Sebelum memulai, ayo kembali ingat kata-katanya
"Kalau tau dunia ini mainnya jahat, ya jangan ikut dalam permainannya. Mending lari, bikin dunia sendiri yang lebih bisa disebut tempat tinggal karena layak ditinggali."
-Laksana Bumi Amerta-"Bumi ...."
"Jangan pulang hari ini. Gue enggak mau lo pergi!"
Tangan itu digenggam erat, sosok jangkung di hadapan Amara melempar senyuman. Pemuda itu menarik Amara ke dekapan hangat. Kemudian kening gadis itu dikecup lama.
"Gue masih terus mengangumi wajah ini, Ra. Sebuah wajah punya orang yang paling gue sayang. Wajah punya orang yang bikin gue bertahan di tengah makian banyak orang atas keadaan gue yang beda dari mereka."
Amara merasakan sentuhan itu, hangat. Rasanya begitu tenang. Netranya memejam, disusul lelehan air mata yang berdesakan keluar.
"Terimakasih udah pernah buat gue bertahan. Kalau suatu hari ternyata Tuhan maunya lo bahagia tanpa gue, enggak papa, ya?"
Netra Amara terbuka. Gadis itu meraih tangan Bumi, ia genggam tangan itu erat seraya menggeleng kuat.
"Kenapa bilang gitu? Lo udah janji mau bahagia bareng gue. Lo mau ingkarin itu?"
"Gue sakit, Ra. Dan makin sakit kalau terus keras kepala berusaha ngelanjutin."
Lagi, Amara menggeleng kuat. Gadis itu mulai terisak. Tangan milik Bumi masih ia genggam erat.
Jika dengan cara menggenggam seerat-eratnya bisa membuat Bumi tetap tinggal, maka Amara sudi melakukan itu seumur hidupnya.
"Tapi gue akan lebih sakit kalau lo enggak ada." Gadis itu berbisik lirih, namun di hadapan tubuhnya, Bumi masih mampu mendengar bisikan itu.
Laki-laki itu tersenyum, rautnya sangat teduh. Lagi-lagi Bumi menangkup wajah Amara, kemudian tubuhnya kembali mendekat untuk memberikan rengkuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Hujan dan Rintiknya [END]
Random(#HUGMESTARSERIES) Perihal dua anak manusia yang sibuk menanti bahagia. Satu cacat mental, satu lagi tak mampu mendengar jika tanpa alat. Kisah ini, perihal mereka yang hidup bersama ribuan luka. Tertutup, disembunyikan, kemudian terlebur oleh der...