🌧13. Sebab dia sakit jiwa🌧

2.8K 279 30
                                    

Siapkan dirimu untuk tempat istirahatnya. Bawa dia ke pelukan hangat agar ia percaya, bahwa yang sakit jiwa juga manusia.

 Bawa dia ke pelukan hangat agar ia percaya, bahwa yang sakit jiwa juga manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amara mendongak, menatap mentari yang lebih terasa membakar tubuh siang ini. Hembusan napasnya mengudara, sudah pukul 12 siang, Amara juga sudah melaksanakan kewajibannya untuk menunaikan ibadah, namun sejak pukul 9 tadi dia sama sekali tak menemukan keberadaan Bumi.

Gadis itu berbalik, berhenti menatap kegiatan kawan-kawannya yang sibuk berlatih menari untuk acara ulang tahun sekolah. Amara meraih tas, merogohnya untuk mengambil ponsel.

"Kak Jani, gue duluan, ya!" seru gadis itu kemudian merajut langkah pergi setelah memungut sepatu baletnya.

Amara membuka layar ponsel, menekan aplikasi telepon. Gadis itu menggeser layar, mencari nama Bumi di daftar kontak.

Amara menekan layar, panggilan tersambung. Cukup lama gadis itu menanti, hingga suara dehaman Bumi mampu tersaring oleh alat bantu dengarnya.

"Bumi, lo di mana, sih?"

"Halo, Sayang. Ada apa, sih?"

Amara berakhir cengo, gadis itu melihat kembali layar ponsel yang menyambungkan panggilan masuk itu. Takut-takut jika ternyata yang ia hubungi adalah Seano, bukan Bumi si tsundere yang sungguh sangat sial adalah pacarnya sendiri.

"Lo di mana, Sinting?" Amara kembali merajut langkah setelah memasukkan sepatu balet itu ke dalam tas.

"Di mana-mana hatiku senang."

Derai tawa pemuda itu mengudara, Amara mengerutkan kening, berpikir keras perihal apa yang terjadi kepada Bumi kali ini.

"Jawab yang bener, Bumi! Lo di mana? Dari tadi enggak kelihatan, ketiduran di ruang musik apa gimana?"

"Jangan marah-marah, Ra. Ntar cantiknya ilang loh. Gue juga enggak tau gue di mana. Bentar-bentar."

Notifikasi ponsel Amara berbunyi, gadis itu membuka room chatnya bersama Bumi. Ada satu pesan yang dikirim oleh pemuda itu, sebuah lokasi.

"Lo ngapain ngirim lokasi ke gue, Anjir?" Amara membukanya, kemudian arah pandang gadis itu beredar. Amara meloloskan decakan. "Lo ngapain sih ngirim share location segala? Bilang aja kali kalau lagi mau ke rooftop."

"Ra, gue tadi mau dipukul masa sama Seano. Lo tau kenapa?"

Amara mulai merajut langkah. "Kenapa?" Alis gadis itu berkerut, seraya menjauhkan ponselnya dari dekat alat bantu dengar. Tepat ketika suara sendawa Bumi mengudara. "Jorok banget, Bumi!"

"Hehe, gue tuh sebenarnya enggak sengaja. Arunika ngehalangin jalan, guenya ngantuk banget, makanya tuh anak gue sosor pipinya."

Mata Amara refleks mendelik, gadis itu meremat ponselnya sendiri. "Lo gila? Bibir lo beneran nempel di pipi Arun?"

2. Hujan dan Rintiknya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang