8. rentetan kehancuran

631 110 219
                                    

Taufan sebagai Tama Narasatya;
dan
Halilintar sebagai Harsa Narasatya

Taufan sebagai Tama Narasatya;danHalilintar sebagai Harsa Narasatya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tama! Berhenti!"

Ada beberapa hal yang berada di luar jangkauan mereka, tidak bisa di ubah, tidak bisa di ganggu gugat, yakni sebuah takdir. Garis kehidupan yang telah di goreskan untuk mereka.

"Tama!"

Tetapi, terkadang ada beberapa orang yang sekiranya tidak mampu untuk menyandang takdir yang di terima. Termasuk Tama.

Entah sudah berapa kali tenggorokan Harsa menjerit keras untuk memanggil saudaranya, namun yang lebih tua itu tak kunjung berhenti berlari. Terus berlari sampai-sampai Harsa bisa merasakan bahwa paru-parunya terasa robek di tiap inchi setiap kali dirinya berlari.

"... Tama──"

Harsa terbatuk keras untuk beberapa kali, membuat rajut langkah kaki Tama yang kini berada di seberang jalan terhenti. Lantas Tama berbalik, tatap ke seberang jalan di mana adiknya membungkuk sedikit sembari terbatuk-batuk.

Bodoh... Tama tidak meminta untuk di kejar! Adiknya benar-benar bodoh!

Lampu penyebrangan berganti hijau, lalu lalang kendaraan seketika berhenti dan hal itu dengan lekas di manfaatkan Harsa untuk berlari ke tempat saudaranya berada.

Tama gamang di tempat, berpaku pada pusat bumi hanya untuk melihat wajah kusut Harsa. Ada kesedihan, ada kemarahan dan sisanya adalah emosi rumit, hal itu tak jauh berbeda dengan milik Tama.

Lantas di tengah-tengah nafas yang memburu kencang, Harsa meraih tangan saudaranya dan membawa Tama masuk ke dalam pelukannya.

"Sa──"

"Aku tahu kamu kaget. Ini nggak adil... Tapi kita nggak punya kekuatan buat ngerubah keadilan ini." Harsa berbisik pelan sembari mendekap erat tubuh saudaranya. "Kamu sedih, aku juga sama."

Harsa paham, bahwa Tama masih tidak bisa menerima bahwa hasil persidangan hari ini memutuskan agar Ayah dan Ibu mereka berpisah, pun sama halnya dengan mereka. Tama akan ikut dengan Ayah dan Harsa akan ikut Ibu.

Masih berbekas dengan jelas bagaimana pupil hazel Tama bergetar, tangan Tama yang sejak awal menggenggam tangan Harsa mengerat di tiap detik dan sebuah tangis hampir luruh sebelum akhirnya Tama berlari kencang keluar dari ruang persidangan.

Di bawah arakan langit kelabu, di mana kaki mereka berpijak di atas trotoar jalan, semuanya menjadi saksi bisu tangis yang luruh dalam diam.

Tama, menangis lah. Tapi jangan sampai menyerah pada hidup.

Harsa menepuk-nepuk punggung Tama bak tengah menenangkan anak kecil yang menangis. Dapat dia rasakan bahunya mulai basah karena tangisan Tama.

"... Aku nggak mau pisah, Sa. Aku nggak bisa."

[✓] Derana : I Lost My Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang