terus dia ngeiyain gitu aja? Gak mungkin dia langsung ngeiyain perkataan kamu."
"Dia ngeiyain." jawab Osamu dengan serius. "Arito itu... Brengsek yang manis Tsum... Dia ngasih satu permintaan yang bakal dia turutin ke anak kecil yang mau dia angkat jadi bawahannya."
"Dan dengan begitu anak kecil itu pasti bakal berpikir 'Dia orang yang baik' dan mereka bakalan dengan senang hati nurutin apapun perkataannya." Osamu mengepalkan tangnnya kuat-kuat ketika mengingat hal itu. "Dan sialnya aku juga kayak gitu."
"Aku nganggep dia baik pada awalnya. Aku nurutin perkataan dia buat bunuh orang dan lainnya. Tanpa aku sadar kalo itu semua salah."
Mulut Atsumu terbuka kecil mendengar itu. Suaranya tercekat dikerongkongannya saat ini. Tetapi dia memaksa untuk mengeluarkan suaranya. "Tapi kamu.... Disuruh bunuh orang Sam.... Kamu gak sadar kalo itu salah?"
Osamu menggeleng dan menatap Atsumu langsung kematanya. "Enggak Tsum..."
"Habisnya... Kalo aku nolak apa yang dia suruh.... Dia ngancem kalo dia bakalan bunuh kamu." Osamu berkata dengan nada yang pelan tetapi tersirat sedikit rasa sakit saat itu.
Sebenarnya Osanu tahu jika yang dia lakukan salah.
Membunuh orang yang tak bersalah hanya karena dia ingin agar Atsumu bisa tetap hidup.
Osamu tahu itu.
Tetapi, dulu....
Osamu tidak bisa melakukan apa-apa.
Jadi dengan terpaksa.
Dengan rasa takut dan rasa sedih yang menyelimuti dirinya.
Dia menuruti semua perintah orang bernama Arito itu.
"Dan aku gak mau itu.... Aku gak mau kehilangan kamu." Osamu menundukkan kepalanya, menatap lantai rumah sakit itu dengan tatapan lesu.
Dia tahu dia salah disini.
Tetapi dia benar-benar tidak ingin Atsumu membencinya.
"Aku juga gak mau kehilangan kamu.... Tapi gak gini caranya..." jawab Atsumu dengan suara seraknya.
"Tapi kalo gak pake cara ini aku bakal kehilangan kamu. Ini satu-satunya cara."
Atsumu mendesis mendengar perkataan Osamu yang tampak putus asa itu.
Atsumu tidak mengetahuinya.
Benar-benar tidak tahu.
Osamu terlalu baik dalam menutupi semua perilakunya ini. Sampai-sampai Atsumu tak menyadarinya sedikitpun.
Dia terlalu pandai menanggung beban ini sendirian.
Padahal...
Dia bisa membicarakannya pada Atsumu.
Atsumu memegang kepalanya yang terasa sakit dan meringis pelan akibat semua penuturan Osamu. Otaknya saat ini berpikir keras dan perkataan Osamu terus terngiang-ngiang di sana.
Osamu yang mendengar ringisan itu sontak mendongakkan kepalanya dan menatap Atsumu dengan khawatir. "Tunggu sebentar aku panggilin kamu dokter!" Osamu berkata dan berniat untuk segera menekan tombol yang ada di sebelah ranjang Atsumu.
"Gak! Jangan panggil dokter!" tahan Atsumu.
Tangan Osamu sontak berhenti bergerak ketika mendengarnya. Alisnya terangkat heran mendengar itu. "Tapi kamu kayak kesakitan! Kenapa malah gak boleh panggil do-"
"AKU BILANG JANGAN YA JANGAN!" Atsumu memekik dengan kencang sambil terus memegang kepalanya.
Osamu yang mendengar itu tentu saja hanya bisa diam.
"Tinggalin aku sendiri.... Aku perlu waktu buat mikirin semua ini." Atsumu berkata dengan suara yang pelan dan tanpa menatap Osamu.
Mulut Osamu terbuka, sudah siap untuk membantahnya. Tetapi ketika dia menyaksikan ekspresi Atsumu yang tampak sangat kecewa dan bingung itu membuatnya mengurungkan niat.
Osamu segera bangkit dari sana dan berbalik. "Aku tunggu diluar. Kalo perlu apa-apa panggil aja." tanpa menunggu balasan Atsumu, Osamu segera melangkah keluar dari sana.
Meninggalkan Atsumu sendirian.
Dan berkutat dengan pikirannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Life • Osaatsu[✔]
DiversosJodoh itu bukan cerminan diri sendiri, melainkan kembaran sendiri.