"Orang itu sudah gila!" Begitu masuk ke dalam apartemen, Selena langsung melepaskan jaket yang membungkus tubuhnya, lantas melemparkan benda itu ke arah sofa, tapi malangnya ia jatuh ke atas lantai. "Berani-beraninya dia datang dan mengaku sebagai ayah kandungku. Kamu tahu sendiri kedua orang tuaku sudah meninggal dan kamu juga pernah mengunjungi makam mereka bersamaku, kan?" Selena tiba-tiba membalik tubuh dan berhasil membuat Okta yang tadi berjalan di belakang tubuhnya kaget bukan kepalang.
Okta mengangguk kaku. Tangannya masih memegang tas jinjing milik Selena dengan erat.
"Kita harus melaporkan pria itu ke polisi, Ta. Hubungi pengacara sekarang," ucap Selena masih dalam mode emosional.
"Tapi, Sel. Sekarang hampir jam dua pagi," sahut Okta mengingatkan Selena dengan suara pelan. Sekalipun seorang pengacara, ia pasti tidak akan suka jika ada orang yang meneleponnya saat dini hari seperti sekarang. Pengacara bukan Damkar yang selalu stand by 24 jam, kan?
Selena mendesah panjang, lantas menjatuhkan tubuh di atas sofa. Sementara Okta buru-buru meninggalkan ruangan itu dan berjalan ke arah kamar Selena. Ia harus menyimpan tas jinjing milik Selena di kamar pribadinya.
Kenapa pria itu berani menantangnya untuk melakukan tes DNA?
Selena masih tidak mengerti dengan pria itu. Tes DNA merupakan satu-satunya bukti yang bisa mengungkap kebenaran apakah Selena merupakan anak kandung dari pria itu atau bukan. Lalu apa yang mendasari pria itu begitu berani menantangnya melakukan tes DNA? Jika tes itu benar-benar dilakukan dan hasilnya negatif, bukankah akan sangat memalukan baginya? Bisa-bisa ia berakhir di penjara dengan tuduhan mencemarkan nama baik. Ya, Selena tidak akan segan melaporkan pria itu. Karena ia sudah melampaui batas. Selena tidak akan bermurah hati pada orang yang telah mengusik kehidupannya.
"Apa kamu baik-baik saja?"
Okta datang dengan membawakan segelas air hangat dari dispenser.
"Apa kamu masih menyimpan obat sakit kepala?"
"Masih."
"Tolong ambilkan, Ta."
Okta bergegas pergi untuk mengambil obat yang diminta Selena. Biasanya kotak P3K disimpan di dapur.
Selena segera menelan obat sakit kepala yang diberikan Okta sesaat setelah gadis itu kembali ke hadapannya.
"Aku akan menghubungi pengacara pagi-pagi sekali," ucap Okta usai Selena berhasil menelan obatnya. Ia bisa menangkap kegelisahan di wajah Selena dan Okta berinisiatif untuk menelepon seorang pengacara agar perasaan Selena lekas membaik.
"Ta." Selena tidak bermaksud membahas soal pengacara, tapi tentang pria itu. "Apa mungkin dia berkata benar?"
"Tentang?" Okta refleks menyahut, meski sedetik kemudian ia langsung paham apa yang dimaksud Selena.
"Kamu tahu risikonya kan, kalau aku dan pria itu melakukan tes DNA? Jika dia bukan ayah kandungku, untuk apa dia melakukan itu?" Seberkas keraguan menyeruak di dada Selena. Sorot matanya yang sepintas lalu dipenuhi dengan amarah, mulai meredup. Obat sakit kepala yang ia minum tidak bereaksi secepat itu. Pasti itu disebabkan oleh hal lain.
"Karena dia nggak waras, Sel. Makanya dia berani menantang kamu untuk melakukan tes DNA," sahut Okta.
"Nggak, Ta. Nggak. Pria itu waras. Kamu lihat sendiri penampilannya, kan?"
"Jangan terpaku pada penampilan, Sel. Penipu zaman sekarang juga berpenampilan rapi, kok."
"Sebenarnya aku sendiri juga masih nggak yakin dengan pengakuan pria itu. Apalagi saat dia bilang Oma mengusirnya waktu aku berusia dua tahun. Itu mustahil, kan? Oma bukan orang seperti itu. Oma bukan orang jahat," ucap Selena.
"Ya, aku juga percaya pada Oma. Dia orang yang sangat baik. Nggak mungkin Oma mengusir menantunya sendiri. Pria itu pasti berbohong."
"Ya, kamu benar."
"Sudahlah, Sel. Jangan terlalu dipikirkan. Orang itu cuma mencari keuntungan dari kamu. Karena kamu seorang aktris dan kamu populer. Siapapun juga pasti ingin dekat-dekat dengan kamu. Sebaiknya kamu tidur sekarang. Sudah jam dua malam."
Kedua mata Selena memang mulai memberat. Energinya sudah terkuras habis seharian ini, ditambah lagi dengan kemunculan pria itu.
"Kamu nggak usah pulang, Ta. Menginap saja di sini," suruh Selena yang telah menyandarkan kepalanya pada punggung sofa. Kedua matanya mulai memejam karena tak tahan menahan rasa kantuk yang bertubi-tubi menyerang.
"Tapi jangan tidur di sini, Sel. Ayo, ke kamar," ajak Okta. Okta menarik tubuh Selena sebelum gadis itu benar-benar jatuh tertidur di atas sofa. Jika Selena sudah terlanjur tidur, maka ia tidak akan bisa dipindahkan ke kamar. Okta tidak akan kuat membawa tubuh Selena ke kamarnya.
Alhasil Okta mesti memapah tubuh Selena berjalan menunju ke kamarnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularity 🌻#tamat
ChickLitDitulis 8 Mei - 4 Juli 2023 Selena adalah aktris yang sedang menanjak karirnya. Namun, tiba-tiba muncul video dari seseorang yang mengaku sebagai ayah kandung Selena. Padahal ia tahu kedua orang tuanya telah meninggal dunia saat Selena masih kecil...