Dengan ancaman pistol yang tepat menempel pada pelipis, serta seretan keras Junghwan, Haruto tidak bisa melakukan apa pun sekarang. Ia menyesal memasukkan cutter itu ke dalam kantong, jika saja ia tak terdesak mungkin Haruto akan nekat melukai siapa pun. Junghwan mendorongnya, membuat tubuh Haruto tak seimbang dan jatuh ke atas lantai, Junghwan membawa tawanannya ke dalam kamar asrama.Junghwan menutup pintu lalu menguncinya, semua orang tidak ada di asrama, mereka menemui orang tua lalu berkeliling sambil mengobrol ringan kemudian menuju aula tempat pesta. Masih dengan pistol yang mengarah pada Haruto, Junghwan duduk di pinggiran ranjang miliknya, matanya tajam ke arah Haruto dan napas teratur normal.
"Aku bertengkar dengan orang tuaku demi menemukanmu. Dan, jangan harap kau bisa pergi jika sudah berada di tempat ini." cetus Junghwan, yang sepertinya tidak main-main, bahkan membiarkan tikusnya bersayembara di hutan sana.
"Apa maumu?" Tanya Haruto, entah keberanian datang dari mana. "Tidak cukup dengan hari-hari buruk yang kau lakukan padaku? Sepatu, seragam dan... Kau merebut segalanya!" pungkas Haruto geram, kini tangannya bisa saja diam-diam meraih cutter itu.
Junghwan sedikit meloncat dari ranjang, melangkah turun dan mencoba mendatangi posisi Haruto. Suara timah panas dan pistol yang memberikan percikan api membuat Haruto urung mengambil cutter itu. Wajahnya pucat, saat tembakan Junghwan tepat melubangi korden, dan darah menetes dari cecak yang tewas dengan perut hacur akibat peluru.
"Apa yangku mau?" Tanya Junghwan, tangannya melempar sembarangan pistol itu, lalu menangkup wajah Haruto dengan keji.
"Setiap laki-laki membutuhkan sesuatu, maksudku kebutuhan biologis. Kau hanya punya dua pilihan—"Haruto memperhatikan baik-baik Junghwan, dengan rasa ketakutan yang ditutupinya.
"Bercinta denganku atau mati dengan peluru itu?" Tawaran itu membuat Haruto terdiam, kaget dan bahkan berusaha melepaskan diri meski sia-sia, dan kini terbayang bagaimana perlakuan biadab Doyoung padanya kala itu.
"Jangan menyusahkan diri sendiri, idiot. Aku akan leluasa melepaskanmu, jika kau memberikan harga dirimu padaku, kau tak punya peluang bagus meski mencoba melawan." Junghwan melepaskan kedua tangannya pada wajah Haruto, membuat Haruto terbatuk.
Junghwan melepas satu per satu kancing seragamnya, hingga kemudian benar-benar terbuka. Memperlihatkan otot dada yang besar dan otot perut setengah jadi. Haruto mencari akal agar ia bisa pergi dari tempat ini, ia melihat ke arah jendela, sayangnya ia tidak mungkin dapat lari, karena—cukup memakan waktu untuk membuka kuncinya.
Haruto menoleh saat suara benda jatuh terdengar, lebih tepat kepala sabuk Junghwan, matanya dapat menyaksikan Junghwan sudah berdiri dengan celana pendek, memperlihatkan gundukan ereksi. Junghwan mengambil pistol dan mengarahkan pada Haruto—Haruto tidak punya pilihan selain harus melakukan hal itu, mati karena belasan peluru tidak terlalu buruk tapi meskipun ia memilih mati—Junghwan tetap pasti akan melakukannya, dia punya banyak akal muslihat.
"Lakukan terbaik seperti yang kau lakukan pada Doyoung, lepas pakaianmu! Sebelum aku yang melepas paksa." perintah Junghwan berdenging dalam telinganya, Haruto tahu bahwa Junghwan tak pernah main-main.
Haruto melepas kancing seragamnya dengan tergesa-gesa, ia menunduk takut dengan bertelanjang dada, Junghwan mendatanginya dan sesuatu yang tak pernah diharapkan Haruto terjadi. Anak itu menitikkan air mata, sementara Junghwan sesekali menyokong bagian dada, memaksa Haruto bermain dengannya.
"Itu... Luar biasa... Sekarang lebih dalam!" erang Junghwan, kedu tangannya memegang kepala Haruto.
Haruto jatuh ke lantai dan Junghwan menindihnya, darah dari luka di bibirnya keluar setelah Junghwan memaksa menciumnya. Haruto mendesah kecewa, ia menggelengkan kepalanya—berusaha menggindari setiap apa pun yang dilakukan Junghwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST OF VALOR| TREASURE
Mystery / ThrillerMereka bilang, Haruto gila. Setelah mengunyah kecoa. Ia divonis sebagai disabilitas mental, yang ke depannya harus masuk sekolah ABK. Namun hal itu ditolak mentah oleh Ayahnya, dengan keras kepala Ayah Haruto tetap mendaftarkannya pada sekolah swast...