🌧16. Keadilan mana yang bisa diraih?🌧

2.6K 237 11
                                    

Hai, selamat datang kembali!

Kabar baik hari ini?

Semoga yang lagi bahagia bisa selalu bahagia. Dan yang lagi sedih atau punya masalah, masalahnya cepat dapat jalan keluar.

Terakhir dari aku, selamat membaca!
I hope you enjoy!

🌧▄🌧

Dia yang selalu tertawa, menebar banyak canda tawa, selalu menjadi penguat untuk orang-orang di sekitarnya, tidak mungkin hidupnya jauh dari masalah.

Tangan keduanya saling bertaut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangan keduanya saling bertaut. Bumi mengangkat tangan, memainkan tangkai permen lolipop yang bertengger di sudut bibirnya. Seraya diam-diam menyembunyikan rasa resah yang mendera sejak satu jam lamanya.

Sedang di sampingnya, Amara nampak berusaha meredam kesal di tengah usahanya yang menatap tajam para manusia lain di sekitarnya. Gadis itu mengangkat tangan, mengepalkannya seraya mengarahkan ke mereka semua.

"Apa lo semua liat-liat?"

"Biarin, mereka punya mata," balas Bumi. Kemudian pemuda itu merangkul pundak Amara, mengusapnya pelan menyalurkan rasa sabar.

"Ya, tapi-"

"Aduh, aduh, couple cacat nih lewat."

Derai tawa itu mengudara, menyambut langkah Bumi dan Amara. Di hadapan mereka, sosok Jingga berdiri angkuh dengan tangan terlipat di depan dada.

"Eh, Bumi. Lo udah sadar, nih? Enggak mabok lagi? Lucu banget sih lo, minum di sekolah. Kurang apa gimana waktu main lo di club?" Jingga terkikik, tungkainya terajut mendekati Bumi dan Amara. Diikuti sosok Angkasa Bintang Gemilang di belakangnya, pemuda itu baru saja tiba. Dan Bumi yakin, laki-laki itu pasti akan melontarkan ejekan juga.

"Lo sendiri, kurang apa gimana kerjaan lo di sekolah ini sampai buang-buang waktu ngurusin gue sama Bumi?"

Tawa itu berhenti mengudara, Jingga menatap tajam. Menunjuk tepat ke arah wajah Amara yang nampak masih menatap tajam.

"Tutup mulut lo! Gue enggak minta lo bicara," tekan Jingga setelahnya.

"Gue juga enggak minta lo ngebacot di sini. Asal lo tau ya jalang, bacotan lo itu enggak berguna. Karena gue sama Bumi enggak akan peduli."

Amara melepas rangkulan Bumi. Gadis itu berkacak pinggang, bersiap pula pada apa pun reaksi yang akan diberikan oleh Jingga nantinya.

"Ra, enggak perlu nanggepin. Lebih baik kita pergi." Bumi berbisik. Namun, nampaknya pemuda itu lupa seperti apa sifat gadisnya.

Amara itu keras, sifat juga hatinya setara. Semuanya batu.

"Pergi aja sendiri. Urusan gue sama nih dua orang belum kelar," balas Amara tanpa melihat Bumi.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang