Leroy tertegun melihat Haruto sedang jatuh lunglai di dekat pintu kamarnya, Leroy bergegas setengah berlari menuju tempat itu. Leroy membopong tubuh Haruto menuju kamarnya, Haruto terlihat setengah sadar melihat ke arah Leroy, sementara Leroy sendiri tidak mengambil pusing perihal itu. Leroy mengantar Haruto ke dalam kamar mandi, saat ia dapat mengerti racau yang diucapkan Haruto.Haruto memuntahkan isi perutnya, Leroy tepat berada di belakangnya sambil memijat leher Haruto pelan-pelan, setelah Haruro memuntahkan isi perutnya sebanyak tiga kali, Leroy menekan tombol bagian atas untuk menyiram muntah tersebut. Kembali dengan membantu Haruto ke atas ranjang, setelah Haruto berhasil terbaring—Leroy segera mengambil sebotol susu yang dibelinya, meminumkannya pada Haruto meski sulit bagi Haruto untuk menelan, takut hal itu minuman beralkohol.
"Ini susu, kau... Kadar alkohol turun dua puluh persen jika kau meminumnya," ucap Leroy mencoba menjelaskan, Haruto tak percaya, sekuat tenaga anak itu menolak.
"Hei! Lihat! A—aku meminumnya!" Leroy berucap, meminum beberapa teguk susu itu di hadapan Haruto, bahkan Leroy mengeluarkan isinya agar Haruto percaya.
Segala upaya dilakukan Leroy, hingga Haruto akhirnya mau menerima dan meminum susu tersebut. Leroy duduk di tepian ranjang setelah Haruto berhasil meminum setengah botol susu, Leroy seolah siap sedia kalau-kalau Haruto akan kembali muntah. Namun, tiga menit setelah meminum susu tersebut, Haruto tidak memberikan tanda-tanda ia akan muntah, matanya sudah bisa terbuka lebar meski masih setengah sadar.
"Kenapa kau... Membantuku?" Tanya Haruto penasaran, matanya tertuju pada wajah Leroy yang masih buram.
"Aku masih punya sisi baik, Jangan mempermasalahkan soal itu," jawab Leroy, menghindari pandangan mata Haruto.
"Jangan bilang aku yang membantumu, kalau-kalau kau ditanya Junghwan, atau siapapun," ucap Leroy, seperti menakutkan hal sesuatu yang tidak bisa ditebak oleh Haruto sendiri.
"Kau takut? Jika iya, kau hanya menumpang keberanian dalam kelompok mu." Haruto berani berucap, namun memilih menundukkan kepalanya.
"Aku tidak mengiyakan ucapan mu," jawab Leroy setengah kesal, memilih berdiri dari tempat duduknya, dan kembali membersihkan kamarnya.
Haruto turun dari ranjang, setelah sekian lama duduk. Kepalanya sudah tidak lagi terasa pusing, ia bahkan dapat melihat sosok Leroy dengan jelas. Haruto melangkah menuju meja makan, mengambil gelas-gelas kotor ke wastafel—membuat Leroy menoleh dan melihat Haruto sedang mencuci gelas-gelas tersebut.
"Itu bukan pekerjaan mu, pulanglah." ucap Leroy, melangkah mendekati posisi Haruto, yang tangannya sibuk bermain dengan gelas serta spon.
"Aku diajarkan bertanggung jawab," jawab Haruto.
Leroy seketika diam, memilih untuk duduk di kursi, melihat Haruto mencuci gelas itu hingga tidak terasa selama tiga menit, pekerjaan yang dilakukan Haruto selesai. Kemudian Haruto mengambil tas miliknya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun langsung pergi dari kamar Leroy, meski ia tidak tahu sekarang sudah pukul berapa Haruto tetap memilih untuk pulang.
Leroy mengambil jaketnya, ia menyusul Haruto, entahlah apa yang membuat dirinya khawatir akan keadaan Haruto. Leroy memilih untuk menjaga jarak meski Haruto menyadari jika Leroy berada di belakangnya—Haruto berbalik, ia memergoki Leroy sedang melangkah mendekati Haruto. Tidak banyak basa-basi, Leroy akhirnya berjalan di samping Haruto.
"Kau benar-benar inklusi?" Tanya Leroy penasaran, ketika mereka berbelok di sebuah persimpangan.
"Entah, aku diagnosis sekitar umur dua belas tahun," jawab Haruto, tanpa melihat lawan bicaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST OF VALOR| TREASURE
Mystery / ThrillerMereka bilang, Haruto gila. Setelah mengunyah kecoa. Ia divonis sebagai disabilitas mental, yang ke depannya harus masuk sekolah ABK. Namun hal itu ditolak mentah oleh Ayahnya, dengan keras kepala Ayah Haruto tetap mendaftarkannya pada sekolah swast...