🌧37. Luka sang Laksana🌧

1.8K 178 6
                                    

Assalamu'alaikum, Hai aku kembali!

Gimana, udah melakukan hal baik di empat hari terakhir ini?

Hari ini enggak lagi sedih, kan? Jangan, ya. Simpan air matanya, orang hebat enggak boleh terlalu sering nangis. Oke? Semangat buat hari ini dan seterusnya!

Btw, kalian mau nama panggilan khusus ngga dari aku? Kalau aku kan Mochi wkwk. Kalian mau dipanggil apa?

Komen ya, biar makin akrab dan enak nyapanya. Nanti suara terbanyak apa, kita pake yang itu.

Oke. Jadi, siap baca babnya?

Siap dibikin nyesek dan greget lagi?

Peringatan sebelum baca:
-Jangan dibaca di tempat umum.
-Siapin tisu.
-Putar lagu sedih kalau mau makin ngena.

Silahkan ramein kolom komentar kalau ada sesuatu yang mengganggu perasaan kalian. Dan terakhir saatnya mengucapkan, HAPPY READING buat kalian

❂🌧❂

Setidaknya, kita masih punya Tuhan untuk tempat mengadu dan mengeluh. Datanglah pada-Nya jika tak ada satu pun umat-Nya yang mau mendengarkanmu.

Bumi bangkit, tak puas hanya sekedar merenung sambil menanti kabar dari Amara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bumi bangkit, tak puas hanya sekedar merenung sambil menanti kabar dari Amara. Luka fisiknya nyaris sembuh, tapi gadis itu justru tak memberi kabar padanya sama sekali.

Malam ini begitu sunyi, tenang, dan dingin. Benar-benar masa dan suasana yang begitu disukai Bumi. Namun, alih-alih mengistirahatkan tubuh menikmati kesunyian, pemuda itu justru memilih untuk mencari kesibukan.

Tungkainya terajut menyusuri lorong panjang tanpa alas kaki. Bumi benar-benar menikmati rasa dingin ini, rasanya seperti didekap. Langkah tanpa arah itu akhirnya membawa Bumi ke bagian lain rumah sakit ini.

Ada sebuah koridor cukup panjang yang mengarahkan Bumi ke suatu tempat jika anak itu terus melangkah menyusuri, dan itulah yang memang sedang dilakukan Bumi.

Rumah Sakit Kanker Grania.

Bumi berhenti melangkah setelah kepalanya mendongak. Ia tatap tulisan itu cukup lama. Hingga ia sadar, rupanya rumah sakit tempat dirinya dirawat adalah bagian dari rumah sakit besar yang kerap Bumi lihat ketika dia menjaga Bintang dulu.

"Tuhan ...."

Netra pemuda itu berkaca-kaca. Alih-alih berbalik arah kemudian memutuskan untuk pergi sejauh-jauhnya, tungkai Bumi justru kembali terajut menyusuri koridor sampai ke lorong. Langkah itu baru berhenti setelah dirinya tiba di depan sebuah kamar yang telah diubah namanya.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang