14. Vanilla

315 49 18
                                    

(4 bulan kemudian)

Pria itu duduk di samping ranjang pasien di salah satu rumah sakit. Beberapa bulan ini, pria berhidung tinggi itu dapat melihat semua alat yang menopang tubuh istrinya agar tetap hidup. Benda yang menghasilkan bunyi bip dan menunjukkan detak jantung wanita yang tidak sadarkan diri itu.

Empat bulan lalu, setelah operasi mata yang dilakukannya berhasil. Taehyung dapat melihat lagi. Hal yang awalnya bagaikan mimpi kini menjadi kenyataan.

Saat buta ia mempelajari segalanya, seolah dirinya akan berada di dalam kegelapan selamanya. Mungkin ini yang dinamakan mukjizat. Tuhan ternyata masih memberikan belas kasihan pada Nam Taehyung setelah apa yang ia perbuat dengan wanita itu.

Im Joohyun.

Wanita yang kini meninggalkannya entah ke mana. Wanita yang ia harapkan ada di hadapannya ketika membuka mata dan melihat dunia. Kini Taehyung ingat bahwa wanita itu tidak pernah menjawab saat pria itu mengatakan harapannya tentang orang pertama yang ingin dia lihat pertama kali.

Empat bulan yang lalu, setelah dokter melepas perban yang melingkar di matanya. Pandangan Taehyung mengabur, mungkin efek karena terlalu lama tidak melihat cahaya. Sebuah siluet wanita ada dihadapannya. Ia berharap itu adalah Joohyun.

Namun, ketika pandangannya jernih kembali setelah beberapa waktu. Yang ia lihat pertama kali adalah perawat dan dokter yang menanganinya. Tidak ada Joohyun, tidak ada wanita itu. Tidak ada wangi vanilla yang memenuhi penciumannya.

"Di-di mana Joohyun."

Adalah pertanyaan pertama yang Taehyung ucapkan kala itu.

Namun, tidak ada yang menjawab. Mereka seperti tidak tahu tentang keberadaan Joohyun. Wanita itu hilang bak asap.

Pada akhirnya wanita itu pergi meninggalkannya. Taehyung benar-benar telah ditinggalkan tanpa penjelasan. Hanya sebuah kecupan panjang dan kalimat cinta. Tidak ada akses untuk Taehyung menemukannya walau kini ia dapat pergi dengan leluasa. Nomor telepon wanita itu tidak pernah aktif.

Benarkah wanita itu mencintainya? Namun, kenapa tidak ingin berjuang bersamanya?

Taehyung menggeleng. Mencoba menepis perasaan itu. Mungkin ini saatnya ia menapaki realita. Kembali menjadi seorang pria yang duduk setia di samping ranjang istrinya. Menunggu sebuah keajaiban datang. Atau mungkin menunggu perasaan cinta itu kembali datang.

"Hyung."

Suara Jungkook mengagetkannya. Pemuda itu datang membawa dua cup kopi.

"Pasti Hyung lelah. Mau pulang dulu untuk ganti baju? Atau mau tidur di rumah malam ini? Aku bisa di sini menemani, Noona."

Taehyung tersenyum penuh arti pada Jungkook. Akhirnya ia memilih pulang ke apartemennya. Kini secara resmi ia telah pindah ke rumahnya sendiri. Rumah yang masih tertinggal wangi vanilla ketika ia kembali menapakinya.

Ia duduk di ruang tengah. Tepat di depat foto pernikahannya dengan Sooyoung. Senyum kotak itu menandakan bahwa dirinya bahagia. Dan, Sooyoung wanita itu tersenyum manis hingga matanya menyipit seperti bulan tsabit.

Taehyung ingin menyalahkan dirinya sendiri untuk satu hal. Untuk perasaannya yang tidak juga muncul untuk Sooyoung. Hampir setiap hari selama empat bulan ini, ia terus mengunjungi istrinya di rumah sakit. Namun, bukan berarti karena dia mencintainya lagi. Ia melakukan itu karena merasa bahwa ini adalah sebuah kewajiban yang harua ia lakukan.

Terlebih. Setelah mengkhianati istrinya dan tidur dengan wanita lain bahkan ketika dia buta. Sungguh Taehyung ingin menyesal, tetapi ia selalu mengingat Joohyun. Ia ingin wanita itu kembali, tapi bagaimana caranya?

Sebuah dering telpon membuat Taehyung tersadar dari lamunannya. Jimin meneleponnya.

"Halo."

"Taehyung. Kau di mana?"

"Baru saja aku sampai rumah. Jungkook menggantikanku di rumah sakit. Ada apa?"

Taehyung memijat keningnya sendiri. Dia menyandarkan punggungnya ke sofa dengan nyaman dengan satu tangan terlentang di atas kepala sofa.

"Tidak, hanya ingin membahas sesuatu. Apa kita harus bertemu?"

"Bisa katakan di telepon saja? Apa itu sangat penting hingga kita harus bertemu?"

"Aku hanya ingin membahas tentang perusahaan kita. Begini, Taehyung. Karena kondisimu yang secara fisik sudah hampir pulih. Aku pikir tidak ada salahnya jika kau kembali ke perusahaan?"

"Maksudmu aku kembali bekerja begitu? Bagaimana dengan program kerja kita? Bagaimana dengan target. Kolegaku? Aku tidak mengingatnya, Jim."

Bukannya tidak ingin kembali bekerja karena hartanya sudah melimpah. Taehyung hanya mengantisipasi, takut jika kembalinya ke perusahaan akan membawa hambatan.

"Kau tidak perlu khawatir, Taehyung. Kau hanya perlu datang, mengamati, dan mengingat setiap detail pekerjaanmu. Tentang goals dan kolega. Biar aku saja yang atasi."

"Oke. Aku setuju."

"Ngomong-ngomong soal kolega, Taehyung. Sabtu malam nanti ada pesta besar yang akan dihadiri beberapa kolega perusahaan kita. Mungkin kau bisa datang, ya, untuk mengingatkan kau kembali pada wajah dan nama mereka."

"Baiklah. Aku akan datang."

.
.
.

Yang pertama kali ada dalam kepala Taehyung ketika Jimin mengatakan tentang pesta adalah ruangan besar dengan lampu berkelap-kelip dengan latar musik yang berdentum keras. Persis seperti di club malam. Namun, Taehyung lupa bahwa ini adalah acara formal yang akan dihadiri orang-orang penting dan terhormat.

Berada di ruangan ini membuat Taehyung merasa seperti di Eropa. Ruangan ballroom di salah satu hotel ternama itu disulap dengan tema kerajaan-kerjaan eropa jaman dulu. Jangan lupakan juga musik klasik yang mengalun. Membuat Taehyung benar-benar terhipnotis.

"Vine, Tuan?"

Seorang pelayan datang menghampiri Taehyung yang berdiri sedikit menjauh dari kerumunan.

"Tidak, terima kasih."

"Di sini kau rupanya. Kenapa menjauh?" Jimin menghampiri Taehyung dengan wajah panik. Ia takut jika Taehyung kabur sebenarnya.

"Aku hanya haus."

"Kemarilah."

Jimin melambaikan tangan pada Taehyung agar pria itu datang padanya. Pria berbibir tebal itu ingin membawa Taehyung di tengah obrolan dengan para rekan bisnis mereka.

"Tuan Nam Taehyung. Lama sekali kita tidak bertemu. Mungkin kau lupa, aku Kim Namjoon. Perusahaan kita bekerja sama untuk masalah logistik."

Taehyung menjabat tangan pria berlesung pipi yang mengulurkan tangannya lebih dahulu itu.

"Selamat datang lagi di perusahaan."

"Terima kasih."

"Oh ya, Tuan Kim. Bagaimana kelanjutan proyekmu di Jepang," Jimin bertanya pada pria tinggi dan terlihat pintar hanya dari cara berdiri dan menggenggam gelas vine itu.

"Proyeknya sudah 75% selesai. Kutargetkan tahun depan akan segera rampung. Dan, oh Tuan Jimin bagaimana dengan ...."

Netra Taehyung membulat sempurna. Ucapan Kim Namjoon yang sedang serius membahas tentang proyek yang tidak Taehyung ketahui itu terdengar samar di telinganya. Bahkan indra pendengarannya itu seakaan tuli mendadak.

Indra penciuman Taehyung yang kini menajam. Pada satu aroma yang sangat dikenalinya. Pada aroma yang sangat familiar. Aroma yang dapat membuat jantungnya memompa begitu cepat. Aroma yang membuat perutnya seperti diserbu ribuan kupu-kupu.

Vanilla.

Apa wanita itu ada di sini? Apa cintanya ada di ruangan yang sama dengannya?

.
.
.

Tbc

Holaaa. Apa kabar kalian!!!
Jangan lupa tinggalkan komentar kalian di sini tentang cerita ini. 😍

Our Secret EventTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang