🌧38. Satu bagian untuk Jingga🌧

1.6K 173 12
                                    

Assalamu'alaikum, Hai aku kembali!

Gimana, udah melakukan hal baik di tiga hari terakhir ini?

Hari ini enggak lagi sedih, kan? Jangan, ya. Simpan air matanya, orang hebat enggak boleh terlalu sering nangis. Oke? Semangat buat hari ini dan seterusnya!

Oke. Jadi, siap baca babnya?

Siap dibikin nyesek dan greget lagi?

Silahkan ramein kolom komentar kalau ada sesuatu yang mengganggu perasaan kalian. Dan terakhir saatnya mengucapkan, HAPPY READING buat kalian❤

❂🌧❂

Semakin dewasa, aku semakin paham. Paham tentang kehidupan ini yang bukan hanya butuh fisik yang sehat, tapi juga mental yang tetap waras untuk mengikuti alurnya.

Amara duduk diam, termenung menatap seragam yang semalam diberikan oleh Arunika untuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amara duduk diam, termenung menatap seragam yang semalam diberikan oleh Arunika untuknya. Helaan napasnya mengudara, rasanya begitu melelahkan. Seketika gadis itu tersadar, rupanya selama ini bebannya amat sangat berat.

Suara ketukan pintu terdengar, Amara belum mau menjawab. Yang dia lakukan hanya mendengarkan suara Seano yang akan mengudara untuknya.

"Ra, Bang Biru chat di grup, katanya kita disuruh ke sekolah secepatnya. Karena ada yang mau dia omongin. Lo kalau udah selesai cepet keluar, ya. Gue tunggu di depan."

Amara tak berniat membalas, gadis itu segera memakai seragam milik Arunika yang dipinjamkan padanya. Tak ada sesuatu apa pun yang bisa digunakan untuk menutupi bebas luka membiru di lehernya. Amara menghela pasrah, mungkin memang tak ada yang bisa ia lakukan kecuali jujur kepada Bumi ketika keduanya bertemu nanti.

"Laksana Bumi Amerta, gue Ara. Semoga lo enggak benci sama gue."

"Mau ngomong apa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau ngomong apa?"

Seano tak ingin basa-basi lagi. Dengan mulut yang menggigit tangkai permen lolipop, pemuda itu duduk tak tenang di kursi milik Mahendra.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang