🌧31. Semakin runtuh🌧

2K 195 5
                                    

Seseorang akan terlihat hebat, terlihat istimewa, terlihat begitu penuh pesona di mata orang yang tepat.

Amara mengikat surai dibantu oleh Jenggala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amara mengikat surai dibantu oleh Jenggala. Sedangkan Joshua dan Seano sudah berjalan lebih dahulu, cukup jauh meninggalkan kakak-beradik ini.

Amara menghela pelan, melirik kegiatan Jenggala lewat ekor mata. Menggigit bibir dalam, gadis itu semakin memberanikan diri untuk menyuarakan sesuatu yang terpendam.

"Kak, lo bertindak sejauh itu buat gue sebenarnya buat apa, sih? Lo enggak suka ke gue, 'kan?"

Jenggala tentu saja mengerutkan kening. Kedua telapak tangannya turun dari kepala Amara, kemudian pemuda itu memundurkan langkah. Dia memberi ruang untuk Amara yang berbalik menghadap ke arahnya.

"Kenapa tiba-tiba banget?"

Gadis berponi itu mengedikkan bahu. "I don't know. Tiba-tiba kepikiran aja."

Jenggala menghela kasar, ia rangkul pundak sempit Amara. Kemudian kedua orang itu melanjutkan perjalanan, menyusuri lorong rumah sakit penuh aroma obat.

"Gue tulus sayang sama lo, Ra. Bukan karena gue cinta, tapi karena gue punya tanggung jawab sebagai seorang kakak."

Kepingan memorinya terbuka, Jenggala kembali mengingat janjinya kepada Sakti sebelum ayahnya itu berpulang. Juga perihal permintaan terakhir sang ayah yang Jenggala rasa wajib ia jalankan sebagai perintah.

Sebab, sebagai anak seorang jenderal, mau sang jenderal masih ada atau bahkan sudah tinggal nama, kiatnya untuk sang anak harus tetap dijalankan. Dan di sini, Jenggala yang merupakan putra satu-satunya yang tugasnya mengabdi dan berbakti tentu saja tetap melaksanakan titah itu meski nyawa taruhannya.

"Ayah pernah minta janji ke gue. Janji untuk jagain lo dari semua orang yang mau berniat jahat, enggak peduli itu Mama sekali pun. Dan setelah itu bisa bawa lo pulang, ke rumah orang tua kandung lo di mana pun mereka berada saat ini."

Langkah dua orang itu terhenti, Jenggala menggiring Amara untuk duduk sebentar. Kemudian pemuda itu menurunkan tas dari gendongan.

Jenggala membuka tasnya, mengobrak-abrik sebentar isi di dalam sana. Lantas, sebuah foto usang laki-laki itu tunjukkan kepada Amara.

"Ra, lo emang bukan adik kandung gue. Tapi kita masih punya hubungan keluarga."

Jenggala menyerahkan foto usang yang semula terlipat sebagian itu kepada Amara. Sebuah foto, yang ketika tertangkap oleh netra Amara berisi potret seorang wanita dan pria yang sedang menggendong bayi.

"Namanya Andini dan Jaksa. Mereka Om dan Tante gue, adik dan adik iparnya Ayah."

Kepalanya mendongak, netra pekat Jenggala menatap Amara. Lurus pada retina, pemuda itu dapat menangkap genangan di dalam sana.

"Amara, gue dan Ayah, bahkan Mama Kirana sebenarnya bukan orang lain. Kita keluarga lo, Ra. Meskipun enggak berasal dari rahim yang sama, lo tetap adik gue."

2. Hujan dan Rintiknya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang