"Aku melihatnya! Idiot itu membakar Caspian! Kau percaya padaku Caesar! Dia pasti akan membunuh kita!" suaranya yang serak dengan urat leher kencang berbicara menaikkan beberapa oktaf suaranya.Peony menggigit ujung kuku ibu jari, terlihat gemetar, "Sudah begini kau bisa tanggung jawab, Junghwan? Apa yang akan aku katakan pada orang tua Edith, bila mereka menelepon nanti?" Tak kalah panik, gadis itu jadi ikut frustrasi berdiri gelisah di sebelah Caesar.
"Apa buktinya jika dia membunuh Edith dan Caspian? Jangan mengada-ada, ini tidak lucu Doyoung!" Caesar terbawa emosi, ia belum bisa menerima kembarannya mati karena si idiot Haruto.
"Bodoh! Dalam keadaan genting kau masih mencari bukti? Apa maksudmu Caesar? Aku melihatnya, Caspian terikat di pohon dan Haruto membakarnya!" Doyoung menaikkan kembali suaranya, ia emosi lantaran harus bagaimana lagi ia mengatakan agar Caesar maupun Junghwan percaya padanya.
"Kau gila? Kau pasti berhalusinasi!" Junghwan angkat bicara, bola matanya yang tajam menatap ke arah Doyoung, penuh intimidasi. Doyoung balik menatap bahkan turun dari kasur.
"Lagi pula, kita datang saat pemakaman idiot dilakukan, dia mati. Tertabrak mobil, dan kau juga tahu itu," ucapnya, dengan wajah datar, Peony menelan ludah sementara Caesar membenarkan ucapan Junghwan.
"Peony kau percaya padaku, iyakan? Haruto menawariku mati dengan cara yang sama, dia memutilasi tubuh Edith. Dan mungkin... Mungkin saja Leroy juga dibunuh Haruto!" pungkasnya panik, kedua tangannya bergerak ke udara, bola matanya bergerak liar menatap satu per satu mata tiga temannya.
Semuanya terdiam, Peony yang bimbang justru membalikkan badannya menunduk hingga menjatuhkan dirinya di atas sofa. Sementara Doyoung menanti jawaban Peony, satu detik, dua hingga lima detik tak juga ada jawaban dari Peony. Doyoung terduduk, mendesah kecewa?—kini ia tak didengar, itu menyakitkan. Caesar memilih ikut duduk seperti Peony sementara Junghwan memilih menyalakan rokok lalu menghisapnya. Ruang kamar Junghwan tidak lagi berisik, seolah mereka saling memikirkan, mempertimbangkan atau bahkan menjauhkan apa yang sudah dikatakan Doyoung-menganggap itu hanya ilusi Doyoung.
"Aku melihatnya, dia berkata, 'apakah aku mati dengan jasad mutilasi atau cara yang lain'. Aku melihatnya, dia berkata padaku, dia membakar Caspian, aku—" Doyoung terus meracau, ucapannya semakin melantur dengan wajah tertunduk, lesu.
"Diam!" bentak Junghwan, melempar rokok tadi, kemudian melangkah dan langsung meninju wajah Doyoung, Junghwan mencengkeram kaos berleher Doyoung.
"Berhenti mengada-ada! Apa kau ketularan gila? Berhenti mengatakan 'aku melihatnya, dia membakar Caspian' berhenti! Aku muak mendengarnya!" Junghwan meneriaki Doyoung, sisi bibir Doyoung memar bekas pukulan tadi.
"Apa setelah aku membantumu balas dendam, ini adalah balasannya? Aku membantumu merundung anak itu, meski aku tidak tahu masalah apa yang kau hadapi dengannya di masa lalu, inikah balasan untukku?" Suara Doyoung yang bernada rendah namun penuh penekanan dan emosi, Peony dan Caesar diam-tidak berbuat apa-apa.
"Setelah keadaannya runyam kau seperti tidak punya penyesalan, kau tidak menyesal merundung Haruto meski dia dinyatakan mati! Mana rasa tanggung jawabmu? Mana janjimu, kau akan melindungi kami jika suatu saat kita tercium Polisi. Sekarang, kita berhadapan dengan Haruto sang pembunuh, kapan kau percaya? Kapan kau akan percaya! Aku lelah terus menerus jadi anjing pesuruh!" saat Doyoung mengatakan hal tersebut, kembali lagi pukulan mendarat di pipinya, tubuhnya terhuyung mundur.
"Ap— apa yang kami dapat setalah membantumu balas dendam Junghwan? Selain masalah!" pungkasnya, terduduk dengan tangan kiri menyentuh sela pipinya yang terasa perih nan panas.
"Dia benar! Apa untungnya kami membantumu? Kau tidak menceritakan tentang kisahmu di masa lalu, masalah apa yang kau hadapi dengan Haruto." Peony angkat suara, tidak lagi ia sabar menghadapi pertengkaran antara Doyoung dan Junghwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST OF VALOR| TREASURE
Детектив / ТриллерMereka bilang, Haruto gila. Setelah mengunyah kecoa. Ia divonis sebagai disabilitas mental, yang ke depannya harus masuk sekolah ABK. Namun hal itu ditolak mentah oleh Ayahnya, dengan keras kepala Ayah Haruto tetap mendaftarkannya pada sekolah swast...