28. emosi merambat habis bak api

648 97 166
                                    

Taufan sebagai Tama Narasatya;
dan
Halilintar sebagai Harsa Narasatya

Tidak pernah terpikirkan oleh Tama, tentang bagaimana sosok yang sekiranya paling mencintai Harsa, adalah sosok yang telah meniadakan Harsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak pernah terpikirkan oleh Tama, tentang bagaimana sosok yang sekiranya paling mencintai Harsa, adalah sosok yang telah meniadakan Harsa.

Di kantor polisi, Tama terpaku bodoh di tempat sambil menatap Fahri yang berdiri di hadapannya.

Yang menabrak Adiknya adalah Fahri.

Yang menyebabkan Adiknya terenggut dari pelukannya adalah Fahri.

Kirana juga ikut ke kantor polisi, hanya bungkam sebelum akhirnya menangis tersedu-sedu di sudut ruangan.

"Kenapa? Salah Harsa apa, Ri?" Tama bertanya. Kepalan tangannya menguat seiring dengan sakit yang di pendam. "JAWAB, BANGSAT! HARSA SALAH APA!?"

Kalap. Tama pun segera mencengkram kerah baju Fahri dengan mata penuh amarah yang menggebu-gebu. Sedangkan yang di bentak hanya mengukir senyum sinis, seolah-olah tidak takut pada kesalahannya.

"Kenapa? Kamu nanya kenapa? YANG SALAH DI SINI ITU KAMU! KAMU PUNYA SEGALANYA! KAMU SEMPURNA! TAPI KAMU MASIH MAU MEREBUT PUNYA AKU!" Belum pernah Tama melihat sosok Fahri yang seperti ini. Mata remaja berkacamata itu memerah, air matanya berlinangan sebelum akhirnya dia mencengkram balik tangan Tama.

"KAMU YANG BIKIN MAMA AKU LUPA SAMA PUTRANYA SENDIRI! INI SEMUA GARA-GARA KAMU! HARUSNYA KAMU YANG KETABRAK!"

Atmosfer dingin itu menetap begitu lama. Tama mampu melihat bagaimana ada amarah yang kian mencuat bak lava di gunung berapi.

Fahri, bukanlah sosok sebaik itu. Dia ini tamak akan kasih sayang Ibu. Dia ini serakah, sampai-sampai sifat impulsif di dalam dirinya semakin menjadi-jadi.

Tiga tahun dahulu adalah masa-masa yang tidak mampu terlupakan Fahri. Di saat dirinya begitu iri pada adiknya karena lebih di sayang Ibu, pada saat itulah Fahri tanpa sadar sudah memantik api di seluruh rumah.

Fahri hanya ingin adiknya menyingkir sebentar──namun malah menyingkirkan adiknya selamanya. Bahkan juga menyingkirkan Ayah.

Kebakaran saat itu langsung di cap sebagai akibat dari korsleting listrik. Itu semua karena Ibunya telah memalsukan kesaksian. Itu semua karena Ibu tahu jika Fahri lah yang menyulut kebakaran.

Sifat impulsif memanglah tidak serius. Tetapi jika sudah mendarah daging, itu akan menjadi masalah sulit. Itu sebabnya Ibunya melampiaskan apapun kepada Fahri. Pukulan, kekerasan, cacian, semua itu mungkin akan memadamkan sikap impulsif Fahri, pikir Ibunya.

Dan pada akhirnya, tidak ada yang bisa menghentikan. Fahri di saat bersamaan akhirnya menemukan pengganti adiknya. Dia melakukan apapun untuk Harsa sebagai ganti rasa bersalahnya pada adik kandungnya. Bahkan tanpa pikir panjang dia menyewa satu pantai utuh untuk Harsa──padahal dia sudah tahu jika kesehatan Harsa seburuk itu dan tidak memungkinkan untuk bepergian seharian. Dan pada akhirnya, dia juga yang membuat Harsa pergi jauh.

Semuanya karena Fahri tidak pernah berpikir panjang.

"SEKARANG KAMU PUNYA MAMA! TAPI AKU!? MAMA KU MALAH MENJEBLOSKAN ANAKNYA SENDIRI KE PENJARA!"

"KAMU PUNYA SEGALANYA! KAMU PUNYA HARSA──"

Tetapi untuk detik-detik selanjutnya, hantaman keras segera mendarat di rahang Fahri. Membuatnya jatuh ambruk ke belakang dengan mata terkejut.

"Harsa udah nggak ada."

"Apa?"

"Harsa udah nggak ada. Harsa pergi. Kamu yang bikin Harsa pergi." Ingin sekali rasanya Tama memberikan pukulan berkali-kali pada orang di depannya. Ingin sekali rasanya Tama membunuh orang di depannya. Ingin sekali Tama membuat Fahri merasakan apa yang telah Harsa rasakan.

Tetapi nyatanya, Tama hanya berdiri dengan tatapan kosong. "Harsa bilang kalau dia udah ada tujuan buat hidup. Dia mau menjelajah lautan, Ri. Harsa mau hidup. Tapi kamu ngehancurin semuanya."

"Kamu udah bikin Harsa jauh dari kita. Kamu ngelanggar janji kamu, Ri."

Tiba-tiba sepatah dua patah kalimat terngiang. Menunjukkan janji yang sekarang tidak berlaku lagi.

"Jangan pergi lagi, ya? Tetep di sini. Biar aku sama Tama bisa ngejaga kamu." Sekarang, janji yang pernah di sematkan itu di langgar lebih dulu oleh Fahri. Sekarang, Fahri lah yang membuat Harsa pergi jauh. Dia juga lah yang membuat Harsa tidak bisa lagi di lindungi.

Perlahan-lahan, gigi Fahri bergemelatuk kencang. Matanya terpejam erat. Sedangkan hatinya mulai perih. Ah, bodohnya. Emosinya menjadi pelaku utama untuk ketiadaan Harsa.

Fahri telah membuat kesalahan besar. Sangat besar. Harusnya Fahri semakin menjaga Harsa, apalagi setelah tahu diagnosa dokter yang mengatakan jika Harsa hanya memiliki satu paru-paru. Harusnya... harusnya Fahri tidak termakan emosi sesaat.

"Maaf..."

Harsa... maaf. Aku yang salah.

"Nggak guna. Kamu minta maaf sambil bersujud pun nggak akan bisa balikin Harsa." Tama masih di sana. Hatinya sudah membiru, penuh carut marut luka yang tertoreh dengan jelas. Sedangkan tubuhnya rapuh, di tiup angin saja rasanya akan hancur berkeping-keping. Wajahnya kian layu, gersang tanpa seulas senyum yang sering di pamerkan. Lantas Tama menatap penuh keputusasaan pada Fahri dan berkata lirih,

"Aku nggak bisa ngegapai Harsa lagi... dia terlalu jauh, Ri. Jauh. Bahkan kalau aku bisa ke langit, aku nggak akan bisa bawa pulang Harsa."

Kesedihan mendalam membuat semuanya hancur. Seperti bangunan tanpa penopang yang akan rubuh kapanpun waktunya.

Di saat-saat seperti itu, Fahri gemetar hebat kala matanya menangkap siluet Harsa. Berdiri di samping saudaranya dengan senyum perih.

"Emang udah waktunya aku pergi. Kak Fahri jangan nyalahin diri sendiri. Aku udah maafin Kakak."

Suara selembut helaian angin itu menerobos masuk ke dalam telinga. Fahri masih terpaku, tetapi matanya memutuskan untuk menangis penuh rasa bersalah. "Maaf, Harsa. Maaf... harusnya nggak gini."

Semuanya telah menjadi penyesalan. Harapan yang sering mereka gantungkan kini hancur lebur seperti abu.

Harsa... jika pergi secepat ini, bagaimana bisa kami membayar rasa bersalah ini?

 jika pergi secepat ini, bagaimana bisa kami membayar rasa bersalah ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taufan sebagai Tama Narasatya;
dan
Halilintar sebagai Harsa Narasatya

[✓] Derana : I Lost My Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang