19. takdir mencoret hal tak terduga

524 104 126
                                    

Taufan sebagai Tama Narasatya;
dan
Halilintar sebagai Harsa Narasatya

Tama tidak akan pernah menyangka bahwa malam ini, hari di mana dia bertemu dengan keluarga baru Ayahnya, semuanya terasa seperti dunia baru saja mempermainkannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tama tidak akan pernah menyangka bahwa malam ini, hari di mana dia bertemu dengan keluarga baru Ayahnya, semuanya terasa seperti dunia baru saja mempermainkannya.

Di hadapannya, sosok yang di perkenalkan sebagai saudara tirinya itu ternyata adalah sahabatnya sendiri──itu Fahri.

Di tempat yang sama, dengan jabatan yang sama, mereka berdua duduk sebagai bagian dari sebuah keluarga.

Dengan semua kecanggungan yang hadir, Ayah, Ibu barunya, serta Fahri duduk di meja makan yang sama. Tama masih tak mau menyentuh makanan buatan Ibu Fahri, hanya duduk kaku dengan pikiran yang mengawang.

"Jadi kalian sudah kenal? Ya ampun, Mama nggak nyangka sama sekali." Wanita yang duduk berhadapan dengan Tama itu tersenyum senang. "Sudah berapa lama Tama temenan sama anak Mama?"

"... Tiga tahun." Jawab Tama kaku. Jujur saja, Tama sangat tidak nyaman terhadap sikap perhatian berlebihan dari Ibu Fahri.

Sang Ayah hanya tersenyum tipis, memilih diam sembari membiarkan Istrinya mencoba akrab dengan Tama.

"Mama udah sering denger soal kamu dari Ayah kamu. Katanya kamu sering dapet piala olimpiade, kan? Kamu hebat banget." Wanita itu terus berbicara, melontarkan puja-puji berlebihan untuk Tama tanpa menyadari bahwa Fahri, yang duduk tepat di sebelah Ibunya terus diam semenjak datang ke rumah ini.

"Mama juga denger kalau kamu pinter masak dari kecil. Kok bisa kamu jago masak? Padahal jarang banget anak laki-laki bisa masak."

Melihat semua pujian aneh ini hanya berpusat padanya membuat Tama semakin tidak nyaman. Mata hazelnya melirik ragu pada Fahri yang sama-sama bungkam, juga sama-sama belum menyentuh makanan di hadapan.

Dengan pelan Tama hanya mengangguk untuk membalas perkataan wanita itu. Hatinya sakit, sangat sakit. Padahal Fahri juga sering menyumbang penghargaan di bidang olahraga, padahal Fahri juga pintar dalam memasak, tetapi kenapa hanya Tama yang di bicarakan?

"Udah, udah. Aku dengar Fahri juga nggak kalah hebat dari Tama, ya, kan? Udah berapa piala yang kamu punya?" Kali ini Ayah yang berbicara, tujuannya jelas pada anak tirinya, Fahri.

"Enam, Paman." Fahri menjawab setelah terkejut dari lamunan. Awalnya remaja berkacamata itu senang akibat atensi yang teralihkan, namun Ibunya menghancurkan segalanya, lagi.

"Itu masih kecil. Mana bisa di bandingin dengan Tama. Piala yang Fahri dapetin cuman jadi pajangan doang sampai sekarang. Kalau di sains sama matematik, Fahri masih tertinggal jauh." Terdengar rendah hati, berusaha untuk tidak terdengar sombong. Tetapi nyatanya, perkataan itu membuat Fahri kembali menekan kuat perasaan sakit hatinya.

Mama emang gini. Maksud Mama baik. Mama cuman mau anaknya makin termotivasi buat berusaha lebih keras.

Fahri kembali duduk dengan kebisuan. Ketika matanya bersitatap dengan Tama, sebuah senyum lekas di ukir Fahri. Bukankah ini bagus? Mereka sebuah keluarga sekarang. Sangat bagus. Sekarang Fahri bisa lebih dekat dengan si kembar.

[✓] Derana : I Lost My Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang