20

240 21 2
                                    

 
   Yoshi keluar dari mobil yang ditumpanginya, seorang wanita tua berusia empat puluh tahun sedang duduk pada kursi aluminium yang berkarat, debur ombak laut terdengar rancu saat menabrak batu karang. Sepoi angin dingin bertiup meracuni tubuh manusia, hingga mereka merapatkan jaketnya. Dalton menyerahkan kotak persegi warna hitam pada tuannya, Yoshi langsung menerima benda itu—senyumnya tersungging tegas dengan mata yang tajam ke arah Dalton semacam memberikan arti tersirat.

  Langkahnya berbunyi mengetuk bebatuan yang licin, pasir menempel pada sepatu pantofel yang digunakannya. Wanita tua yang bekerja sebagai Bimbingan konseling menoleh, rambutnya yang sepanjang bawah telinga terayun saat angin menerpa. Wanita itu berdiri dengan melemparkan senyum kaku, Yoshi masih berdiri bahkan ia tak berminat untuk berlama-lama di tempat ini. Di dalam mobil sana, Dalton meraih sesuatu dari dashbor. Yoshi mengembuskan napasnya dengan kasar, benda yang ia pegang jatuh ke pasir.

"Kerja kerasmu kurang memuaskan Mrs. Betty," ucapnya dengan nada bicara yang dingin.

"Tusukan lemah di leher, tidak memungkinkan dia mati dengan usaha payahmu itu. Tapi, aku cukup mengapresiasi keberanianmu," katanya lagi.

"Tapi, jika dia tidak mungkin mati karena tusukan itu. Siapa yang merobek perutnya?" Tanya Mrs. Betty begitu penasaran.

Yoshi berdecih kesal. "Berterima kasihlah dengan Dalton, Hyunsuk tidak percaya dengan kekuatanmu. Dia menyarankan agar Dalton ikut serta dalam aksimu malam itu, dia membuntutimu dan benar, Zhang tidak mati hanya tusukan pisau tak seberapa di lehernya."

  Mrs. Betty terdiam, mengalihkan pandangannya. Kejadian malam itu membayang ingatannya, sekitar pukul delapan malam—pesta pertemuan orang tua telah selesai selama dua hari, saat itu Mrs. Betty mengajak pak Zhang untuk bertemu di ruang olahraga, dengan alasan ada sesuatu yang harus dibicarakannya. Mrs. Betty datang lebih dahulu dan sudah menyelipkan pisau di kemeja tepat di belakang punggungnya, saat itu pak Zhang tanpa rasa curiga benar-benar datang.

  Mereka sempat bercakap-cakap, saat itu pak Zhang tahu bahwa tidak ada hal penting yang dibicarakan Mrs. Betty, namun dengan cerdas Mrs. Betty berusaha terus menerus mengulur waktu—mencari topik hingga pak Zhang bertahan ditempat itu. Pak Zhang kesal karena hanya omong kosong belaka yang dibicarakan Mrs. Betty, dan itu adalah kesempatan emas bagi Mrs. Betty saat pak Zhang berbalik badan menuju pintu.

   Mrs. Betty menusukkan pisau itu tepat ke leher bagian belakang, membuat pak Zhang terkejut hingga tubuhnya setengah rubuh. Kedua kalinya, pisau itu meleset karena pak Zhang berhasil menghindar—Mrs. Betty yakin bahwa pak Zhang pasti mati karena pendarahan namun prediksi itu salah. Pak Zhang berusaha memegang erat luka di lehernya, untuk mengurangi pendarahan, ia juga mengatur napasnya—mengurangi rasa panik yang membuat jantungnya berpacu hingga membuat darah semakin banyak keluar.

  Dari balik pintu saat Mrs. Betty pergi membuang pisau, Dalton yang ditugaskan untuk menguntit Mrs. Betty, ia masuk dengan mengambil senjatanya. Mengangkat tubuh atletis pak Zhang, sebenarnya sempat ada perlawanan tapi, waktu berpihak pada Dalton—pisau itu tepat menusuk perut pak Zhang, Dalton memposisikan wajahnya menyamping, ditariknya pisau itu hingga menciptakan robekan pada perut pak Zhang.

  Teriakan kesakitan dengan darah yang keluar dari mulutnya, matanya mendelik hingga tewas saat itu juga. Dalton menarik kembali pisau itu, darah menetes ke lantai—isian perutnya menggantung kemerahan, Dalton menyeka keringat saat ia sadar bahwa kematian pak Zhang benar-benar diluar kendali, tidak seperti rencana. Tidak tahu harus apa yang ia lakukan, Dalton memilih mengambil tali yang ada di dalam lemari alat olahraga—dengan tali itu, Dalton menggantung jasad pak Zhang di plafon—dengan mengait sebuah kawat berkarat, sebenarnya tidak juah dari dinding. Jasadnya terputar saat udara hampa bertiup.

FIRST OF VALOR| TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang