5. detik yang kita miliki

718 115 166
                                    

Taufan sebagai Tama Narasatya;
dan
Halilintar sebagai Harsa Narasatya

Ketika Tama terbangun di pagi hari, dia menemukan bahwa Harsa tengah duduk di tepi kasur seraya bersedekap dada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika Tama terbangun di pagi hari, dia menemukan bahwa Harsa tengah duduk di tepi kasur seraya bersedekap dada. Kepala adiknya itu sesekali terlihat goyah, pertanda bahwa rasa kantuk mulai menenggelamkannya.

"... Sa,"

Kelopak mata Harsa terbuka lebar, adiknya nampak terkejut. "Ngagetin!" Jerit Harsa kesal dan segera melayangkan jitakan pamungkas.

Sayang sekali, Tama yang sudah di asah bertahun-tahun, berjibaku dengan seluruh jitakan, pukulan, jeweran, dan tamparan lekas menghindari jitakan pamungkas adiknya dengan luwes. "Sabar, Adek! Orang yang suka main kekerasan nanti pantatnya jadi warna hijau."

Alhasil Harsa tak kunjung menjadi penyabar, malah menjadi mengamuk dengan bantal serta guling yang menjadi alat untuk memukul Tama.

"Dak, dek, dak, dek! Ingat ya, kita cuma beda beberapa menit! Harusnya aku yang jadi Kakak, cuman karna aku baik, makanya aku ngalah dan ngebiarin kamu brojol duluan." Harsa kian mengencangkan pukulannya hingga sang Kakak terlihat mengibarkan bendera putih.

"Aw──jangan mukul lagi, Adekk!"

Salah pengucapan jabatan itu membuat Harsa gencar untuk memiting leher sang kakak. Raungan keras tak terelakkan di pagi hari itu, "ADEKK! YA AMPUN──DURHAKA, HEH! NANTI PANTATNYA TEPOS!"

Pada pukul 6 pagi, ketika kota masih di selubungi kegelapan, Tama dan Harsa sudah siap dengan seragam abu-abu mereka dan mulai menapak trotoar jalan.

"Terlalu awal kalau mau ke sekolah, Tama! Aku nggak kuat!" Gerutu Harsa dan berakhir merosot ke tanah sebagai aksi penentangan untuk pergi ke sekolah di pagi-pagi buta ini.

Tama segera menyunggingkan senyum lebar, menatap gemas sekaligus dendam pada adiknya yang pemalas. "Ayo, ah. Jangan males-malesan. Nanti pantatnya──"

"Yang suka ngancem saudaranya, nanti pantatnya kena ambeien akut." Harsa muak dengan segala macam ancaman berbau pantat yang di ciptakan saudaranya.

Berpikir bahwa Tama akan menyerah dalam hal membujuk itu salah, karena sekarang Tama segera berbalik dan berjongkok. "Silahkan naik. Ojeknya bakal nganter Adek sampai ke sekolah." Dan Tama menawarkan gendongannya dengan senyum tengil.

Lelah bertikai dengan saudaranya membuat Harsa segera naik dan meletakkan dagunya di atas bahu Tama. Segera setelahnya, Tama berjalan pelan seraya menggendong Harsa. Sesekali Tama akan bersenandung gembira sembari mengoceh tentang apapun yang dia lihat. Entah itu bocah dengan bedak tebal yang berlarian di pekarangan rumah, "Ih, ada tuyul! Liat, dek! Mirip Adel, ya?"

Atau tukang es lilin yang dengan semangat membuka toko kecilnya di pinggir jalan. Berakhir dengan Tama yang membeli sekantong penuh es lilin.

Dan terakhir, Tama akan mengoceh tentang betapa baiknya pacarnya. "Beneran, loh! Kemarin dia ngebikinin bekal khusus buat aku." Ada tawa senang yang mengudara ketika Tama bercerita perihal Ying.

[✓] Derana : I Lost My Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang