Jihoon menolehkan kepalanya ke samping kiri dan kanan sebelum benda pipih masuk ke lubang kunci. Ia memperhatikan sekitar, mencari dimana letak kamera pengawas-cukup lama ia berdiri sebelum akhirnya memilih masuk dengan cara mengendap-endap, kembali ditutupnya pintu itu. Dengan bermodalkan senter, langkah kakinya begitu pasti menuju rak biodata, dengan jeli anak itu mulai mencari orang yang sudah mereka tuju, setelah Whisper mengirimkan foto.Sambil sesekali melihat ke arah layar ponsel, Jihoon memastikan apa yang ia temukan adalah apa yang dicari Whisper. Dengan hati-hati, Jihoon memasukkan delapan jilid tipis biodata siswa ke dalam kantong kain, dengan mencocokkan foto profil dengan foto yang dikirim Whisper, meskipun ada yang buram dan tak jelas bantuk wajahnya. Jihoon tetap yakin bahwasanya apa yang ia ambil adalah biodata asli mereka.
Selesai dengan sesi itu, Jihoon bergegas keluar, msngguci pintu lalu berlari menuju lapangan menembak. Dengan lihai berlari dalam kegelapan malam, melewati perpustakaan dan berakhir di sebuah vinil. Hutan sekolah sudah terlihat dengan baik, terlihat menyeramkan daripada mansion mereka di tengah hutan. Jihoon mengembuskan napasnya dengan tenang, melangkah memasuki hutan dengan menyalakan lampu senter.
Whisper rupanya sudah menunggu yang tak jauh dari Jihoon. Ia dapat melihat Jihoon datang sesuai dengan apa yang ia butuhkan. Whisper memeriksa dalam kantong kain hitam itu, ia mengancungkan jempol memberikan pujian atas pekerjaan Jihoon ini. Whisper mengajak Jihoon masuk ke dalam hutan, dengan menyusuri dan mengikuti bekas rerumputan yang patah layu menguning.
"Kenapa kau curiga dengan anak-anak di kamar itu?" Tanya Jihoon, dalam perjalanan memasuki hutan.
Whisper masih fokus memperhatikan area hutan. Matanya menerawang jauh, melihat baik-baik jalur rerumputan yang menguning karena ijakan tak hati-hati, ia mengangkat alis—ada banyak arah yang acak. Whisper menelan ludah, ia lupa kalau belum menjawab pertanyaan Jihoon.
"Kita tidak bisa membicarakannya saat ini, lihat!" Whisper membuat Jihoon diam, tapi matanya tertuju pada sorot lampu senter Whisper.
"Ada banyak jalur, seperti orang berlarian. Jadi, apa kita harus berpisah?" Tawar Whisper, membuat Jihoon sedang berpikir sebelum menjawab.
"Jangan terkecoh dengan jalur itu. Kita ikuti jalur utama, lihat, sepanjang rerumputan, hanya jalur ini yang menyakinkan, kita tidak tahu jalur acak itu bekas binatang hutan," tegas Jihoon, ia juga menyoroti jalur jalan yang dimaksud olehnya.
"Baiklah, kita teruskan," jawab Whisper, dengan senang hati kembali melangkah tidak peduli dengan apa pun yang ada di hutan ini.
Keduanya melangkah berdampingan, sorot cahaya senter masing-masing mengarah pada sisi jalan, atas pohon dan rerumputan. Mereka saling berhati-hati karena mengingat predator seperti ular bisa saja datang, mengingat eksistensi dan serangannya sulit diterka. Jihoon mengerutkan keningnya, ia melihat sesuatu di balik pohon besar. Benda itu setengah menyala saat lampu senter kian menyorot.
Jihoon menepuk dan memanggil Whisper, yang dipanggil lekas berbalik hingga kemudian mengikuti langkah Jihoon. Tanpa bertanya, Whisper paham dengan apa yang disorot Jihoon. Keduanya melangkah ke tempat itu, mengambil dengan hati-hati. Kemudian saling pandang, Jihoon segera memasukkan benda itu ke dalam wadah, meskipun bertanya-tanya dengan penemuan barang itu—keduanya kembali menelusuri hutan, mereka telah menemukan rasa curiga.
---00---
Derap langkah kaki semakin terdengar saat Haruto terbangun dari tidurnya, matanya menajam menerawang ke arah ruang tengah. Ia pelan-pelan turun dari ranjang, meneguk ludah, ia melangkah ke balik pintu—menempelkan kupingnya, berusaha mendengar siapa gerangan di luar sana. Matanya membulat saat melihat sorot lampu senter mengarah ke pintu, ia dapat mengintip lewat fentilasi pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST OF VALOR| TREASURE
Misteri / ThrillerMereka bilang, Haruto gila. Setelah mengunyah kecoa. Ia divonis sebagai disabilitas mental, yang ke depannya harus masuk sekolah ABK. Namun hal itu ditolak mentah oleh Ayahnya, dengan keras kepala Ayah Haruto tetap mendaftarkannya pada sekolah swast...