🌻22🌻

12 0 0
                                    

Meski sudah mengingatkan Selena agar ia menghubungi Oma, tetap saja gadis itu tidak mengindahkan peringatan Okta. Selena memang sibuk syuting, akan tetapi ia masih bisa menyisakan sedikit waktunya untuk menghubungi nomor kontak Oma. Semestinya seperti itu. Namun, Selena lebih memilih untuk tidak menelepon Oma. Sikap dinginnya membuat Okta kehabisan akal untuk membujuk Selena.

"Apa kamu bisa mencari nomor kontak pria itu buatku, Ta?"

Okta yang sedang tekun memeriksa akun media sosial miliknya, seketika merasa terkejut. Gadis itu menoleh ke samping, mengabaikan layar ponselnya yang menampilkan foto-foto selebritas yang sedang liburan ke luar negeri. Sesungguhnya terbersit sebuah keinginan besar dalam hati Okta untuk bisa berlibur ke luar negeri, minimal Singapura atau Malaysia yang paling dekat dengan Indonesia. Jika karir Selena terus melejit dalam beberapa tahun ke depan, tidak menutup kemungkinan cita-cita Okta akan menjadi kenyataan.

"Selena? Kamu ingin bertemu dengan pria itu?" Mata Okta melebar, tapi yang ditatapnya justru menatap lurus ke depan. Perjalanan pulang ke apartemen masih beberapa menit lagi. Di luar malam telah menggelap. Dan lalu lintas masih cukup sibuk.

"Dia ayah kandungku, kan?" Selena berucap santai. Tanpa emosi yang mendukung ucapannya.

"Iya, tapi... " Di sini Okta merasa was-was. "Bagaimana dengan Oma, Sel?"

"Jangan sampai Oma tahu. Kamu bisa merahasiakan ini darinya, kan?"

Kepala Okta otomatis mengangguk. Ia patuh pada perintah Selena. Bagaimanapun juga Selena menggajinya dengan jumlah yang banyak. Sementara laporan-laporan yang Okta sampaikan pada Oma didasari sebuah keterpaksaan belaka. Okta hanya merasa tak enak hati jika mengabaikan Oma Rosa. Gadis itu cukup sadar diri pada perintah siapa ia harus tunduk.

"Hubungi dia secepatnya. Kalau bisa aku ingin bertemu dengannya dalam dua atau tiga hari ini."

"Ka-kamu serius, Sel?"

"Ya."

Semenjak datang dan memberikan amplop cokelat berisi helaian rambutnya pada Selena, pria itu tidak pernah muncul lagi. Ia juga sudah berhenti membuat dan menyebarkan video pengakuan serupa. Mungkin ia sedang berdiam diri dan menunggu perkembangan situasi.

"Kamu masih belum menghubungi Oma, Sel?" Okta mengalihkan topik. Pasalnya ia terus-terusan merasa bersalah pada Oma karena belum bisa membujuk Selena agar menelponnya.

Hanya gelengan kepala Selena yang Okta dapat sebagai jawaban.

"Teleponlah dia sekali saja, Sel. Ya? Kamu bisa meneleponnya sekarang. Mau aku sambungkan?"

Tangan Selena lekas menyambar ponsel yang dipegang Okta. Ia bergerak begitu cepat sebelum asistennya itu berhasil menekan nomor telepon Oma. Alhasil benda itu jatuh tepat di bawah kaki Okta.

Selena mendesah pelan dan tidak menunjukkan rasa penyesalan sama sekali ketika melihat ponsel Okta jatuh. Sementara Okta buru-buru menjulurkan tangan kanannya untuk meraih ponsel kesayangannya. Untung saja benda itu tidak mengalami kerusakan dan masih berfungsi dengan baik.

"Apa yang akan kamu lakukan setelah bertemu dengan pria itu?" Sesudah situasi kembali normal, Okta berusaha untuk menyambung komunikasinya dengan Selena. Abaikan saja Pak Wawan. Pria itu memang bisa mendengar semua percakapan antara Selena dan Okta, tapi ia tidak akan membocorkan apapun yang didengarnya pada orang lain, sekalipun itu keluarganya sendiri.

"Entahlah." Bahu Selena mengedik ringan. "Aku belum memikirkannya."

"Bagaimana kalau yang dikatakannya benar, Sel?"

"Soal... "

"Soal dia diusir Oma saat kamu masih berusia dua tahun dan juga soal ibu kamu." Okta mengungkapkan isi hatinya dengan sedikit berhati-hati.

Satu kebenaran telah terungkap, yakni soal kecocokan tes DNA. Sedang dua kebenaran lainnya bisa dibuktikan dengan bertanya langsung pada Oma Rosa. Tapi, apa mungkin Oma akan mengatakan kebenarannya?

"Bagaimana kalau kenyataannya ibu kamu masih hidup, Sel? Kamu sudah membuktikan sendiri kalau pria itu adalah ayah kandung kamu. Mungkin saja apa yang dikatakannya benar, bukan?" Okta tak bisa untuk memendam unek-uneknya lebih lama lagi.

"Aku nggak mau memercayai hal-hal yang nggak pasti, Ta. Coba kamu pikir, apa mungkin Oma menutupi kenyataan kalau mama masih hidup? Kalaupun mama masih hidup, lalu di mana dia sekarang? Kamu tahu sendiri di rumah kami nggak ada ruangan rahasia. Lalu apa untungnya Oma menyembunyikan Mama? Apalagi mama adalah putri Oma satu-satunya. Itu sama sekali nggak masuk akal, Ta." Tanpa sadar Selena menaikkan tingkat volume suaranya.

Diam-diam Okta membenarkan ucapan Selena.

"Ya, kamu benar, Sel."

Jika ini drama, apa saja bisa terjadi. Oma Rosa memang penuh ambisi terkait dengan karir Selena, tapi ia tidak sejahat itu. Okta bisa merasakan kalau sesungguhnya Oma Rosa memiliki hati yang lembut. Namun, cerita yang mengalir dari bibir pria itu membuat pikiran Okta penuh dengan skenario-skenario tidak masuk akal. Agaknya Okta harus mencuci otaknya begitu tiba di rumah nanti.

***

Popularity 🌻#tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang