BAGIAN 11

190 33 32
                                    

Disepanjang jalan menuju rumah wajahku berlipat dan cemberut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disepanjang jalan menuju rumah wajahku berlipat dan cemberut. Bukan hanya di sepanjang jalan sebenarnya sedari kami bertiga dimarahi Pak Budi di depan kelas tadi aku sudah memasang wajah masam.

"Benar-benar menyebalkan!" Kataku dengan wajah jengkel.

Bukan hanya kebetulan, setiap aku berurusan dengan Aiden pasti akan selalu di hampiri masalah seolah anak itu pembawa masalah dalam hidupku. Anna yang ada di sebelahku berusaha menghibur agar wajahku tak semakin berkerut karena jengkel.

Anna memegangi pundakku dengan tangan kanan, "ayolah mungkin ini hanyalah hari kita yang tidak beruntung," ujarnya dengan senyum tipis.

Karena tak di izinkan masuk ke dalam kelas oleh Pak Budi tadi kami harus ketinggalan catatan dan materi penjelasan dari Pak Budi yang mengajar PPKn. Pembelajaran itu sangat membutuhkan penjelasan dari guru agar bisa di pahami. Dan itu adalah pembelajaran kesukaanku.

Aku menghela nafas kasar, wajahku masih agak cemberut karena jengkel. Begitu kami di usir oleh Pak Budi, Aiden semakin menjadi-jadi di mengikuti kami kemana-mana dan terus bertanya hingga membuat semakin muak dengannya. Anna membawaku ke perpustakaan dimana Aiden tak akan bisa berisik, justru sebaliknya Aiden tak mengikuti kami masuk ke dalam perpustakaan. Ia pergi ntah kemana dan itu membuatku bisa bernafas lega.

"Ngomong-ngomong apakah adalah masalah dengan Miss Vivi? Sampai sekarang tak masuk," Anna berkata dengan wajah penuh tanda tanya.

Aku menggidikkan bahunya, "sepertinya memang ada penyakit parah," jawabku dengan nada tak tertarik. Aku tak ingin membahas hal itu, yang paling penting saat ini adalah bagaimana caranya membuat Aiden menjauhiku.

Langkah kaki Anna tiba-tiba terhenti, ia menoleh ke kiri dimana toko bunga Kak Julia berada. Kami berdiri tepat di depan toko tersebut. Tak ada tanda-tanda kehadiran kak Julia di sana tapi toko menunjukkan tanda open.

"Apakah Kak Julia sedang pergi?" Tanya Anna menatap lekat ke arah toko tersebut.

Aku menggeleng, "aku tak tahu Anna, mungkin saja Kak Julia sedang ada di belakang." Jawabanku membuat Anna tambah khawatir.

Anna menatapku dengan wajah khawatir, "bagaimana jika ada yang tiba-tiba masuk dan merusak toko?" Tanya Anna dengan nada takut.

"Tidak mungkin Anna, tepat ini di dekat jalan tak akan ada yang berani masuk sembarangan," jawabku sambil menenangkan gadis itu. Memang agak mengkhawatirkan jika di lihat-lihat lagi.

Anna masih belum tampak lega, "aku akan menunggu Kak Julia disini," ujarnya sambil mendekati pintu toko.

Aku hendak menahan lengan Anna, dia hanya terlalu memikirkan hal buruknya saja. Mungkin saja Kak Julia ada di belakang bukan? Bisa saja dia sedang mengurusi tanamannya yang ada dibelakang toko. Mungkin saja dia sedang mengganti pot-pot bunga yang besar dan harus dilakukan di belakang. Suara panggilanku tak digubris oleh Anna dia kukuh tetap menunggu Kak Julia di depan pintu toko yang sama sekali tak di kunci membuat Anna semakin khawatir. Tak ada aba-aba Anna bergegas masuk ke dalam toko, aku bergegas menyusulnya.

"Kak Julia!"

"Kak!"

Kami memanggil nama Kak Julia berkali-kali namun sama sekali tak ada sahutan dari sang pemilik nama tersebut. Kini wajah Anna memucat saat kami sampai di pintu menuju bagian belakang toko, ia langsung mematung di tepat membuatku ikut melihat apa yang dia perhatian. Kini aku terdiam bersama dengan Anna. Di depan mata kami kini ada Kak Julia yang sedang mengeluh kesakitan, tangannya memegangi kaki kanannya yang terlihat terluka dan mengeluarkan darah segar.

"Kak Julia!" Pekik Anna.

Anna bergegas berlari mendekati Kak Julia yang menoleh ke arah kami. Wajahnya tampak kaget saat kedatangan kami berdua. Anna langsung mendekati Kak Julia dan memerhatikan luka yang ada di kaki tersebut.

Aku ikut mendekat.

"Kak ada apa? Kok bisa terluka begini?" Tanya Anna, wajahnya terlihat ingin menangis sekarang.

Kak Julia berusaha menahan suaranya kesakitan. Luka yang di sekitar betis tersebut terlihat seperti luka sayatan benda tajam, mungkin saja pisau. Memajang sekitar 6-8 cm.

"Hanya terkena alat berkebun Anna," jawab Kak Julia dengan nada tenang. Ia tak terlihat kesakitan lagi seperti tadi.

Anna sudah menangis melihat banyaknya darah yang menggenang di kaki Kak Julia. "Tapi ini berdarah kak," katanya dengan suara bergetar.

Kak Julia tersenyum simpul, ia mengusap pucuk kepala Anna sambil berkata, "ini luka yang biasa Anna, setelah di obati dan menunggu beberapa minggu luka ini akan sembuh." Kak Julia menenangkan Anna yang terlihat sangat khawatir.

Aku tak tinggal diam, sebisa mungkin aku mencari kotak obat yang ada di toko Kak Julia. Yang paling penting saat ini adalah mengentikan pendarahan di luka dengan alat-alat bersih. Kubongkar lemari yang ada di dekat mesin kasir dan mencari kotak P3K disana.

"Ada di dekat bunga anggrek Evi," ujar Kak Julia terdengar jelas di telingaku.

Segers aku beranjak menuju ke lemari yang ada di dekat tanaman anggrek. Membukanya dan langsung menemukan kotak berwarna putih. Ku ambil kotak tersebut dan segera kembali ke tempat Kak Julia berada.

Kak Julia sudah di pindahkan ke bangku belakangnya toko. Anna masih menangis tanpa henti membuat kak Julia harus menenangkan anak itu.

"Berhenti menangis Anna itu takkan menyelesaikan masalah," aku berkata dengan suara lantang.

Kotak tersebut kubuka dan melihat obat pertolongan pertama di dalamnya. Ada antibiotik, perban, Betadine, dan beberapa obat sakit perut dan kepala. Aku menyuruh Anna agar mengambil sebuah handuk bersih dari dalam lemari di dekat tanaman anggrek tadi. Saking khawatirnya aku sampai melupakan benda penting seperti itu. Anna mengangguk dan beranjak mengambil handuk. Aku menuangkan antibiotik ke sebuah kapas dan menaruhnya sesaat. Anna kembali dengan 3 handuk bersih berwarna putih dan langsung diberikan padaku. Aku cukup paham dengan langkah-langkah menangani luka seperti ini, luka yang harus di bersihkan terlebih dahulu tak langsung diberi obat begitu saja. Papa memiliki seorang teman dokter yang merupakan tetangga kami yang berjalan 2 rumah saja. Teman Papa sekali mengajarkanku cara mengobati luka kecil agar berguna kelak nantinya.

"Kak luka karena apa?" Tanya Anna sudah berhenti menangis. Mata dan hidungnya terlihat merah kini.

Kak Julia menunjuk ke arah pisau cutter. Benda itu terlihat ditempeli darah, sebuah pisau cutter baru yang masih terlihat bersih.

"Membuat lubang di bagian bawah pot tadinya. Kakak hendak mengambil pupuk kompos untuk adukan bahan taman tapi tersandung polibag bibit alpukat. Yah! Pisau itu tepat di kaki saa jatuh." Jawab Kak Julia menjelaskan kejadian perkara lukanya.

Ada perasaan lega di wajah Anna, setidaknya Kak Julia tidak di rampok dan di sakiti seperti yang ada di pikirannya tadi. Aku menghentikan pendarahan di luka Kak Julia dengan handuk, membersihkan darah yang mengering di sekitar luka kemudian barulah membersihkannya dengan antibiotik.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RUBY [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang