0. Kita hanya punya satu sama lain

3K 190 148
                                    

D E R A N A

Ketika hati berpegang pada
harapan, mengharap lalu
terhempas oleh kenyataan.
Akankah berhenti sampai
sini saja?

Perkenalkan pemeran utamakita yang akan mengisi sukadan duka di kisah ini:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perkenalkan pemeran utama
kita yang akan mengisi suka
dan duka di kisah ini:

Taufan sebagai Tama Narasatya.
Ada dua hal yang di minta
Tama dalam hidupnya. Pertama,
jangan biarkan Harsa menangis.
Kedua, doa ku tetap sama, untuk
Harsa, tolong, limpahkan bahagia
untuknya.

Tama hanya punya adiknya, begitu
pula sebaliknya. Oleh karena
itu, jangan pisahkan mereka, ya?

"Elah, jangan bohong lagi dek. Yang
suka bohong sama Kakaknya nanti
pantatnya kelap-kelip kaya
lampu disko."

Halilintar sebagai Harsa Narasatya.
Harsa itu selalu menjadi
kebalikan Tama. Dingin, apatis,
pesimis dan selalu saja memancing
keributan. Tetapi Harsa punya satu
tujuan hidup, yaitu Tama.

Doa Harsa tidak banyak. Hanya
pinta agar Tama di beri otak.

"Yang di selokan itu otak mu, kan?"

Mereka bertolak belakang. Tidak patut untuk di panggil saudara kembar. Tama itu penuh harap, tetapi Harsa itu penuh keluh kesah.

Mereka bertolak belakang. Yang satu ingin merengkuh, dan yang satu lagi ingin melepas. Tama adalah sosok yang paling mendambakan keluarga utuh, semua akan di usahakan olehnya agar Ayah dan Ibu mereka tidak berpisah.

Sedangkan Harsa adalah sosok yang menentang semua itu. Menurut Harsa, jalan keluar hanya ada satu, berpisah. Berpisah agar tidak saling menyakiti lebih dalam.

"Jangan ngomong kaya gitu lagi, Sa. Nggak seharusnya kamu ngomong kasar sama Mama──"

"Habis itu aku harus bohong, gitu? Apa aku harus bilang kalau yang Ayah cintai itu cuma Mama!?"

Mereka sering berdebat, mereka seperti minyak dan air. Tetapi kadangkala, ada waktu di mana mereka saling membutuhkan sandaran satu sama lain.

Pernah suatu hari di malam yang dingin, Harsa terlambat pulang sekolah hingga jam 1 malam. Hanya Tama yang khawatir tentang adiknya, sedangkan Ayah dan Ibu mereka sama sekali tidak mengkhawatirkan anaknya.

"Ma, adek nggak pulang pulang."

Lalu Ibu mereka hanya mendengus ketika acara berbicara di telpon dengan seseorang di interupsi Tama. "Jangan lebay, Tama. Paling-paling dia mampir ke klub atau nongkrong sama temennya."

Ibu tidak paham sama sekali tentang Harsa. Hanya Tama yang paham. Tentang adiknya yang tidak punya teman, tentang adiknya yang punya trauma terhadap perempuan dan tentang adiknya yang punya penyakit asma.

Maka dari itu Tama keluar dari rumah di tengah malam dan mengelilingi seisi kota hingga akhirnya menemukan Harsa, di ujung gang sempit, duduk sembari meringis ketika pelipisnya mulai berdarah.

"Adek!"

Harsa tersentak kaget. Raut wajah datar itu dipenuhi trauma yang melekat apik, "T-tama──"

Yang lebih tua itu segera berlari mendekat, menggapai lengan kecil Harsa lalu memeluknya. "Aku nyariin dari siang! Aku khawatir..."

Tanpa sadar mereka hidup dengan saling bergantung pada satu sama lain. Tama untuk Harsa dan Harsa untuk Tama. Tidak lebih daripada itu.

Harsa anak yang apatis itu lazim, tetapi kalian akan menemukan bahwa tingkat kepekaan yang lebih muda itu lebih tinggi jika menyangkut soal saudaranya.

Pernah suatu hari, saat Tama di paksa untuk memenangkan sebuah turnamen OSN matematika tingkat nasional, Tama belajar 18 jam dalam sehari tanpa henti.

Di luar Tama bersikap begitu aktif dan periang. Sayangnya Harsa tidak mudah di bohongi, jadi hari itu, Harsa dengan segala macam aura mematikannya membuat Tama beristirahat untuk pertama kalinya.

"Percuma belajar mati-matian kalau kamu mati pas turnamennya di mulai." Ucap Harsa sarkas.

"Emang segitu sayangnya kamu sama Ayah? Menurutmu Ayah bakal ngasih apresiasi kalau kamu menang turnamen kali ini? Enggak, Tama. Nggak bakal ada apresiasi."

Ucapan sang adik selalu saja membuat Tama mau tidak mau sedikit sakit hati. Tetapi kalimat kemudian membuat Tama seketika hendak menangis,

"Daripada berjuang untuk Ayah, mending berjuang untuk diri sendiri dan untuk aku. Seenggaknya aku bakal ngasih kamu kupon makan seblak gratis kalau bisa menang."

Lihat? Harsa itu tipikal yang sangat imut. Anak itu mengekspresikan kasih sayangnya secara rumit dan berbelit-belit.

"Mending kupon buat beli sempak aja, Sa. Aku mau ngoleksi sempak ultraman soalnya."

Nah, ngelunjak.

Hanya ada dua orang. Tama dan Harsa. Dua orang yang melengkapi segala kekurangan yang ada.

Doa mereka yang sering menggantung di langit kini hanya satu,

"Tuhan, jangan pisahkan kami. Hanya satu sama lain yang kami miliki, tidak lebih."

Taufan sebagai Tama Narasatya;dan Halilintar sebagai Harsa Narasatya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taufan sebagai Tama Narasatya;
dan
Halilintar sebagai Harsa Narasatya

[✓] Derana : I Lost My Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang