Dulu Joohyun mendengar bahwa harapan membuat manusia tetap hidup. Mimpi-mimpi akan membuat manusia berambisi untuk meraih. Manusia punya tujuan untuk dituju.
Tapi Joohyun, ia tidak punya tujuan. Ia tidak punya pengharapan kepada apa pun. Termasuk kebahagiaan.
Sejak ia beranjak dewasa, ada satu hal yang Joohyun akhirnya anggap sebagai angin lalu tanpa benar-benar mengharapkannya lagi sepenuh hati. Bahwa suatu hari ia akan menemukan kebahagiaan yang kekal.
Kebahagiaan yang tidak memiliki celah untuk diisi kesedihan. Kebahagiaan yang membuatnya lupa penderitaannya selama ini. Kebahagiaan yang membuatnya menangis dan berkata; Ini yang kucari.
Joohyun tidak ingin lagi berharap dan terus menunggu kapan hari di mana ia akan bahagia datang.
Joohyun tidak ingin terlalu berharap, sebab ia meyakini bahwa persentase ia akan menemukan bahagia yang ia mau sangat tipis. Bahkan nyaris nol. Joohyun tidak ingin harapannya sendiri menenggelamkannya. Membuatnya mati perlahan dalam kekecewaan.
Pada intinya Joohyun sudah tidak ingin mencari dan bertanya-tanya: Kapan kebahagiaan akan datang menghampiriku.
Jika ada yang bilang yang tidak punya tujuan adalah manusia putus asa. Masukan Joohyun ke dalam daftar itu.
Hidupnya hanya mengalir saja. Seperti ikan yang enggan berenang melawan arus karena satu-satunya cara bertahan adalah tidak melakukan perlawanan. Hanya mengikuti alur. Dan menikmati apa-apa yang barangkali masih tersisa untuk dinikmati di sepanjang perjalanan.
Joohyun mungkin saja masih hidup, tapi ia merasa sudah mati sejak dulu. Sejak tidak ada gairah lagi di hidup ini yang ia rasakan. Sejak ia semakin menyadari bahwa tidak ada satu pun keberuntungan yang pernah ia dapatkan. Tidak ada satu hal yang berjalan sesuai keinginannya.
Pesan moral yang pernah ia petik dari kisah anak-anak yang ia baca, bahwa tidak selamanya penderitaan akan melekat atau suatu hari penderitaan akan berganti kebahagiaan, ternyata hanya omong kosong yang dibuat oleh pengarang.
Hidup Joohyun memang semenderita itu. Dibuang orang tuanya dipanti asuhan, gadis cerdas namun tidak beruntung dalam hal akademik, tidak pernah mendapatkan pekerjaan terbaik dengan gaji terbaik, dan yang terakhir, mendapat suami kejam meski kaya raya dan berpangkat.
Bodohnya saat Joohyun pikir bahwa bertemu dengan Suho adalah akhir dari segalanya. Akhir dari semua penderitaannya. Ia menertawakan dirinya sendiri di cermin kamar mandi dengan mata berwarna ungu di malam pertama Suho memukulnya. Kadang menertawakan dirinya yang tidak bisa melakukan apa-apa selain menurut, karena takut menjadi gelandangan.
Lihat, tidak ada gunanya berharap. Meski hanya secuil.
Joohyun memang penurut dan tidak terlalu suka mengambil resiko berbahaya.
Entah keberanian itu muncul darimana saat Taehyung datang. Menjungkir balikan hidupnya.
"Joohyun, hubungan kita ini ... salah."
Siapa yang pada akhirnya mengucapkan kalimat yang sama persis yang pernah diucapkan Joohyun dulu?
Joohyun tahu mereka salah sejak awal. Ia sudah mencoba berhenti. Namun, siapa yang kembali meyakinkannya dan membawanya melangkah sejauh ini?
Siapa yang membuatnya kembali berpikir bahwa kebahagiaan yang ia cari bukan lagi sekadar angin lalu jika ia memang merasa bahagia hidup seperti ini? Siapa yang membuatnya percaya bahwa ia bisa hidup bahagia dengan orang yang mencintainya dan ia cintai?
Joohyun hanya diam ia tidak ingin menjawab, membantah, atau berteriak. Perasaannya campur aduk hingga ia tidak bisa merasakan apa yang paling dominan.
Tidak lama setelah mengatakan bahwa istrinya sadar dari koma. Taehyung segera merapikan barang-barangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret Event
RomanceKetika sang istri terbaring koma di rumah sakit. Taehyung bertemu dengan Joohyun yang malam itu babak belur. Keduanya yang telah memiliki kehidupan pernikahan masing-masing sering dipertemukan kembali dalam sebuah tragedi. Apa pertemuan itu adalah t...