Diperkirakan sekitar 18.25
Leroy membuka matanya perlahan, lampu menguning bercahaya temaram yang cukup menyilaukan bola mata Leroy. Ia menoleh ke kiri dan kanan, mengenali tempat ia berada—matanya tertuju pada persenjataan yang tepat berada tertutup oleh kain tipis. Leroy lekas bangun disibaknya kain itu, bibirnya terkunci rapat saat ia dengan saksama memperhatikan beberapa alat itu bermandikan darah kering. Leroy menelan ludah, ia mengelap keringat dari pipinya, keringat karana hawa panas dalam tenda ini.
Leroy segera keluar, matanya menatap keadaan hutan yang gelap, tidak jauh dari tenda dan tempat ia berdiri. Cahaya kuning dari lentera yang tergantung di ranting pohon menarik atensi Leroy untuk segera mendekatinya—Leroy melangkah, hanya sekitar enam langkah, matanya dapat melihat sosok Haruto duduk beralaskan daun, dengan membelakangi posisi Leroy.
"Selamat malam, Leroy." jantung Leroy langsung berdegup kencang, ia tidak menyangka jika Haruto sadar akan kehadirannya.
"Bagaimana kondisimu? Aku senang kau bisa siuman dalam waktu cepat, karena aku tidak dapat menampungmu berlama-lama di tendaku," ucap Haruto, tanpa menoleh ke arah tempat berdirinya Leroy.
"Aku baik-baik saja, tapi bagaimana kau masih hidup," cicit Leroy, ia melangkah dengan tujuan untuk memposisikan dirinya berdekatan dengan Haruto.
"Si— Siapa yang dikubur saat itu? Jika, kau masih nyata bernyawa, kau masih hidup." suaranya pelan tergagap, bokongnya turun perlahan duduk di samping Haruto.
"Aku sedang mencari jawabannya. Dan, kau harus pulang Roy," jawab Haruto dingin, tidak seperti dahulu.
Leroy menautkan alis kanannya, "Ada apa denganmu, Haruto?" Tanya Leroy, ia merasakan bahwasanya Haruto memiliki aura yang berbeda.
"Pada intinya kau harus pulang, Roy. Kau tidak diizinkan di tempat ini, ada rumah yang harus kau datangi," jawab Haruto, sedikit pun tak menoleh pada Leroy.
"Apa maksudmu Ruto? Iya, aku akan pulang, aku akan membawamu pulang," pungkas Leroy, dengan tanpa permisi menarik tangan kanan Haruto.
Haruto langsung mendongak menarik tangannya dari pegangan Leroy sementara Leroy menatap takzim ke arah wajah hingga pakaian Haruto. Semuanya bernoda merah, Leroy terdiam—mencoba kondusif, tidak mempertanyakan atau apa saja yang mengundang pertengkaran. Leroy, melihat ke arah gundukan tanah, bola matanya kembali beralih ke arah Haruto yang tetap duduk dengan pandangan lurus. Leroy tanpa aba-aba gesit melangkah menuju gundukan tanah itu, Haruto menyadari ia meneriaki Leroy beberapa kali, melarang Leroy menggali gundukan tanah itu.
"Kau... Akan menyesal, Leroy..." ucapnya tak bertenaga, seketika Leroy mundur beberapa langkah, tubuhnya jatuh tak jauh dari lubang dan tanah yang berantakan menimbun kakinya.
"Haruto... Apa daging itu? Apa yang kau berikan padaku? Jangan bilang—" Leroy menggantung kalimatnya, tak kuasa ia membayangkan atau bahkan jika benar Haruto melakukan hal buruk.
"Itu daging, bagian paha Edith." mata Haruto lurus menatap Leroy yang terdiam mematung.
Leroy bergidik merinding, ia lekas berdiri, tubuhnya menekuk jauh dari lubang yang menyembunyikan potongan tubuh Edith. Leroy memuntahkan isi perutnya, rasanya dadanya turun naik dengan perut yang sakit akibat terkuras—Haruto diam, memperhatikan Leroy yang tersandar pada sebuah pohon.
"Maaf Leroy, aku terpaksa melakukannya. Tidak ada makanan layak yang bisa kuberikan padamu. Jika tidak dengan bantuan daging paha Edith, kau akan mati kelaparan," Haruto berucap, tanpa rasa bersalah.
Leroy lekas mendatangi Haruto, ditatapnya tajam mata sayu Haruto, tidak ada ekspresi penyesalan dari wajah bernoda darah Haruto—yang membuat Leroy yakin bahwa Haruto tidak mengakui kesalahannya. Ia berdiri serba salah, lalu kedua tangannya jatuh pada kedua bahu Haruto—mengguncang tubuh Haruto, berteriak sekencang-kencangnya, meluapkan emosi. Bahkan jika berpikir bahwa ia akan marah pada Haruto, tetap saja tidak ada untungnya sebab semuanya sudah terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST OF VALOR| TREASURE
Детектив / ТриллерMereka bilang, Haruto gila. Setelah mengunyah kecoa. Ia divonis sebagai disabilitas mental, yang ke depannya harus masuk sekolah ABK. Namun hal itu ditolak mentah oleh Ayahnya, dengan keras kepala Ayah Haruto tetap mendaftarkannya pada sekolah swast...