25. kamu melupakan kejadian itu

636 99 94
                                    

Taufan sebagai Tama Narasatya;
dan
Halilintar sebagai Harsa Narasatya

Rasanya Tuhan masih berbaik hati memberikan ketenangan di hati mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya Tuhan masih berbaik hati memberikan ketenangan di hati mereka. Kini hanya ada tangis bahagia dari Ibu karena mendengar ada pasien meninggal dunia yang bersedia mendonorkan paru-parunya untuk Harsa. Dan setelah di cek, ternyata itu cocok.

Berkali-kali sang Ibu mengusap air matanya, lelah, sangat lelah, tetapi karena mendengar bahwa sudah ada donor yang cocok untuk putranya, dia segera melupakan rasa lelahnya.

Raka, mantan suaminya itu masih betah menetap di rumah sakit. Dengan wajah nanar menatap ke pintu ruang operasi yang masih belum terbuka.

Sedangkan Tama, putranya telah sadar beberapa jam yang lalu dan masih keras kepala untuk menunggu operasi adiknya selesai.

Sekitar enam jam kemudian, tombol ruang operasi berubah hijau. Pintu terbuka dengan kemunculan dokter serta beberapa perawat yang bertugas menangani operasi transplantasi paru-paru Harsa.

Ayah adalah yang paling lebih dahulu berdiri dan menanyakan kondisi Harsa. Aneh, ya. Padahal dulu pria itu adalah yang paling membenci Harsa. Tetapi sekarang pria itu menjadi yang paling khawatir dengan keadaan Harsa.

"Operasi transplantasi telah berhasil. Tapi kondisi pasien masih belum bisa di katakan selamat. Perlu pemantauan intensif untuk melihat gejala-gejala pasca operasi. Setelah ini pasien akan saya pindahkan ke ruangan lain, jadi kalian bisa menjenguk pasien."

Amat senang hati Tama saat mengetahui kabar gembira seperti ini. Biarpun tidak sembuh total, tetapi harapan hidup adiknya telah kembali lagi.

Usai mendengar penuturan dokter, baik itu Raka atau Kirana, keduanya menghembuskan nafas lega. Senang rasanya. Masa-masa sulit telah berakhir.

Tidak butuh waktu lama, Harsa telah di pindahkan ke ruangan lain dengan penjagaan intensif. Ketika Tama melihat adiknya untuk pertama kalinya, hanya ada sensasi tangan yang meremukkan hatinya. Perih. Sakit. Terutama ketika menatap wajah adiknya yang terpejam begitu erat. Damai. Seolah-olah rasa sakit yang menghantam barusan telah hilang.

"Adek..."

Dengan ragu-ragu tangan sang Kakak terjulur untuk menyentuh pipi sepucat lilin itu. "Tadi Kakak mimpi. Kakak ngeliat kamu duduk sendirian di dermaga. Nggak ada siapapun yang nemenin. Kakak mau nyamperin, tapi nggak jadi karna ngeliat kamu nangis."

"Sakit banget, ya?" Tama terus bermonolog sendiri. Ruangan putih itu hanya di isi suara monitor yang menunjukkan denyut jantung adiknya. Lantas tangan Tama berhenti mengusap pipi adiknya, berganti dengan kecupan ringan di dahi adiknya.

"Bangun, Sa. Kakak butuh kamu."

Kecupan telah berakhir dan air mata Tama tumpah ruah. Nafasnya tidak teratur begitu melihat tidak ada sahutan apapun dari adiknya. Perlahan-lahan Tama mundur, tidak berani lagi meletakkan tangan di atas kulit rapuh Harsa.

[✓] Derana : I Lost My Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang