🌻20🌻

14 1 0
                                    

Bagi Selena Oma Rosa adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Oma merupakan orang yang berjasa besar dalam hidup Selena. Oma Rosa telah membesarkan dan merawat Selena hingga menjadi seperti sekarang. Wanita itu mendidik Selena cukup keras dan menerapkan disiplin ketat sejak ia masih kecil. Selain belajar di sekolah, Oma Rosa memasukkan Selena ke sebuah sanggar seni. Dari sanalah Selena membentuk kemampuan beraktingnya. Selain berakting, Selena juga terampil dalam menari. Gadis itu bahkan bisa menyanyi dan bermain beberapa alat musik. Namun, begitu melihat bakat Selena di bidang seni peran, Oma lebih memfokuskan kemampuan Selena pada dunia akting.

Oma mendukung penuh karir Selena di bidang perfilman. Bahkan Oma tidak keberatan saat melepaskan Selena untuk pindah ke apartemen agar ia lebih dekat dengan kantor agensi yang menaungi karirnya. Oma benar-benar berambisi untuk menjadikan Selena sebagai bintang film papan atas negeri ini. Dan tampaknya impian itu akan terwujud dalam waktu dekat. Namun, apa yang melatarbelakangi ambisi itu?

Syuting hari ini telah berakhir. Setelah berpamitan pada pemain lain dan juga para kru, Selena bergegas melangkah menuju ke arah tempat parkir. Kebetulan selama beberapa hari, lokasi syuting drama yang dibintangi Selena masih berada di Jakarta. Lebih tepatnya di kawasan perkantoran yang sudah tidak terpakai. Sedang minggu depan rencananya syuting dilakukan di luar kota.

Kepala Selena celingukan mencari keberadaan asistennya. Sebab Selena belum juga melihat batang hidung Okta semenjak adegan terakhir tadi selesai diambil. Okta selalu tahu kapan syuting akan segera selesai. Jadi, agak mengherankan saat Selena tidak melihat Okta ketika ia telah selesai syuting.

Mobil milik Selena masih terparkir di tempatnya semula. Tapi, hanya ada Pak Wawan yang tampak berdiri di samping mobil. Lalu di mana Okta?

"Okta mana, Pak?" Selena langsung menegur Pak Wawan begitu langkah kakinya mencapai tempat parkir mobil. Sesekali matanya beredar ke sekeliling untuk memeriksa keadaan kalau-kalau ia melihat sosok Okta.

"Mbak Okta minta izin pulang, Mbak Sel," beritahu Pak Wawan. Lantas pria itu membukakan pintu mobil untuk majikannya.

"Minta izin pulang?" Selena mengerutkan kedua alisnya. Tiba-tiba saja Okta minta izin pulang dan ia tidak memberitahu Selena secara langsung. Padahal hari ini mestinya Okta mengambil hasil uji tes DNA, tapi ada apa dengannya?

Selena menggeleng pelan, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam mobil.

Apa ada yang tidak beres?

Sembari membatin, Selena meraih ponselnya dan menelepon Okta sejurus kemudian. Namun, tidak ada respon. Okta membiarkan ponselnya berdering dan tidak berusaha untuk menjawab panggilan Selena.

"Nggak mungkin Okta mengalami kecelakaan, kan?" Selena bergumam sendirian seraya tak henti menghubungi nomor ponsel Okta. Perasaannya campur aduk. Di satu sisi ia mencemaskan keadaan Okta, sementara di sisi lain Selena risau akan hasil uji tes DNA. Atau jangan-jangan sikap aneh Okta berhubungan dengan hasil tes DNA itu?

"Memangnya tadi Okta bilang apa, Pak?" Selena menyerah dan ganti menginterogasi supir pribadinya.

"Nggak bilang apa-apa, Mbak. Cuma minta saya supaya memintakan izin pada Mbak Selena. Begitu, Mbak."

Selena tak puas dengan jawaban Pak Wawan. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Okta masih belum bisa dihubungi. Alhasil sepanjang perjalanan kembali ke apartemen, pikiran Selena tidak bisa lepas dari lamunan tentang Okta.

"Itu Mbak Okta... "

Suara kencang Pak Wawan berhasil membuyarkan lamunan Selena. Dengan gerakan refleks gadis itu memutar kepalanya. Dan benar saja, Okta tampak sedang berdiri di depan pintu gedung apartemen Selena. Gadis itu sedang menunggu kepulangan Selena.

Selena semakin bingung dengan sikap aneh Okta. Tapi gadis itu sudah ada di depan matanya. Selena hanya perlu bertanya pada asistennya itu apa yang sebenarnya terjadi.

Selena buru-buru membuka pintu ketika Pak Wawan menghentikan mobil yang dikemudikannya. Dengan setengah berlari gadis itu menuju ke tempat Okta sedang berdiri menantikan kehadirannya.

"Ada apa, Ta? Apa hasil tesnya?" cecar Selena bahkan ketika langkahnya belum tiba di depan tubuh Okta. Selena terlalu tidak sabar untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Okta masih diam meskipun Selena mencecar dengan begitu tidak sabar. Hanya tatapan matanya yang lurus mengarah pada Selena dan penuh iba.

"Hasilnya cocok, Sel."

Suara pelan yang meluncur dari bibir Okta mampu membuat Selena seperti terkena serangan jantung. Tubuh gadis itu tiba-tiba saja lunglai dan nyaris ambruk jika saja Okta tidak cepat menangkap kedua lengan Selena.

Apa yang Selena takutkan benar-benar terjadi. Bagaimana ini?

***

Popularity 🌻#tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang