BAGIAN 13

189 34 51
                                    

Sejujurnya aku ingin sekali menggunakan kekuatanku dengan leluasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejujurnya aku ingin sekali menggunakan kekuatanku dengan leluasa. Aku ingin menggunakannya seperti itu adalah hal yabg normal tak aneh sedikitpun. Mama selalu memperingatiku agar tak menggunakan kekuatan tersebut walaupun berada di rumah Bibi sekalipun, walaupun sebenarnya Bibi mengetahui kalau kekuatan itu ada, namun ia tak sama sekali tak mengetahui kalau aku bisa menggunakannya. Tak seperti Mama, Bibiku bisa menggunakan sedikit kekuatan tersebut hanya sedikit. Dia hanya bisa mengangkat benda-benda kecil seperti sendok, buku atau ponsel. Tak ada yang menjelaskan kenapa Bibi hanya bisa melakukan itu namun melihat Mama yang sama sekali tak bisa menggunakan kekuatan itu seperti bukan menjadi tanda besar. Malah akan lebih bertanya-tanya lagi jika keluarga pihak Mama memiliki kekuatan besar contohnya saja nenek.

Aku sudah tak ingat bagaimana wajah nenek jika tidak melihat foto-fotonya yang di simpan oleh Mama. Nenek terlihat kurus namun tatapan matanya tajam seperti elang. Bibirnya yang tipis dengan wajah tirus membuatnya terlihat seperti seorang petarung di di film Marvel. Tinggi nenek menurut Mama sekitar 160-165 cm tak jauh beda dengan Mama dan aku, badanku hanya setinggi 162 cm sedikit tinggi dari Mama.Mama pernah mengatakan kalau nenek adalah pengguna kekuatan yang kuat, sama sepertiku dia bisa berpindah tempat namun jaraknya bisa sampai 1 kilo meter dari tempat ia berada sebelumnya dalam waktu singkat. Nenek tak pernah menggunakan kekuatan untuk bermain atau hanya untuk menghibur anak-anaknya. Nenek selalu waspada seakan ada yang mengawasi dirinya. Nenek adalah orang yang tegas, keras, dan disiplin menurut Mama. Jika tak bisa maka lakukan sampai bisa walaupun butuh waktu yang cukup lama sampai benar-benar menguasainya.

"Jika kau tidak pernah berusaha maka takkan ada orang yang mau menolongmu."

Kata Mama nenek selalu mengatakan hal itu saat Mama dan Bibi tak bisa menyelesaikan apa yang di suruh oleh nenek. Nenek tidak marah hanya saja agak keras karena menyuruh anak-anaknya agar mengeluarkan semua usaha yang ada di dalam badan mereka. Penasaran tentunya ada dalam diri Mama dan Bibi namun nenek tak pernah mau menjelaskan lebih lanjut soal kekuatan mereka. Ia hanya bilang kalau kekuatan ini berasal tempat yang jauh dan tidak diketahui orang-orang hanya keturunannya yang mengetahui hal itu dan nenek hanyalah generasi-generasi dari pemilik kekuatan tersebut. Dan disanalah tanda tanya paling besar di benakku. Disanalah semua benang kusut semakin berantakan.

Kenapa kekuatan ini hanya ada dari keluarga Mama? Kenapa nenek tak mau menjelaskan asal-usul kekuatan itu? Kenapa bisa pemilik kekuatan seperti kami bisa sampai ke dunia ini dan hidup bersama dengan manusia-manusia normal sedangkan kami memiliki kekuatan. Jika kutanyakan seperti kepada Mama, ia pasti takkan memiliki jawabannya karena Mama sama sepertiku tak pernah mendapatkan jawabannya. Tapi kenapa aku mendadak teringat hal seperti ini pastinya ada hubungan dengan Aiden.

Aku sudah jengkel dengan semua pertanyaan dari Aiden yang sepanjang rel kereta api tak putus-putusnya membuatku semakin naik darah setiap bertemu dengannya. Anna malah terlihat menikmati kami yang bertengkar saat berada di kantin atau pun di kelas menjadikan aku dan Aiden sebagai pusat perhatian baru di kelas.

"Bisakah kau berhenti menganggu aku? Berapa kali aku harus mengatakannya kalau aku tidak seperti yang kau pikirkan Aiden, aku tak memiliki kekuatan seperti imajinasi liarmu itu," aku berkata panjang lebar saat di kelas yang hanya ada kami bertiga pagi ini.

Aiden terlihat semakin tak puas akan hal itu, kini ia mendengus sambil membuang muka yang cemberut, "aku tak percaya." Ujarnya membuatku menghela nafas berat, benar-benar lelah dengan sikap kepala batu Aiden.

Aku dan Anna saling bertatapan dan Aiden terlihat tak menyerah sama sekali. Biasanya Aiden akan mencari dengan kakak kelas atau dengan sekolah sebelah hanya dengan alasan bosan atau iseng. Tapi kali ini ia terlihat tak tertarik saat kakak kelas dengan sengaja merendahkannya dengan niat agar Aiden terpancing. Anak itu terlihat cuek dan lebih memilih menggangguku belakang ini.

Gina masuk ke dalam kelas. Dia adalah sekretaris di kelas kami gadis uang baik walaupun sangat cerewet saat menjadi penulis materi di papan tulis depan kelas.

"Hai Ive, Anna, Aiden." Sapa Gina dengan senyum lebar.

Aku membalas senyum Gina berusaha mengabaikan Aiden yang masih bertanya yang aneh-aneh. Andai saja dia seperti ini saat belajar pasti dia sudah ikut lomba cerdas cermat antar provinsi atau mungkin antar negara. Sangat gigih hingga membuat Anna salut dan aku yang jengkel. Gina duduk di bangkunya sambil mengeluarkan sebuah buku yang tebal seakan mencatat segala materi dalam satu buku. Anna memilih duduk di bangkunya sedangkan aku masih di berikan pertanyaan-pertanyaan dari Aiden yang tak kunjung habis.

"Hei ayolah pasti ada sesuatu kan? Kau kan bukan tipe perempuan yang suka marah-marah," katanya dengan wajah tak bersalah.

Aku mengatupkan rahang menahan rasa ingin memaki Aiden yang sangat nyinyir bahkan mengalahkan saat mbok Endong yang terkenal sangat suka bercerita seperti kaset rusak yang tinggal di dekat rumahku dulunya.

"Jawabanku akan tetap sama, kau kebanyakan nonton film Aiden," jawabku dengan nada lelah.

Pagi-pagi sudah di buat lelah oleh anak ini. Bahkan rasanya roti selai dan segelas susu yang menjadi sarapan aku tadi pagi seakan meleleh begitu saja salam perutku. Tak terasa dan kini aku malah lapar. Aku menutup telinga berusaha mengabaikan suara Aiden yang masih terdengar di telingaku sampai bel masuk berbunyi nyaring.

                                ***

Waktu pulang pun sudah tiba. Aiden yang tak kenal menyerah kini mengikuti kami berdua pulang namun mendadak terhenti kakak kelas dengan bekas luka di alisnya melemparkan sesuatu pada Aiden dan memberikan kode menantangnya. Aiden meladeni kakak kelas tersebut dan saat itulah kesempatan untukku. Aku langsung menariknya Anna menjauh mungkin agar Aiden tak bisa menyusul kami. Aku dan Anna berlari dan mengambil berputar tak jalan hang melewati toko bunga kak Julia. Anna menurut saja tak seperti biasanya yang bertanya-tanya seperti dia juga sudah muak dengan Aiden yang mengikuti kamu belakang ini.

"Dia sudah gila!" Kataku dengan nafas menderu.

Anna mengatur nafasnya yang tak beraturan tak jauh beda denganku. "Sepertinya Aiden benar-benar terkena  racun film-film barat." Sahut Anna dengan keringat mengucur di dahinya.

"Sepertinya," jawabku. "Dia bahkan memasukkan alat penyadap ke dalam tasku." Aku berkata menambah sesuatu.

Anna melotot kaget. "Apa? Bagaimana bisa?"

Aku menggidikkan bahu, "ntahlah aku juga kebingungan saat itu. Alatnya terlihat seperti pena wortel persis seperti di film kartun Zootopia milik kelinci Judy." Aku berkata sambil menghela nafas lega, nafasku sudah teratur lagi.

"Kau apakan benda itu?" Tanya Anna saat mengelus dadanya sendiri.

"Kuhancurkan," jawabku singkat dan ketus.

Anna terlihat semakin kaget mendengar jawabanku namun kembali mengontrol wajahnya dan mengiyakan kalau tindakan Aiden sudah kelewat batas. Kini kami mulai berjalan menuju rumah, harus melewati jalan yang lumayan jauh karena kami mengambil jalan yang mengelilingi perumahan demi menjauhi Aiden.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RUBY [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang