Seminggu berlalu...Haruto mengelap keringatnya, ini adalah hari yang ia tunggu. Melakukan apa yang telah ia tekadkan, Haruto menoleh ke arah belakang—menatap pavilium yang pernah menjadi tempatnya menumpang hidup, matanya mengerjap, ia yakin ia pasti akan kembali ke tempat ini—suatu ketika, saat balas dendam usai.
"Ini milikmu, jaga dirimu. Jihoon akan membantu, apa pun yang mendesak kau harus menghubungi Whisper," ucap Yoshi, menyerahkan boneka beruang yang pernah diberikan Leroy padanya.
Haruto menerima benda itu, ia mengangguk menyanggupi dengan apa yang dipesankan Yoshi. Hyunsuk menepuk pundaknya, bahwa ini bukan tindakan yang salah. Jihoon menghidupkan mesin mobil menandaskan bahwa ia harus segera pergi—Haruto memeluk boneka beruang itu.
"Pergilah, melankolis. Tinggalkan inklusi, terima gelar yang kuberikan." Hyunsuk menatap tajam, kesan wibawa seorang pemimpi dan wajah keras berkata tegas padanya.
"Aku akan kembali, sebagai pengedar," jawab Haruto, hingga kemudian melangkahkan kakinya menuju mobil yang sudah siap sejak tadi.
Jihoon menginjak pedal gas, Haruto duduk dengan nyaman memeluk boneka beruang itu. Matanya menatap seisi hutan, untuk menuju mansion tidak ada jalan—namun rupanya, ada jalan berumput setinggi mata kaki, yang akan membawa mobil keluar dari hutan, hingga tiba di jalan sepi bebatuan. Tidak jauh dari jalan itu, jalan umum akan ditemukan.
Sepanjang perjalanan itu, Haruto tidak banyak bicara, ia menatap lamat-lamat ke arah depan. Menyiapkan diri, kalau bisa ia ingin bertemu Leroy—menyempatkan diri bahwa ia hendak menyapa, membuktikan bahwa dirinya belum mati seperti yang diberitakan di internet. Ia masih bernapas hingga sekarang.
Mobil terus melaju, memasuki area perkotaan, tujuan mereka kembali ke international boarding school Haruto hanya bisa menemukan orang-orang itu di sana, mereka tak mungkin pulang. Haruto mengambil tasnya, ia buka dan ia ambil pistol itu—shoutgun pemberian Yoshi, ia akan membunuh Junghwan dengan benda itu.Sorot lampu mobil menabrak dinding, tepat singgah di belakang lapangan menembak. Jihoon menoleh pada Haruto, sementara Haruto sendiri bersiap-siap untuk segera turun, ia terlihat meraih tas dan membenarkan tali sepatunya.
"Ikuti tanda goresan di pohon, ingat itu," Jihoon berucap, yang direspons Haruto dengan anggukan kepala.
Jihoon memperhatikan Haruto yang sudah melangkah menaiki tangga, kawat berduri juga dipotong beberapa bagian agar Haruto bisa lewat dengan leluasa. Whisper sudah mengatur akan hal itu, Haruto akan menjalani tugasnya dan mengatur rencananya dengan matang. Haruto berdiri di atas pagar beton tanpa kawat berduri, ia melambaikan tangan pertanda perpisahan pada Jihoon yang hanya bisa tersenyum ciut sembari menjalankan mobilnya.
Haruto melangkah melewati udara khas musim semi, lampu dari bangunan terlihat hanya beberapa yang hidup—yang menandakan hanya ada beberapa orang di tempat ini. Langkahnya terus menyusur sampai ia berhasil berada di depan vinil, ia raih tas miliknya—mengambil senter yang sudah ia bawa. Ia kembali melangkah dengan bantuan senter tersebut, suasana hutan yang sepi dan tenang meninggalkan suara berisik langkah kakinya.
Sesekali ia berhenti demi memastikan arah yang ia tuju telah benar, tanda goresan vertikal pada kulit pohon rupanya cukup terpelajar, kendati jaraknya lumayan jauh dari asrama. Benar rupanya, hutan sekolah ini begitu besar dan menyesatkan—hingga tidak jarak beberapa siswa tersesat saat berkemah di musim liburan, atau awal semester musim panas. Haruto menyorot cahaya senter miliknya ke arah depan, seekor ular sedang melintas pelan—saat mendongak ke atas, burung hantu terlihat bertengger di atas pohon, kicau burung dan binatang malam mengisi riuh keheningan.
Saat seekor ular itu sudah benar-benar melintas. Haruto kembali lagi dengan langkah pelan, karena tidak jauh ia sudah dapat melihat tenda biru tua dengan pagar kawat mengelilingi tenda itu. Mungkin untuk menghindari masuknya ular seperti yang ia lihat tadi, Haruto lekas masuk ia nyalakan lampu kecil yang cahayanya temaram—ia merebahkan diri, sekarang masih pukul sepuluh malam—ia harus punya rencana untuk esok pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST OF VALOR| TREASURE
Mystery / ThrillerMereka bilang, Haruto gila. Setelah mengunyah kecoa. Ia divonis sebagai disabilitas mental, yang ke depannya harus masuk sekolah ABK. Namun hal itu ditolak mentah oleh Ayahnya, dengan keras kepala Ayah Haruto tetap mendaftarkannya pada sekolah swast...