Doyoung bersandar pada batang pohon, kaki kanannya selonjoran dengan ikatan kain dari robekan kaos ketek yang dipakai oleh Caesar. Anak itu sedang menemani Peony, mencoba memulihkan kondisi tubuhnya dengan seadanya, Junghwan berjalan pelan menuju tempat ketiga temannya berkumpul—matanya tertuju langsung pada Doyoung, mereka saling bertukar pandang hingga Junghwan berani mendekati posisi Doyoung yang saat itu memilih menoleh ke arah lain, Junghwan duduk tepat di sebelah Doyoung—pelan-pelan menurunkan kaki kirinya yang jiga terluka, terikat oleh kaos kaki yang disambung oleh Junghwan sendiri.
"Di sini pasti dingin, terima kasih sudah mengorbankan pakaian dan kaos kakimu untukku," pungkas Junghwan, suaranya tenang dengan sorotan mata yang teduh.
"Jika Haruto senekat ini, mana mungkin aku merundungnya, seadainya aku tahu, sea—"
"Sudah! Ini terjadi, tidak ada yang perlu disesali, Junghwan," potong Doyoung, tak bisa ia mendengar kelanjutan dari ucapan Junghwan.
"Aku menyesali sesuatu, tapi, aku juga tidak mau merasa bersalah," ucap Junghwan.
"Kau egois, selalu salah langkah meski rencana yang kau lakukan selalu berhasil. Sekarang, apa yang harus kita lakukan? Pulang? Tidak mungkin, kembali ke sekolah pasti menjadi pertanyaan orang lain," ucapan Doyoung mengundang Caesar untuk bergabung dalam pembicaraan itu.
"Kita harus mencari keberadaan Haruto," cetusnya dengan tegas, matanya menyorot ke arah Junghwan dan Doyoung bergantian.
"Itu sama saja kita mencari mati, Caesar!" Peony menyerukan suaranya, tubuhnya masih lemah dan bersandar pada sebuah pohon.
"Setelah adikku mati, bahkan Edith. Kita tidak mungkin lepas dari pertanyaan, bagaimana seadainya ibuku bertanya? Bagaimana tiba-tiba orang tua Edith menelepon dan mempertanyakan anaknya? Kita tidak mungkin bisa sembunyi! Bila kalian pulang, aku tetap akan di sini, mencari Haruto aku harus membalas rasa sakit Caspian!"
"Caesar benar, Haruto sendiri. Kita berempat, kita bisa menghumnya, setidaknya dengan langkah ini kita bisa memikirkan jawaban lain atas kematian Edith dan Caspian," jelas Junghwan dengan suara yang pelan, membuat Caesar bersemangat sementara Peony tunduk dengan apa yang telah direncanakan temannya.
"Untuk malam ini, kita bermalam di sini. Kelihatannya, Haruto tidak ada di area permainannya entah kemana perginya. Kita menetap di tempat ini, besok hari kita cari keberadaannya," jelas Junghwan yang hanya dianggukkan kepala oleh orang tuanya.
---00---
Air terus mendidih, Haruto tepat berdiri di depan kompor itu, ia berbalik melihat Seon-yong dan Leroy terikat pada kursi. Kepala mereka miring ke kiri, dengan wajah yang memucat, Haruto sudah lama menantikan kehadiran waktu—dan ini adalah kesempatan emas bagi dirinya. Mama Seon-yong mengerjap, ia merasakan himpitan pada tubuhnya semakin menganggu nan erat menimbulkan rasa sakit. Mata Seon-yong melihat seorang anak laki-laki berdiri mematikan kompor, berpakaian lusush dengan bau anyir—bekas tapak sepatunya pun membekas lantai marmer."Bagaimana rasanya ditikam dengan cara yang tak pasaran, Mama?" Pertanyaan Haruto sontak membuat Seon-yong membulatkan bola matanya.
"Sebelum kau akan mati di tangan orang gila, anak yang kau tak inginkan kelahirannya. Bisakah kau berbicara, akan kuberi waktu agar kau bicara lalu—aku akan merobek mulutmu." Seon-yong menatap tak percaya, mungkin dalam benaknya bagaimana bisa Haruto masih hidup, jasad itu nyata dikubur meski tak tahu wajahnya.
"Tidak Ruto, jangan lakukan itu," kata Leroy lemah, matanya dengan sayu melihat ke arah Haruto.
"Jangan khwatir, kau pun dapat gilirannya, Leroy," jawab Haruto namun kedua matanya tertuju pada arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST OF VALOR| TREASURE
Mystery / ThrillerMereka bilang, Haruto gila. Setelah mengunyah kecoa. Ia divonis sebagai disabilitas mental, yang ke depannya harus masuk sekolah ABK. Namun hal itu ditolak mentah oleh Ayahnya, dengan keras kepala Ayah Haruto tetap mendaftarkannya pada sekolah swast...