How Hurt Live In This World

328 23 7
                                    

Hollaa.. Happy Reading
.
.
.

Langit malam ini sangat indah, bulan disandingi bintang yang bertebaran menghiasi langit, benar benar membuat tenang. Akhir-akhir ini Aeral sering menatap keatas, melihat langit yang sangat ingin ia gapai. Jika boleh ia ingin menyentuh dan bermain-main dengan langit diatas sana.

Aeral berjalan menyusuri sudut kota, mendatangi satu tempat yang selama ini cukup ia hindari. Setelah selesai dari urusannya dirumah sakit, Aeral memilih untuk tidak kembali kerumah Chela dan memilih untuk pulang kerumah sebenarnya.

Berbagai nisan ia lewati menuju satu nisan disudut tempat itu, menatap lekat nisan bertuliskan Lyona Varianka yang terlihat sudah cukup lama tidak dikunjungi.

" Bunda " Lirih Aeral pilu

Ia meletakkan dua tangkai mawar putih disamping nisan sang bunda, duduk bersila disamping makam ibu tercinta. Lalu menarik beberapa rumput disekitar nisan itu.

" Bunda apa kabarnya? maafin Aeral ya udah lama gak ngunjungin bunda. Bunda sedih ya karena Aeral udah jarang kesini? maafin Aeral ya bun, bunda jadi kesepian. Aeral ikut bunda aja ya? " Lantur nya

Aeral mengecup nisan tersebut dan tepat saat ia menyentuh dinginnya batu nisan malam itu, air mata turun membasahi kedua pipi Aeral. Air mata pilu dan rindu, air mata sakit dan beban dari semua hal yang ia rasakan.

"Bunda" Isak nya lirih

Disinilah satu-satunya tempat Aeral dapat menumpahkan semua sesak didadanya, semua sakit di hatinya dan pilu yang ia rasakan. Meskipun raga sudah tiada, namun Aeral yakin bundanya tepat berada di sampingnya.

Aeral mengelap air matanya kemudian berucap lagi dengan lirih

" Bunda, maafin Aeral ya karena Aeral belum sukses, belum bisa dibanggakan dan belum bisa jadi orang yang berguna. Bunda, Aeral sayang bunda. Aeral boleh pulang kan bun? Aeral capek bun "

" Aeral udah gak kuat lagi "

Setelahnya Aeral hanya terdiam, menatap nisan sang bunda lalu mengadah keatas langit. Perlahan namun pasti bening nya air mata kembali membasahi pipi mulus Aeral. Ia mulai menceritakan tentang hidup dan kisahnya selama ini kepada sang bunda, tentang ia yang sakit, ia yang meninggalkan rumah dan sang ayah, Raka yang juga sedang sakit dan lainnya. Semua Aeral ceritakan kepada sang bunda.

Sesekali Aeral memegang perut bagian bawah kirinya, sakit. Bekas operasi yang masih basah dan ia yang berjalan cukup jauh membuat sakitnya semakin menjadi jadi. Belum lagi penyakit nya yang memang sudah akut itu. Aeral bahkan tak menyangka ia dapat bertahan di tengah tengah kanker leukimianya ini.

" Bunda, nanti kalau udah sampai disana bunda jemput ya? Bareng Jedan. Aeral pengen peluk bunda " Lirihnya lagi

Seiring dengan bergantinya waktu, Aeral kian memucat. Suhu dingin malam ini membuat dirinya makin tak karuan. Sakit semakin menjadi jadi, Aeral tak kuat lagi.

" Bunda, Aeral boleh pulang sekarang kan? Sakit bun, Aeral gak kuat lagi " Rintihnya sambil memegang perut bagian bawahnya

" Ssssh, sakit " Rintih Aeral lagi

Aeral sudah tak kuasa lagi menahan sakitnya, ia menidurkan dirinya disebelah makam sang bunda. Meringkuk kesakitan dan perlahan pandangannya mulai memudar

.

.

.


" Gue tau lo mau mati, tapi gak gini caranya " sinis Chela sambil mengupas apel kemudian memotongnya menjadi beberapa bagian

Aeral terdiam. Tak sanggup menatap manik sahabat nya itu. Sungguh, ia kira hidupnya sudah berakhir tadi malam, ia sudah menanti untuk membuka mata lalu disambut oleh sang bunda dan Jedan. Namun nihil, saat membuka mata ia malah tengah berada di dalam ambulance yang melaju menuju rumah sakit sambil mendengar isak tangis Jwidan dan Raka.

Wisata Masa Depan //nct DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang