🌻19🌻

15 1 0
                                    

Okta masih memandang gerak gerik Selena dari kejauhan dengan pikiran menerawang ke mana-mana. Perihal Alvaro dan kedatangan Oma Rosa di apartemen milik Selena malam itu sudah tidak diungkit sang aktris. Namun, entah mengapa hingga detik ini Okta masih merasa canggung bila berhadapan dengan Selena. Batinnya terus bertanya apakah Selena masih memercayainya seperti dulu ataukah kepercayaan Selena padanya sudah mulai terkikis semenjak malam itu? Padahal sesungguhnya Okta tidak pernah melaporkan apapun pada Oma. Tentang kedatangan pria yang mengaku sebagai ayah kandung Selena dan amplop yang ia kirimkan, serta Alvaro yang tampaknya memberi perhatian lebih pada Selena. Okta tidak pernah membocorkan kabar itu pada Oma. 

Selena terlihat cantik mengenakan gaun selutut berwarna sage. Rambutnya diurai lepas. Riasannya tidak terlalu tebal. Aura bintang dalam dirinya terpancar begitu terang, seolah menyilaukan mata siapapun yang menatapnya.

Seusai syuting malam ini, Selena kedatangan beberapa orang penggemar. Mereka semua perempuan dan masih remaja, kisaran 15 tahun. Konon mereka khusus datang ke lokasi syuting untuk bertemu dengan sang idola sekaligus meminta foto bersama. Bahkan mereka tampak membawa kado untuk Selena.

Sebagai seorang aktris profesional Selena melayani permintaan foto dari penggemarnya dengan senang hati. Gadis itu bersikap sangat ramah dan telaten saat diminta foto bersama. Senyum hangat tak pernah lepas dari bibir Selena yang warna lipstiknya mulai memudar.

Okta masih menunggu dengan sabar. Dalam situasi seperti itu Okta tidak perlu mendampingi Selena karena para remaja itu bersikap sopan. Mereka bukan ancaman bagi sang aktris. Jadi, Okta hanya perlu menunggu hingga kegiatan mereka selesai.

"Aku dapat banyak hadiah dari mereka." Setelah para penggemar itu pergi, Selena bergegas menghampiri Okta yang berdiri beberapa meter dari lokasi mobilnya terparkir. Selena menunjukkan kado-kado yang ia terima dari para remaja perempuan itu pada Okta. Ada di antaranya sebuah boneka kecil nan lucu. Ada juga yang memberi Selena beberapa bungkus makanan ringan. Meskipun hadiah-hadiah itu bukan barang-barang mewah dan mahal, Selena merasa cukup senang menerimanya.

Okta berjalan mengikuti Selena menuju ke lokasi parkir tanpa merespon ucapan gadis itu. Toh, ini bukan kali pertama Selena menerima hadiah dari penggemar. Kenapa mesti sesenang itu? pikir Okta. Apa karena bukan Okta yang menerima kado-kado itu, makanya Okta tidak bisa merasakan kebahagiaan saat menerima hadiah dari penggemar?

Perjalanan pulang ke apartemen malam ini terasa sepi, padahal malam masih belum terlalu larut. Masih jam sebelas malam.

Okta memilih bungkam sejak duduk di jok. Sedang Selena merasa kelelahan dan nyaris tertidur di tempat duduknya.

"Apa Oma mau datang?" Selena melirik ke samping, melempar pertanyaan pada Okta yang lebih mirip dengan orang bengong.

"Eh, ada apa, Sel?" Okta tergagap mendengar pertanyaan Selena. Seolah ia baru saja tersadar dari pingsan.

Kedua alis Selena mengerut. Okta yang biasa mendampingi Selena ke mana-mana bukanlah orang yang mudah kehilangan konsentrasi. Tapi Okta yang kini duduk di sebelah Selena seolah sedang tertimpa banyak masalah. Gadis itu bahkan melamun.

"Kamu sakit, Ta?" cecar Selena seraya mengamati setiap detail wajah Okta. Biasanya orang yang sakit bisa diketahui dari raut wajahnya. Akan tetapi, Selena merasa jika Okta baik-baik saja.

"Nggak, Sel. Aku tadi cuma sedang berpikir. Itu saja," ujar Okta berusaha senormal mungkin.

Jawaban Okta malah ditertawakan Selena.

"Berpikir apa?" tanya Selena setengah mengejek. Memangnya apa yang mesti dipikirkan Okta? Pacar? Okta bahkan tak memiliki pacar. Finansial? Selena menggaji Okta cukup banyak hingga ia tak perlu merisaukan soal uang. "Apa ada yang sakit? Atau ada masalah di rumah?" Mendadak Selena kepikiran keluarga Okta. Mungkin bukan Okta yang mendapat masalah secara langsung, tapi salah satu anggota keluarganya. Bisa saja, kan?

"Nggak, Sel. Sungguh," balas Okta. "Ini sesuatu yang lain," lirihnya.

Selena terdiam sesaat untuk berpikir. Kalau bukan keluarga, lantas apa?

"Sesuatu yang lain apa?" Karena bingung, Selena langsung mendesak asistennya.

Giliran Okta yang terdiam selama beberapa detik. Ia tidak bisa memendam rahasia ini lebih lama dari Selena. Toh, ini juga berkaitan langsung dengan Selena. Bagaimanapun juga Selena berhak tahu. Akan tetapi pasti berisiko seandainya Okta mengatakan hal ini pada Selena.

"Kamu masih ingat aku pernah bilang menyimpan amplop yang dikirimkan pria itu, kan?"

Kepala Selena seketika mengangguk. Jika bukan karena inisiatif Okta, mungkin Oma sudah menemukan keberadaan amplop itu di atas meja rias di kamar Selena.

"Ya. Lalu?"

Okta merasa ragu untuk bicara, tapi ia tetap harus mengatakannya pada Selena. Apapun nanti risikonya. Okta harus siap menerimanya.

"Beberapa hari yang lalu aku pergi untuk melakukan tes DNA. Aku mengambil sampel rambut kamu, Sel."

Selena tercengang mendengar pengakuan Okta. Bibir Selena ternganga, tapi kata-kata justru sulit keluar darinya.

"Aku minta maaf, Sel. Sebelumnya aku nggak bilang padamu." Menyadari perubahan ekspresi wajah Selena, Okta buru-buru meminta maaf. Bagaimanapun juga ia sudah lancang pada Selena.

"Kamu melakukan tes DNA itu padahal sebelumnya kamu yang melarangku melakukannya? Bahkan kamu yang menyuruhku untuk nggak memikirkan masalah itu, Ta." Raut kesal sekaligus kecewa tak bisa Selena tahan. Perbuatan Okta benar-benar membuat Selena kecewa berat. Bagaimana Okta bisa melakukan hal selancang itu padanya?

"Aku tahu, Sel. Tapi aku kepikiran terus tentang amplop itu... "

"Lalu hasilnya?"

"Besok baru akan keluar."

"Tapi kenapa kamu melakukan itu, Ta?" Selena masih menyesali tindakan Okta. Bagaimana jika hasil tes DNA itu cocok? Selena benar-benar takut jika hal itu sungguh terjadi. Bagaimana dengan Oma dan masa depan karirnya? Semuanya pasti akan berbeda seandainya hasil tes DNA itu cocok.

"Aku nggak akan mengambil hasil tes DNA itu kalau kamu nggak mengizinkan, Sel."

"Nggak, Ta. Kamu harus mengambil hasil tes DNA itu. Bisa saja hasilnya nggak cocok, kan? Dengan begitu kita bisa mengajukan tuntutan pada pria itu." Selena berusaha untuk menutupi kekhawatirannya di hadapan Okta dengan bersikap optimis.

"Ya, Sel." Okta tak mau mengajak Selena berandai-andai tentang kecocokan hasil tes DNA itu dan memilih bungkam di sepanjang sisa perjalanan kembali ke apartemen Selena.

Esok adalah hari yang paling mendebarkan untuk Selena.

***

Popularity 🌻#tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang